Denmark Sahkan UU Yang Larang Penodaan Kitab Suci
KOPENHAGEN, SATUHARAPAN.COM-Sebuah undang-undang baru disahkan di parlemen Denmark pada hari Kamis (7/12) yang melarang penodaan kitab suci apa pun di negara tersebut, setelah serangkaian penodaan publik terhadap Al Quran yang dilakukan oleh sejumlah aktivis anti Islam baru-baru ini memicu demonstrasi kemarahan di negara-negara Muslim.
Negara Skandinavia dipandang di luar negeri sebagai tempat yang memfasilitasi penghinaan dan fitnah terhadap budaya, agama, dan tradisi negara lain. Tujuan undang-undang tersebut adalah untuk melawan “ejekan sistematis” yang, antara lain, berkontribusi terhadap meningkatnya ancaman terorisme di Denmark, kata Kementerian Kehakiman.
“Kita harus melindungi keamanan Denmark,” kata Menteri Kehakiman Peter Hummelgaard dalam sebuah pernyataan. “Itulah mengapa penting bagi kita sekarang untuk mendapatkan perlindungan yang lebih baik terhadap penodaan sistematis yang telah kita lihat sejak lama.”
Folketing, atau parlemen, mengadopsi undang-undang tersebut dengan suara 94-77, dengan delapan anggota parlemen tidak hadir.
Undang-undang baru ini akan menyatakan bahwa “perlakuan yang tidak patut, secara terbuka atau dengan tujuan untuk menyebarkan tulisan yang memiliki makna keagamaan yang signifikan bagi komunitas agama atau objek yang tampak seperti itu, di depan umum atau dengan tujuan disebarluaskan ke kalangan yang lebih luas merupakan sebuah kejahatan.”
Karya seni yang “sebagian kecilnya” mengandung penodaan, namun merupakan bagian dari produksi seni yang lebih besar, tidak termasuk dalam larangan tersebut.
Selama lebih dari empat jam perdebatan, partai-partai sayap kiri dan sayap kanan bersatu melawan pemerintah sayap kanan-tengah, berulang kali menuntut koalisi tiga partai yang mengajukan rancangan undang-undang tersebut pada 25 Agustus, untuk ikut serta dalam diskusi tersebut. Pemerintah tidak mengatakan apa-apa dan disebut “pengecut” oleh pihak oposisi.
“Apakah Iran mengubah undang-undangnya karena Denmark merasa tersinggung dengan tindakan yang dilakukan Iran? Apakah Pakistan? Apakah Arab Saudi? Jawabannya adalah tidak,” kata Karina Lorentzen dari Partai Rakyat Sosialis bertanya secara retoris.
Inger Støjberg dari Partai Demokrat Denmark yang anti imigrasi mengatakan bahwa undang-undang baru tersebut merupakan bentuk penyerahan diri terhadap Islam dan tunduk pada negara-negara yang “tidak menganut nilai-nilai (kami).”
“Pembatasan kebebasan berekspresi adalah tindakan yang salah dalam masyarakat modern dan tercerahkan seperti di Denmark,” kata Støjberg.
Tahun ini saja, para aktivis telah melancarkan lebih dari 500 protes, termasuk pembakaran Al Quran, di depan kedutaan besar negara-negara Muslim, tempat ibadah, dan di lingkungan imigran.
Denmark telah berulang kali menjauhkan diri dari penodaan tersebut, namun bersikeras bahwa kebebasan berekspresi adalah salah satu nilai terpenting dalam masyarakat Denmark. Pemerintah mengatakan harus ada “ruang untuk kritik agama” dan tidak ada rencana untuk menerapkan kembali klausul penodaan agama yang dicabut pada tahun 2017.
Oussama Elsaadi, seorang umat beriman di sebuah masjid di kota terbesar kedua di Denmark, Aarhus, mengatakan kepada surat kabat BT surat kabar bahwa itu adalah “pesan yang baik untuk seluruh umat Islam.”
“Pembakaran Al Quran merupakan pelanggaran terhadap orang lain,” katanya, menurut BT “Kamu boleh mengekspresikan dirimu sesukamu, tapi jangan sampai kamu menghancurkan hidup orang lain.”
Pada tahun 2006, Denmark menjadi pusat kemarahan yang meluas di dunia Muslim setelah sebuah surat kabar Denmark memuat 12 kartun Nabi Muhammad, termasuk salah satunya mengenakan bom sebagai sorban.
Umat ââMuslim menganggap gambar nabi sebagai tindakan asusila dan mendorong penyembahan berhala. Gambar-gambar tersebut meningkat menjadi protes anti Denmark yang penuh kekerasan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Mereka yang melanggar undang-undang baru ini akan dikenakan denda atau hukuman hingga dua tahun penjara. Sebelum UU ini berlaku, pemimpin monarki Denmark, Ratu Margrethe, perlu menandatanganinya secara resmi. Hal itu diperkirakan akan terjadi akhir bulan ini.
Di negara tetangganya, Swedia, yang juga mengalami serangkaian pembakaran Al Quran dan permintaan untuk melakukan protes yang melibatkan penghancuran kitab suci, penyelidikan yang ditunjuk pemerintah akan menentukan apakah akan meninjau peraturan polisi tersebut, tulis kantor berita Swedia TT.
Polisi Swedia harus mampu mempertimbangkan ancaman terhadap keamanan negara selama pemeriksaan permohonan untuk pertemuan publik yang mencakup penodaan kitab suci, dan akan selesai pada 1 Juli tahun depan, kata TT.
Tidak ada undang-undang di Swedia yang secara khusus melarang pembakaran atau penodaan Al Quran atau kitab suci agama lainnya. Seperti banyak negara Barat, Swedia tidak memiliki undang-undang penistaan agama.
Benturan prinsip-prinsip fundamental telah mempersulit keinginan Swedia untuk bergabung dengan NATO, sebuah perluasan yang menjadi mendesak setelah invasi Rusia ke Ukraina namun memerlukan persetujuan dari semua anggota saat ini. Turki telah memblokir aksesi Swedia sejak tahun lalu, dengan alasan termasuk protes anti Turki dan anti Islam di Stockholm. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...