Dilema, Budi Gunawan Buat Jokowi Serba Salah
"Presiden Jokowi berada dalam situasi yang sangat dilematis untuk mengambil keputusan apakah akan tetap melantik Budi Gunawan atau tidak, karena keduanya sama-sama punya implikasi negatif,”
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (SIGMA) Imam Nasef menilai Presiden Joko Widodo tengah berada dalam situasi dilema jelang pelantikan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) pengganti Jenderal Polisi Sutarman, Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan.
Pasalnya, apapun keputusan Presiden RI ketujuh tersebut, melantik atau tidak melantik, memiliki implikasi negatif bagi Pemerintahan Jokowi ke depan.
“Dalam perspektif ketatanegaraan, Presiden Jokowi berada dalam situasi yang sangat dilematis untuk mengambil keputusan apakah akan tetap melantik Budi Gunawan atau tidak, karena keduanya sama-sama punya implikasi negatif,” kata Imam kepada satuharapan.com, di Jakarta, Jumat (16/1).
Apabila Jokowi memutuskan tetap melantik BG, tutur dia, setidaknya punya dua implikasi negatif. Pertama, berpotensi melahirkan perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. Dengan kata lain, tensi ketegangan antar dua lembaga itu akan meningkat. Kedua, tingkat kepercayaan publik pada Pemerintahan Jokowi akan ‘terjun bebas'. Hal itu terjadi karena publik, terutama pendukungnya, akan merasa dikhianti oleh janji Jokowi saat kampanye Pemilu Presiden 2014 lalu, terutama soal pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Dalam sistem politik demokratis, tingkat kepercayaan publik yang rendah berpotensi melahirkan pemerintahan illegitimate. Kedua, kalau sudah begitu, tugas utama masing-masing lembaga akan terabaikan, akibatnya rakyat merugi,” ujar Imam.
Implikasi Negatif
Namun, lanjut dia, bila Presiden Jokowi memilih untuk tidak melantik Budi Gunawan, setidaknya ada dua implikasi negatif juga. Pertama, presiden akan dianggap melecehkan DPR, karena DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang secara konstitusional sejajar kedudukannya dengan lembaga kepresidenan. Kedua, akan menjadi preseden buruk bagi mekanisme pengisian jabatan di sejumlah lembaga negara yang memerlukan persetujuan DPR.
“Pada hari-hari mendatang, presiden bisa saja sewenang-wenang menolak orang-orang yang telah disetujui DPR untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu, dengan tidak mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pengangkatan calon yang bersangkutan,” tutur Pengamat Hukum Tata Negara dari SIGMA itu.
“Kalau itu yang terjadi, maka presiden berpotensi merusak tatanan konstitusionalisme yang telah didesain sedemikian rupa di dalam konstitusi,” dia menambahkan.
Kenegarawanan Jokowi Diuji
Imam berpandangan, situasi dilema itu sebenarnya diciptakan sendiri oleh Presiden Jokowi, seandainya mantan Gubernur DKI Jakarta itu langsung menarik surat usulan pencalonan Budi Gunawan setelah KPK mengumumkan status tersangka Budi Gunawan dan sebelum DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan, maka posisinya tidak serumit saat ini.
“Tapi, nasi sudah menjadi bubur, Presiden Jokowi harus segera mengambil keputusan,” kata dia.
Dalam pengambilan keputusan, lanjut Imam, Presiden Jokowi harus menempatkan kepentingan rakyat yang lebih besar di atas kepentingan lainnya. Kebijaksanaan dan sikap kenegarawanan seorang Jokowi benar-benar diuji dalam kasus ini.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...