Di Beberapa Daerah Warga Tolak Tes Cepat COVID-19, Khawatir Harus Dikarantina
SATUHARAPAN.COM-Warga menolak tes cepat (rapid test) virus corona secara massal terjadi di beberapa daerah, dengan berbagai alasan, termasuk mereka khawatir harus menghadapi berbagai masalah akibat menjalani karantina atau isolasi.
Dari berbagai pemberitaan, penolakan itu terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, khsusunya di Kota Makassar. Kemudian di Tawa Timur, di Kediri, dan di Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah kota Makassar mengagendakan pelaksanaan rapid test massal di beberapa kecamatan yang masuk zona merah sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Wilayah tersebut adalah Kecamatan Sangkarrang, Tamalate, Panakkukang, Manggala, Rappocini, dan Biringkanaya.
Sedangkan di Kediri warga yang menolak adalah dari Desa Kedak, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Ada warga desa itu telah dinyatakan positif terinfeksi COVID-19, dan warga menyebutnya sudah diisolasi di gedung sekolah. Di NTT, khususnya di Flores Timur, penolakan terjadi di Desa Sagu, Kecamatan Adonara.
Alasan mereka yang menolak tes adalah karena khawatir jika hasilnya reaktif dan kemudian dinyatakan positif, mereka harus menjalani karantina selama dua pekan. Hal itu akan merepotkan kehidupan keluarga. Namun ada juga yang menyebutkan tuduhan bahwa tes itu ada yang membisniskan tes, atau meragukan hasil tesnya.
Perlu Edukasi
Pemerintah Kota Makassar melihat masalah ini dan perlu langkah edukasi secara masif, karena menilai masyarakat belum paham tentang tata cara penanganan di masa pandemi virus corona.
"Kami sudah koordinasikan dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompimda), camat, lurah, RT dan RW serta Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) âââââââuntuk edukasi ke masyarakat terkait bahaya COVID-19," kata pelaksana Wali Kota Makassar, Yusran Jusuf, dikutip Antara.
Sementara Wakil Bupati Flores Timur, Agus Payong Boli meminta aparat kepolisian untuk menangkap mereka yang menyebarkan provokasi terkait penolakan rapid test. Dia menuduh bahwa penolakan warga itu karena ada pihak yang memprovokasi dengan informasi yang tidak benar.
"Pihak-pihak lain di luar Desa Sagu jangan menebarkan provokasi dengan pernyataan-pernyataan aneh di media sosial maupun langsung, baik menggunakan akun palsu atau apapun. Mohon polisi tangkap karena masuk kategori ujaran kebencian, hasutan, hoaks dan provokator busuk," kata Agus Payong Boli, dikutip Antara.
Tes COVID-19 itu dilakukan, karena ada 22 warga Desa Sagu yang diketahui kontak erat dengan pasien positif COVID-19, dan mereka menolak menjalani rapid test di Puskesmas setempat yang dijadwalkan Senin pekan lalu.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...