Disalahkan Soal Banjir, Jokowi Korek Arsip Lama KemenPU
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bencana banjir pekan lalu seolah menjadi hadiah awal tahun bagi warga Jakarta. Hal itu membuat Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) oleh beberapa orang disalahkan dan dianggap tidak mampu mengatasi banjir. Kemudian munculah ide Sodetan Ciliwung-Cisadane yang dianggap merupakan usulan Jokowi. Namun ide itu justru ditolak keras oleh warga Tangerang. Lebih lanjut, Jokowi mengeluarkan pernyataan sodetan adalah rencana lama Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta era Jokowi selama ini sudah mengupayakan banyak hal, namun banjir tetap terjadi sampai menimbulkan banyak kerugian material maupun sosial.
Revitalisasi dan normalisasi waduk dan sungai, relokasi warga yang bermukim di bantaran kali ke rumah susun, pembuatan jalan inspeksi sungai, pembuatan turap di sepanjan daerah aliran sungai (DAS), pembuatan sumur resapan, perbaikan saluran air penghubung, pemasangan pompa-pompa baru dan peremajaan di beberapa pintu air, pembangunan tanggul laut di sepanjang pantai utara Jakarta untuk mencegah banjir rob, dan masih banyak upaya fisik maupun sosial.
Banjir di Jakarta membuat orang nomor satu di Jakarta ini menjadi sasaran oleh banyak pihak, terutama masyarakat yang menjadi korban banjir. Bahkan tidak ketinggalan para politisi menggunakan isu banjir untuk menyisipkan catatan kegagalan dalam kepemimpinannya. Nama Jokowi sebelumnya memang begitu populer dalam berbagai survei pencapresan.
Rencana Lama KemenPU
Pada kesempatan pertemuannya dengan Wakil Gubernur Banten, Rano Karno, Wali Kota Tangerang, Arief Wismansyah, dan Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar di Bendung Pasar Baru – Cisadane, Kota Tangerang pada Sabtu (25/1), Jokowi mengungkapkan bahwa ide pembuatan Sodetan Ciliwung-Cisadane merupakan rencana lama dari KemenPU.
Ide pembuatan sodetan Ciliwung-Cisadane berdasarkan data yang terhimpun, sudah ada desainnya sejak 1997, sebagai upaya penanggulangan banjir Jakarta. Namun, memang belum pernah direalisasikan sampai sekarang. Selain sodetan, rencana lama KemenPU yaitu pembuatan Waduk Ciawi, Bogor dan Waduk Sukamahi, Depok.
“Ini bukan usulan tiba-tiba, saya pasti buka-buka rencana semuanya yang ada di DKI maupun di KemenPU untuk melihat permasalahan yang ada. Saya inginnya menyelesaikan akar masalahnya, bukan tiap tahun bagi-bagi sembako, tiap tahun diulang-ulang.” ucap Jokowi.
Selanjutnya, Jokowi kembali menjelaskan perihal dibatalkannya soal sodetan yang selama ini menyebabkan keresahan di masyarakat, pada khususnya warga Tangerang yang berasumsi banjir jakarta akan dipindahkan ke wilayah mereka. Padahal Sungai Cisadane di wilayah itu sudah meluap, bahkan titik banjir bertambah. Sebagaimana data yang disampaikan Arief, lokasi banjir dari 13 titik di tahun 2012, menjadi 55 titik di tahun ini.
Jokowi mengaku setelah melihat kondisi lapangannya, yang dibutuhkan bukanlah sodetan, melainkan normalisasi sungai. Tetapi dia menegaskan normalisasi Cisadane merupakan wewenang dari KemenPU.
Pertemuannya dengan ketiga pejabat Tangerang yang dia sebut silahturahmi itu, disaksikan pula oleh masyarakat sekitar dan diliput berbagai media massa, Jokowi sempat sedikit menegur para wartawan yang hadir. Dia menyatakan bahwa asumsi masyarakat yang selama ini tercipta, terkait masalah sodetan yang bisa memindahkan banjir adalah ciptaan media massa.
“Masak saya ngurus Cisadane, yang benar saja, bukan wilayah saya, itu wilayah pusat. Yang sering kompor-komporin ya kamu-kamu itu, kalau kamu tidak manas-manasin, tidak mungkin spanduk segitu banyaknya,” ujar dia saat konferensi pers usai meninjau Bendung Pasar Baru, Kota Tangerang.
Di wilayah Kota Tangerang memang, banyak terpampang spanduk-spanduk bertuliskan penolakan terhadap pembuatan sodetan, khususnya di lingkungan warga sekitar Sungai Cisadane itu, misalnya seperti pengamatan satuharapan.com di kawasan Kali Pasir sampai Pasar Anyar.
Keputusan Final
Rano Karno menyatakan selalu mendukung apapun rencana dari pemerintah pusat, termasuk itu soal sodetan seandainya terealisasi, dengan catatan wilayahnya tidak menjadi korban banjir. Akhirnya pada silahturahmi itu diputuskan bahwa normalisasi Sungai Cisadane merupakan prioritas utama. Mengerjakan normalisasi di Tangerang Selatan mulai dari kabupaten sampai kota saja, dia perkirakan butuh waktu hingga 10 tahun.
Sementara Arief menjelaskan, kondisi Sungai Cisadane saat ini masih sangat rawan, sehingga mengakibatkan banjir di wilayah Kota Tangerang, misalnya yang terjadi beberapa hari yang lalu, Kali Cisadane meluap membanjiri kurang lebih enam kecamatan mulai dari Cibodas, Karawaci, Periuk, Jatiuwung, Neglasari, Kali Sabi.
“Banyak terjadi sedimentasi di wilayah Sungai Cisadane, sehingga kami mengusulkan rapat di Kementerian PU – Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, rencananya hari Senin, untuk membicarakan terkait normalisasi Sungai Cisadane.” terang Arief tentang rencana rapat yang akan dilaksanakan hari Senin (27/1).
Dia juga sedikit menjabarkan dari 10 pintu air, ada empat yang rusak motornya (mesin), tahun ini hanya dua yang akan diperbaiki. Kemudian dari 10 motor itu, lima unit kondisinya lemah sehingga saat ini sedang dilakukan peremajaan.
“Kabar mengenai Kota Tangerang butuh air bersih, sebenarnya sekarang masih terpenuhi. Artinya sementara konsentrasi pada normalisasi, Pemerintah Kota Tangerang akan menyelesaikan masalah satu persatu, tahapan demi tahapan, termasuk masalah penyediaan air bersih itu. Namun sekarang yang sifatnya urgent adalah normalisasi sungai.” ungkap Arief.
Untuk ke depannya, Arief berharap akan ada sinergi yang lebih baik terutama dengan Pemprov DKI, untuk bersama-sama berupaya mengatasi masalah banjir dan kemacetan, karena kedua wilayah ini, yaitu Jakarta dan Tangerang saling berbatasan. Oleh sebab itu, Arief memohon dukungan dari Wakil Gubernur Banten, Rano Karno, supaya bisa dilakukan koordinasi yang lebih baik lagi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...