Desmond Tutu Menginspirasi Dunia dan Kaum Muda
JOHANESBURG, SATUHARAPAN.COM-Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), António Guterres, mengatakan bahwa Uskup Agung Emiritus Desmond Tutu adalah mercusuar perjuangan tanpa kekerasan, dan itu menginsirasi dunia untuk menjadi lebih baik.
“Uskup Agung Tutu adalah sosok global yang menjulang tinggi untuk perdamaian dan inspirasi bagi generasi di seluruh dunia. Selama hari-hari tergelap apartheid, dia adalah mercusuar yang bersinar untuk keadilan sosial, kebebasan, dan perlawanan tanpa kekerasan,” kata Gutters merepon berita wafatnya Tutu pada hari Minggu (26/12).
“Meskipun wafatnya Uskup Agung Tutu meninggalkan kekosongan besar di panggung global, dan di hati kami, kami akan selamanya terinspirasi oleh teladannya untuk melanjutkan perjuangan demi dunia yang lebih baik untuk semua,” kata Guterres.
Sementara itu, mantan Presiden Amerika Serikan, Barack Obama, mengatakan: “Uskup Agung Desmond Tutu adalah seorang mentor, teman, dan kompas moral bagi saya dan banyak orang lainnya.”
“Semangat universal Uskup Agung Tutu didasarkan pada perjuangan untuk pembebasan dan keadilan di negaranya sendiri, tetapi juga prihatin dengan ketidakadilan di mana-mana. Dia tidak pernah kehilangan selera humornya yang nakal dan kemauannya untuk menemukan kemanusiaan dalam musuhnya, dan Michelle dan saya akan sangat merindukannya,” kata Obama.
“Saya ingat pertemuan saya dengannya dengan penuh kasih dan kehangatan serta humornya yang luar biasa,” cuit Ratu Elizabeth II dari Inggris di situs The Royal Family.
“Kehilangan Uskup Agung Tutu akan dirasakan oleh orang-orang Afrika Selatan, dan oleh begitu banyak orang di Inggris Raya, Irlandia Utara, dan di seluruh Persemakmuran, di mana ia sangat disayangi dan dihargai.”
Tutu bagi Kalangan Muda Afrika Selatan
Sementara itu, bagi warga Afrika Selatan, warisan Uskup Agung Desmond Tutu bergema di kalangan anak muda Afrika Selatan, banyak dari mereka tidak lahir ketika pendeta itu memerangi apartheid dan mencari hak penuh untuk mayoritas kulit hitam di negara itu.
Meskipun mereka tidak tahu banyak tentang dia, beberapa pemuda Afrika Selatan mengatakan kepada The Associated Press pada hari Senin (27/12) bahwa mereka memahami perannya sebagai salah satu tokoh paling menonjol untuk membantu negara mereka menjadi negara demokrasi.
Zinhle Gamede, 16 tahun, mengatakan dia mengetahui tentang meninggalnya Tutu di media sosial dan telah belajar lebih banyak tentang dia selama beberapa hari terakhir. “Awalnya saya hanya tahu bahwa dia adalah seorang uskup agung. Saya benar-benar tidak tahu banyak lagi,” kata Gamede.
Dia mengatakan kematian Tutu telah mengilhaminya untuk belajar lebih banyak tentang sejarah Afrika Selatan, terutama perjuangan melawan kekuasaan minoritas kulit putih.
“Saya pikir orang-orang yang berjuang untuk kebebasan kita adalah orang-orang hebat. Kami berada di tempat yang lebih baik karena mereka. Hari ini saya menjalani hidup saya dengan bebas, tidak seperti di masa lalu di mana tidak ada kebebasan,” katanya.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Setelah berakhirnya apartheid pada tahun 1994, ketika Afrika Selatan menjadi negara demokrasi, Tutu memimpin Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang mendokumentasikan kekejaman selama apartheid dan berusaha untuk mempromosikan rekonsiliasi nasional. Tutu juga menjadi salah satu pemimpin agama paling terkemuka di dunia yang memperjuangkan hak-hak LGBT.
