Dikhawatirkan 75 Pengungsi Rohingya Hilang atau Tewas, Setelah Kapal Mereka Tenggelam
MEULABOH, SATUHARAPAN.COM-Sekitar 70 pengungsi Muslim Rohingya dikhawatirkan hilang atau mati dari sebuah kapal yang melakukan perjalanan laut yang melelahkan dari Bangladesh dan tenggelam di lepas pantai Aceh, Indonesia pekan ini bersama 75 orang yang selamat, kata badan-badan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa).
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan bersama oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, atau UNHCR, dan Kantor Internasional untuk Migrasi, atau IOM, mengatakan mereka “sangat prihatin dengan besarnya potensi hilangnya nyawa,” dan mengatakan bahwa laporan dari para penyintas awalnya menunjukkan sekitar 150 orang berada di atas kapal.
Kemungkinan besar itu termasuk awak kapal yang berjumlah sekitar lima orang, yang tampaknya meninggalkan kapal tersebut dan keberadaannya tidak diketahui. Dua orang yang selamat mengatakan kepada Associated Press pada hari Jumat (22/3) bahwa kapten dan empat awak meninggalkan kapal untuk mencari kapal lain ketika kapal pengungsi mulai tenggelam.
Nelayan Indonesia menyampaikan kekhawatiran mengenai kapal yang tertimpa musibah tersebut pada hari Rabu ketika mereka mulai menyelamatkan penumpangnya, dan kapal SAR Indonesia pada hari Kamis menarik orang-orang yang tersisa dari lambung kapal yang terbalik sekitar 22 kilometer (14 mil) di lepas pantai barat Provinsi Aceh, Indonesia.
Pernyataan bersama PBB tidak merinci jumlah pasti orang yang diyakini hilang, namun situs web yang dikelola UNHCR mengatakan 75 orang “dilaporkan tewas atau hilang” dari sebuah kapal yang rinciannya sama dengan yang tenggelam pada hari Rabu.
“Jika hal ini benar, maka ini akan menjadi korban jiwa terbesar sepanjang tahun ini,” kata pernyataan itu, mengacu pada banyaknya perahu yang membawa warga Rohingya yang berusaha melarikan diri dari kamp pengungsi yang padat di Bangladesh dan Myanmar.
Terdapat peningkatan signifikan dalam kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia selama setahun terakhir. Jumlah pengungsi yang tiba pada tahun 2023 berjumlah 2.300 lebih banyak dibandingkan jumlah pengungsi yang tiba pada empat tahun sebelumnya, kata pernyataan itu.
Korban selamat dari perahu tersebut adalah 44 laki-laki, 22 perempuan dan sembilan anak-anak. Beberapa orang dibawa ke rumah sakit setempat untuk mendapatkan perawatan, namun sebagian besar dikirim ke tempat penampungan sementara di Kabupaten Aceh Barat. Beberapa di antara mereka mengatakan kepada pekerja UNHCR bahwa mereka kehilangan anggota keluarga dalam perjalanan.
“Dalam satu kasus, ada seorang anak yang orang tua dan saudara kandungnya meninggal dalam perjalanan,” Faisal Rahman, staf UNHCR di Aceh, mengatakan pada hari Jumat. “Ada kasus lain, seorang suami yang istri dan anaknya meninggal. Juga anak-anak yang ibunya telah meninggal. Jadi ada beberapa keluarga yang mengatakan kerabatnya hilang atau meninggal di laut,”
Soliya Begum, seorang korban selamat berusia 18 tahun, mengatakan kepada The Associated Press bahwa kapten kapal tersebut menenggelamkan kapal tersebut dan melarikan diri ke kapal lain bersama awaknya ketika kapal tersebut mulai kemasukan air.
Pernyataannya tidak dapat segera dikonfirmasi. Kadang-kadang orang dengan sengaja menenggelamkan perahu pengungsi untuk memaksa penyelamat dari negara tujuan membawa penumpang ke darat, namun biasanya tindakan tersebut dilakukan lebih dekat ke daratan.
Korban selamat lainnya, Akram Ullah, 30 tahun, mengatakan kepada AP bahwa kapal tersebut telah meninggalkan Bangladesh pada tanggal 9 Maret dan kapten serta setidaknya beberapa awaknya adalah orang Indonesia. Dia juga mengatakan kapten dan empat awak lainnya melarikan diri dari kapal karena kapal mulai tenggelam.
Sekitar satu juta orang Rohingya dari Myanmar menjadi pengungsi di Bangladesh. Mereka termasuk sekitar 740.000 orang yang melarikan diri pada tahun 2017 untuk menghindari kampanye pemberantasan pemberontakan yang brutal oleh pasukan keamanan Myanmar, yang dituduh melakukan pemerkosaan dan pembunuhan massal serta membakar ribuan rumah. Minoritas Rohingya di Myanmar menghadapi diskriminasi yang meluas dan sebagian besar tidak diberi kewarganegaraan.
Dengan tidak memadainya air, sanitasi, dan layanan kesehatan, kehidupan di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh menjadi sulit. yang rentan terhadap kebakaran, banjir dan wabah penyakit. Kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti sangat sedikit dan geng kriminal yang kejam meneror warga.
Badan bantuan Save the Childfren mengatakan perjalanan laut yang terus berlanjut mencerminkan situasi yang mengerikan di kamp-kamp di Bangladesh. Dikatakan bahwa 250 anak tanpa pendamping termasuk di antara warga Rohingya yang tiba di Indonesia dalam tiga bulan terakhir tahun lalu.
“Kehadiran anak-anak tanpa pendamping di Aceh mengkhawatirkan dan menunjukkan bahwa keluarga-keluarga Rohingya sudah putus asa dan mengirim anak-anak mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik,” kata direktur sementara kelompok tersebut di Indonesia, Dessy Kurwiany Ukar.
Kelompok tersebut mengatakan negara-negara lain di kawasan ini selain Indonesia harus berbagi tanggung jawab dalam menerima pengungsi Rohingya. (AP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...