Dialog New Music for Gamelan Bahas Cerita dan Karya Maestro I Wayan Beratha
GIANYAR, SATUHARAPAN.COM - Program dialog new music for gamelan di Bentara Budaya Bali (BBB), Minggu (28/4) mengetengahkan pembahasan perihal “Cerita dan Karya Maestro I Wayan Beratha”. Bersama dua narasumber, komposer Wayan Gde Yudane dan editor buku Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt, diskusi ini membincangkan kreasi dan komposisi gamelan buah cipta I Wayan Beratha, berikut upaya pencarian dan capaian estetiknya.
I Wayan Beratha merupakan komposer kelahiran tahun 1926, berasal dari Banjar Belaluan Denpasar. Sosok yang disebut sebagai pembaharu gemelan kebyar ini berpulang pada Mei 2014 silam. Ia sudah menciptakan sekitar 20 karya tari, gending, dan sendratari, antara lain Sendratari “ Jayaprana” , Tabuh “Gesuri” , Sendratari “ Ramayana”, Sendratari “ Maya Denawa” , Instrumentalia “Palgunawarsa”, yang mendapat penghargaan tertinggi dalam festival gong kebyar seluruh Bali, Tari “Panyembrana” dan lainnya.
Sejak kecil Beratha telah bersentuhan dengan gamelan Bali. Sang kakek, I Ketut Keneng (1841-1926) adalah seorang seniman karawitan dan pagambuhan yang sohor pada zamannya. Bakatnya terasah melalui binaan sang ayah, I Made Regong. Selain berguru pada ayahnya, Beratha juga menimba ilmu dari sejumlah tokoh seni, di antaranya Ida Bagus Boda dari Kaliungu tentang karawitan dan tari palegongan, mendalami tari klasik dan Gong Kebyar dari I Nyoman Kaler, serta mempelajari tari jauk dari I Made Grebeg.
Meski tidak mendapat pendidikan Barat, namun Beratha mampu melahirkan komposisi-komposisi musik yang bersifat lintas kultur, memadukan antara unsur-unsur musik Bali dengan berbagai unsur musik dari gamelan Jawa hingga musik Barat.
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt, yang juga editor buku “I Wayan Beratha: Seniman Bali Kelas Dunia”, mengungkapkan sejumlah alasan mengapa sang komposer layak disebut sebagai seniman kelas dunia. Diantaranya, I Wayan Beratha bersama tim keseniannya telah sering mengikuti misi kesenian ke berbagai negara di dunia. Sepanjang tahun 1956 hingga 1999 mengunjungi lebih dari 35 negara, antara lain Paris, Prancis, di Istana Ratu Yuliana, Iran, India, Australia, Jerman Barat, Italia, dan Jepang, dll. Selain ke Tiongkok selama tiga bulan, kunjungan pentas ke Amerika berlangsung enam bulan yakni ketika mengisi acara di New York World's Fairs.
Murid-murid karawitan binaan Beratha banyak yang menjadi pengajar gamelan sohor di luar negeri, salah satunya Ketut Gede Asnawa di Amerika. Bahkan hingga kini karya-karya Beratha terus dimainkan di berbagai negara, misalnya tabuh “Bangun Anyar” dimainkan di Lawrence University, Winconsin, AS.
Pada kesempatan acara tersebut hadir pula putri I Wayan Beratha, Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., juga budayawan Prof Dr I Wayan Ardika, MA. dan Prof. Dr. I Made Bandem, MA.
Sementara itu, komposer bereputasi internasional Wayan Gde Yudane mengungkapkan Wayan Beratha sebagai sosok yang multitalenta. Beratha menjadikan karya-karya klasik, semisal Pegongan, Pelegongan, Semarpegulingan, Gender Wayang hingga Gambuh sebagai sumber inspirasinya. Ia kemudian kuasa mengolah kembali repertoar gending-gending Bali dan alam yang didengarnya menjadi kreasi yang sepenuhnya “khas Beratha”.
“Terlihat juga dalam karya-karya Wayan Beratha bahwa ia tidak menolak adanya pengaruh asing atau unsur-unsur di luar Bali. Kehebatan Beratha adalah ia tidak semata mengutip (meng-quote) atau sekadar melakukan transformasi melainkan mampu membuat augmentasi (pelebaran melodi) pada komposisi-komposisinya yang diciptakannya,” ujar Gde Yudane.
Pendapat Gde Yudane tersebut disepakati pula oleh budayawan Prof. Made Bandem, bahwa Wayan Beratha tidak hanya “pinjam-meminjam” unsur musikalitas namun ia memiliki kemampuan untuk menciptakan kembali. “Karya-karya Beratha yang paling menonjol adalah Gamelan Kebyar. Untuk bisa mengkaji karya-karya Beratha secara menyeluruh, kita harus mempelajarinya dari segi estetik serta menyandingkan antara teks dan pengalaman-pengalaman yang kontekstual,” ungkap Prof. Made Bandem.
Prof. Sutjiati juga mengakui bahwa sang ayah merupakan sosok yang disiplin dan pekerja keras. Sebagai seniman “alam” atau otodidak, Wayan Beratha senantiasa belajar dari pengalaman.
Tahun 1957 Beratha mendirikan Sekaa Gong Sad Merta di Banjar Belaluan. Ia melahirkan sejumlah karya monumental, antara lain koreografi tari Yudha Pati, Tari Kupu-Kupu, dan Tari Tani, serta menciptakan gamelan Semara Dana, yang menggabungkan Gamelan Semarpegulingan dengan Gamelan Gong Kebyar. Beratha juga turut berperan atas lahirnya sekolah seni tradisi modern seperti Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia (SMKI) yang dulunya disebut KOKAR (konservatori karawitan), ASTI, hingga ISI.
Atas pengabdiannya dalam bidang kesenian, khususnya gamelan Bali, Beratha mendapatkan gelar kehormatan Empu Seni Karawitan pertama dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar(2012), serta sejumlah penghargaan lain: Anugerah Seni Nasional dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1972), Piagam Kerti Budaya (1979), Dharma Kusuma dari Gubernur Bali (1981), dan Penghargaan Ciwa Nataraja dari ISI Denpasar (1992). (PR)
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...