“Sebagai seorang gay, jarang mendengar orang-orang dari gereja berbicara secara terbuka tentang masalah gay, tetapi saya mengetahui tentang dia melalui aktivis gay yang terkadang menggunakan kutipannya selama kampanye,” kata Lesley Morake, 25 tahun. “Begitulah cara saya tahu tentang dia, dan itulah yang akan saya ingat tentang dia.”
Tshepo Nkatlo, 32 tahun, mengatakan dia fokus pada hal-hal positif yang dia dengar tentang Tutu, daripada beberapa sentimen negatif yang dia lihat di media sosial. “Salah satu hal yang saya ambil di Facebook dan Twitter adalah bahwa beberapa orang mengkritiknya untuk KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) karena masih banyak masalah tentang KKR,” kata Nkatlo, merujuk pada beberapa orang yang mengatakan Tutu seharusnya menyelesaikannya dan lebih keras terhadap orang kulit putih yang melakukan pelanggaran di bawah apartheid dan seharusnya memerintahkan agar mereka diadili.
Pekan Berkabung
Afrika Selatan mengadakan pekan berkabung untuk Tutu. Lonceng berbunyi pada tengah hari pada hari Senin dari Katedral Anglikan St. George di Cape Town untuk menghormatinya. Lonceng di "katedral rakyat", tempat Tutu bekerja untuk menyatukan orang Afrika Selatan dari semua ras melawan apartheid, akan berbunyi selama 10 menit pada siang hari selama lima hari untuk menandai kehidupan Tutu.
“Kami meminta semua yang mendengar lonceng untuk menghentikan sejenak jadwal sibuk mereka sebagai penghormatan” kepada Tutu, uskup agung Cape Town saat ini, kata Thabo Makgoba. Gereja-gereja Anglikan di seluruh Afrika Selatan juga akan membunyikan lonceng mereka pada siang hari pekan ini, dan doa Angelus akan didaraskan.
Beberapa layanan di Afrika Selatan sedang direncanakan untuk menghormati kehidupan Tutu, karena penghormatan juga datang dari seluruh dunia.
Tutu Meminta Dikremasi
Peti mati Tutu akan dipajang pada hari Jumat di katedral di Cape Town untuk memungkinkan masyarakat untuk member penghormatan, "yang akan mencerminkan kesederhanaan yang dia minta untuk dikuburkan," kata Makgoba dalam sebuah pernyataan. Padahari Jumat malam jenazah Tutu akan “berbaring sendirian di katedral yang dicintainya.”
Misa requiem akan diadakan pada hari Sabtu, dan sesuai dengan keinginan Tutu, dia akan dikremasi dan abunya ditempatkan di mausoleum katedral, kata pejabat gereja, hari Senin.
Selain itu, kebaktian ekumenis dan antar agama akan diadakan untuk Tutu pada hari Kamis di ibu kota Afrika Selatan, Pretoria.
Orang-orang Afrika Selatan meletakkan bunga di katedral, di depan rumah Tutu di daerah Milnerton Cape Town, dan di depan bekas rumahnya di Soweto.
Presiden Cyril Ramaphosa mengunjungi rumah Tutu pada hari Senin di Cape Town di mana ia memberikan penghormatan kepada janda Tutu, Leah.
“Dia tahu dalam jiwanya bahwa kebaikan akan menang atas kejahatan, bahwa keadilan akan menang atas kejahatan, dan bahwa rekonsiliasi akan menang atas balas dendam dan tuduhan. Dia tahu bahwa apartheid akan berakhir, demokrasi akan datang,” kata Ramaphosa hari Minggu malam dalam pidato yang disiarkan secara nasional.
“Dia tahu bahwa orang-orang kita akan bebas. Dengan ukuran yang sama, dia yakin, bahkan sampai akhir hayatnya, bahwa kemiskinan, kelaparan dan kesengsaraan dapat dikalahkan; bahwa semua orang dapat hidup bersama dalam damai, keamanan, dan kenyamanan,” kata Ramaphosa yang menambahkan bahwa bendera Afrika Selatan akan dikibarkan setengah tiang pekan ini.
“Semoga kita mengikuti jejaknya,” kata Ramaphosa. “Semoga kita juga menjadi pewaris yang layak dari jubah pelayanan, tanpa pamrih, keberanian, dan solidaritas berprinsip dengan orang miskin dan terpinggirkan.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...