Diskusi ’Reading the Personal Code of Heri Dono' di Studio Kalahan
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebagai rangkaian pameran tunggal perupa Heri Dono bertajuk "The Secret Code of Heri Dono", Minggu (18/6) sore Studio Kalahan yang berada di Dusun Patukan, Ambarketawang Kec. Gamping - Sleman menggelar diskusi mengangkat tema ’Reading the Personal Code of Heri Dono' membedah sudut pandang perupa Heri Dono dalam proses berkaryanya.
Diskusi yang menghadirkan pengajar jurusan Seni Rupa ISI Yogyakarta Suwarno Wisetrotomo dipandu oleh Pitra Hutomo berlangsung di basement studio Kalahan dihadiri pula oleh perupa senior Kartika Affandi serta rektor ISI Yogyakarta Agus Burhan.
Suwarno mengawali pemaparan dengan menceritakan kedekatan secara personal dengan Heri Dono sebagai kakak kelasnya yang sering berdiskusi saat masih sama-sama kuliah di STSRI Yogyakarta tahun 1980-an. Saat masih menjadi mahasiswa, Heri Dono yang satu angkatan dengan pelukis Eddie Hara, Dadang Christanto, Yusrizal Ibrahim, sering memberikan masukan serta warna lain kepada dosen dalam berbagai eksperimen karyanya. Proses eksperimentasi yang dilakukan Heri Dono maupun Eddie Hara melalui karya dengan selera artistik dan estetiknya melalui warna-warna pastel, terang benderang pada hasil dari eksperimennya mendorong dosen STSRI Yogyakarta membuat satu mata kuliah Seni Eksperimental.
"Pada masa-masa itulah (tahun 1980-an) mata kuliah Seni Eksperimental lahir. Dengan seni lukis eksperimentasl kita dengan mudah berkolaborasi dengan teman-teman seni musik, teater, untuk membuat karya bersama di studio seni lukis." papar Suwarno.
Dalam karya dua-tiga dimensinya yang terkait dengan figur, Heri Dono kerap menggunakan figur yang ganjil: jauh dari proporsional, selalu menceritakan gerak, dengan jumlah anggota tubuh yang tidak proporsional dan dalam jumlah yang berganda. Heri Dono belajar tentang seni tradisi terutama wayang kulit dari dalang Sukasman terutama ekspresi wajah tokoh wayang (wondo) yang banyak menginspirasi karya-karyanya.
"(Meskipun ganjil) Keseluruhan bentuk karya Heri Dono selalu natural." jelas Suwarno. Bentuk-bentuk itu menjadi tanda yang khas karya rupa Heri Dono. Tanda-tanda yang lain Suwarno mencatat seperti penggunaan sepatu lars, palus (phallus, alat kelamin laki-laki) serta payudara sebagai penggambaran fertilitas (kesuburan), sosok binatang hybrid yang tidak mewakili bentuk apapun dalam kehidupan sehari-hari.
Pada karya instalasinya, Heri Dono kerap memasukkan unsur pengunaan teknologi rendah untuk menghasilkan gerak, bunyi, ataupun pencahayaan. Suwarno melihat penggunaan teknologi rendah tersebut secara ideologis merupakan tanda operasional segala kecanggihan teknologi yang telah banyak menggusur peran manusia serta kemanusiaan itu sendiri.
Heri Dono lebih banyak mengeksplor wajah dengan banyak bentuk semisal bagian mulut yang lebar dengan sosok-sosok lain yang muncul. Keseluruhan wajah dalam karya-karyanya Heri Dono membuatnya secara karikatural.
Pada karya-karya dengan figur yang dilengkapi dengan penggunaan seragam militer, membawa senjata seperti pistol, cakra, meriam, ataupun lidah api, Suwarno melihat Heri Dono sedang berbicara tentang wajah kekuasaan yang muram, rakus, dominan, serta sewenang-wenang.
Figur bersayap juga menjadi penanda karya Heri Dono. Tahun 2010 membuat karya dua dimensi dan tiga dimensi dengan menjadikan Sri Sultan Hamengkubuwana IX sebagai tokoh sentralnya yang terbang dengan menaiki globe sebagai kendaraannya dalam karya lukisan berjudul "D.I.Y", sementara pada karya tiga dimensinya berjudul Homage to Hamengkubuwana IX dalam posisi terbang dengan tangan terkepal. Dalam kedua karya tersebut HB IX bersayap.
Eksperimen seni yang dilakukan Heri Dono bersama seniman dari disiplin yang lain mengantarkannya berkolaborasi dengan seniman musik Joseph Praba membuat sebuah performance art "Kuda Binal" yang mendekonstruksi pertunjukan kuda lumping (jarang kepang).
"Karya-karya Heri Dono pada dasarnya merupakan kode-kode terkait perkara manusia dan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi konsennya dan diolah dalam banyak tema: kemanusiaan, sosial, masyarakat, pendidikan, politik, budaya. Dan tentu saja kekuasaan." jelas Suwarno.
Pameran "The Secret Code of Heri Dono" masih berlangsung hingga 7 Juli 2017 dengan beberapa program yang masih berjalan diantaranya workshop tentang wayang karya Heri Dono, studio tur, serta pementasan wayang legenda.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Banjarmasin Gelar Festival Budaya Minangkabau
BANJARMASIN, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan memberikan dukungan p...