Diprotes, Rencana Lebanon Pungut Pajak Lewat Aplikasi Pengirimn Pesan
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM - Ratusan orang turun ke jalan-jalan di Lebanon pada hari Kamis (17/10) untuk memprotes kondisi ekonomi yang mengerikan setelah keputusan pemerintah untuk memungut pajak pada aplikasi pengiriman pesan yang memicu kemarahan yang meluas.
Demonstrasi meletus di ibu kota Lebanon, Beirut, di pinggiran selatan, di kota Sidon di selatan, di kota Tripoli di utara dan di Lembah Bekaa, demikian dilaporkan Kantor Berita Nasional, NNA.
Di seluruh negeri, para demonstran meneriakkan refrain yang populer dari protes Musim Semi Arab 2011: "Rakyat menuntut jatuhnya rezim."
Para pengunjuk rasa di ibukota memblokir jalan ke bandara dengan ban terbakar, sementara yang lain berkumpul di dekat kantor kementerian dalam negeri di Beirut pusat, kata NNA.
"Kami memilih mereka dan kami akan menyingkirkan mereka dari kekuasaan," kata seorang pemrotes kepada stasiun TV setempat, seperti dikutip AFP.
Kemarahan publik telah membara sejak parlemen mengeluarkan anggaran penghematan pada bulan Juli, dengan tujuan mengurangi defisit negara.
Situasi keuangan memburuk bulan lalu setelah bank dan rumah penukaran uang menjatah penjualan dolar, memicu kekhawatiran devaluasi mata uang setempat.
Pemerintah sedang menilai serangkaian langkah pengetatan lebih lanjut yang diharapkan akan menyelamatkan ekonomi negara itu yang sakit dan mendapatkan sekitar 11 miliar dolar AS bantuan yang dijanjikan oleh donor internasional tahun lalu.
Dan juga akan mengumumkan serangkaian kenaikan pajak tambahan dalam beberapa bulan mendatang sebagai bagian dari anggaran tahun depan.
Pada hari Rabu, pemerintah menyetujui kenaikan pajak untuk produk tembakau. Sebelumnya, Menteri Informasi, Jamal Jarrah, mengumumkan biaya harian sebesar 20 sen untuk pengguna aplikasi pesan yang melakukan panggilan pada platform seperti WhatsApp dan Viber. Langkah ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan negara yang kekurangan uang.
Keputusan yang disetujui oleh kabinet pada hari Rabu itu akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020, katanya kepada wartawan setelah sesi kabinet, menambahkan bahwa langkah itu akan memberi pendapatan sebesar 200 juta dolar AS setiap tahun ke dalam kas pemerintah.
Kelompok hak digital Lebanon, SMEX, mengatakan operator seluler utama negara itu sudah berencana untuk memperkenalkan teknologi baru yang akan memungkinkan mereka mendeteksi apakah pengguna mencoba melakukan panggilan internet menggunakan jaringan mereka.
"Libanon sudah memiliki beberapa harga ponsel tertinggi di kawasan ini," kata SMEX di Twitter. Dan kebijakan terbaru "akan memaksa pengguna untuk membayar layanan internet dua kali lebih besar," tambahnya.
Pertumbuhan ekonomi di Lebanon telah anjlok setelah kebuntuan politik yang berulang dalam beberapa tahun terakhir, dan diperparah oleh dampak perang selama delapan tahun di negara tetangganya, Suriah.
Utang publik Lebanon mencapai sekitar 86 miliar dolar AS, lebih tinggi dari 150 persen dari PDB, menurut kementerian keuangan.
Delapan puluh persen dari hutang itu merupakan hutang bank sentral dan bank lokal Lebanon.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...