Di Isra Mikraj, Presiden Jokowi Bicara Belajar 4 Jam Sehari
SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo memperingati Isra Mikraj di Pondok Pesantren Perguruan Islam, Tegalrejo, Magelang, Rabu (4/5).
Dalam kesempatan itu Presiden berbicara tentang kesiapan untuk menghadapi era persaingan, khususnya dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN. “Sekarang yang namanya persaingan itu bukan lagi individu dengan individu, kota dengan kota, sekarang negara dengan negara,” kata Presiden.
Presiden berpesan kepada para santri untuk bersungguh-sungguh dalam menghadapi persaingan. “Kalau mau berdagang, berdagang yang sungguh-sungguh, kalau jadi nelayan ya nelayan yang profesional. Geluti profesi itu dengan sungguh-sungguh tanpa ada keterpaksaan, sehingga bekerja itu dengan ikhlas dan tenang.”
Tepuk tangan meriah membuat Presiden yakin adanya optimisme dalam diri para santri untuk memenangkan persaingan. “Kalau tepuk tangannya keras seperti ini menunjukkan adanya optimisme. Karena kompetisi tadi, kita harus belajar bagaimana memenangkan persaingan.”
Presiden juga bercerita kiat-kiatnya waktu muda dulu dalam memenangkan persaingan. “Kalau teman saya belajar dua jam, saya belajar empat jam, karena saya tidak punya modal apa-apa, yang harus kita maksimalkan ya diri kita sendiri. Tanpa kelebihan seperti itu ya, kita akan jadi orang yang kalah.”
Presiden yakin para santri akan jadi aset bangsa Indonesia. “ Insha’Allah dalam kompetisi itu kita akan bisa memenangkannya.”
Presiden menutup pidato peringatan itu dengan memberi hadiah lima sepeda bagi para santri berani menjawab pertanyaan Presiden. Turut hadir mendampingi Menteri Perdagangan, Thomas Lembong dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
Dalam unggahan di media sosial resminya, Jokowi merefleksikan Isra Mikraj. “Kita harus bisa menangkap pesan terpenting dari perjalanan Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang bersejarah tersebut. Perintah salat dalam perjalanan tersebut, memiliki dimensi ganda, yakni habluminallah dan habluminannas. Setiap salat di samping akan membentuk terwujudnya kesalehan individual tentunya akan mewujudkan kesalehan sosial yang melampaui sekat-sekat geografis, bahasa dan golongan,” ia menulis.
“Semoga pelajaran ini jadi tuntunan bagi kita semua dalam menghadapi era kompetisi. Para santri agar mempersiapkan diri menghadapi era kompetisi. Era kompetisi memerlukan mentalitas umat sebagai pemenang. Mentalitas itu tercermin dalam perilaku etik sehari-hari yang memiliki produktivitas yang tinggi, memiliki etos kerja dan tahan banting. Mari kita meneladani Nabi Muhammad SAW.” (PR)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...