Diskusi TCI, Sekum PGI Singgung Tantangan dan Tanggung Jawab Moral Umat Kristiani

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Persoalan moralitas menjadi sangat penting bagi umat Kristiani dalam menghadapi tantangan dan persoalan yang dihadapi. Sebab fondasi ekonomi politik, civil society adalah moralitas.
Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Umum PGI, Pdt. Darwin Darmawan dalam diskusi yang diinisiasi oleh Transformation Connection Indonesia (TCI), di Lt 3 Grha Oikoumene, Jakarta, pada hari Senin (24/3/2025).
Diskusi yang dilaksanakan dalam rangka menampung berbagai pandangan/gagasan terkait masa depan gereja dan keKristenan menuju Indonesia emas 2045 ini, diikuti beberapa pimpinan sinode gereja, aktivis, serta pengusaha Kristen.
Lebih jauh dalam paparannya bertajuk Tantangan dan Tanggung Jawab Moral Umat Kristiani, Sekum PGI, mengungkapkan, sekarang ini ada sebagian gereja bergantung pada kekuatan politik dan ekonomi pengusaha atau penguasa.
“Mereka yang seperti ini kehilangan kemandirian sikap dan cenderung menghamba kepada kekuasaan politik atau ekonomi. Moralitas dan integritasnya rapuh. Namun ekses negatifnya suap dan korupsi, semengara elit gereja hanya memikirkan dirinya sendiri,” katanya.
Selain itu, ada juga gereja yang membangun kesaksian, persekutuan dan pelayanannya dalam keterbatasan ekonomi. Mereka yang seperti ini menghidupi kekristenan dalam berbagai keterbatasan namun memiliki kesungguhan dan ketulusan iman. Moralitas dan integritasnya cukup baik. Ekses negatifnya, apatisme oikoumenis, frustasi, melakukan tritugas gereja seadanya.
Adapula gereja yang hidup mandiri secara daya, dana dan teologi. Gereja-gereja ini hidup dalam pragmatisme. Mereka bergumul untuk keluar dari jebakan logika ekonomi (efisiensi) dan kalkulasi untung rugi. Ekses negatifnya, hidup di dalam ghetto kenyamanannya, ketamakan dan tidak perduli dengan keberadaan yang lain.
Sebab itu, Pdt. Darwin Darmawan mengingatkan gereja-gereja adanya panggilan untuk keesaan dalam tindakan, sebagaimana tertulis dalam Yohanes 17:21 “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”.
Panggilan keesaan (koinonia/Persekutuan), lanjutnya, tidak bisa dilepaskan dari panggilan kesaksian(marturia) dan pelayanan (diakonia).
Sementara itu, Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, yang juga hadir dalam diskusi ini, mengingatkan agar bagaimana kehadiran gereja-gereja, menjadi bagian dari solusi terhadap berbagai persoalan, bukan malah memperparah atau bahkan menjadi sumber persoalan.
Ephorus HKBP mengungkapkan sejumlah tantangan umat Kristen di Sumatera Utara, yaitu berkembangnya atheisme di kalangan mereka yang berpendidikan, tingginya kasus narkoba, serta bencana yang beruntun terjadi akibat ulah manusia.
Merespon persoalan ini, HKBP melibatkan gereja-gereja untuk melakukan gerakan bersama. “Rapat Praeses dan MPS HKBP 2025 HKBP telah memutuskan untuk berjuang agar tano Batak bebas dari narkoba, judi, human trafficking, dan kerusakan alam. Sebab itu kami kerjasama dengan gereja-gereja, audiensi dengan menteri, pangdam, kapolda, kadis LHK, telpon Kapolri, ibadah bersama dan mendeklarasikan Tapanuli bebas narkoba, judi, human trafficking, dan kerusakan alam,” katanya.
Diakhir diskusi, seluruh peserta bersepakat agar dibentuk tim kecil dalam rangka merumuskan masuk dan gagasan, yang akhirnya akan dijadikan bahan diskusi lebih lanjut, sekaligus menjadi semacam gerakan nasional bagi bangsa untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Editor : Sabar Subekti

Pengemudi Ojol Berlebaran Sama Presiden di Istana
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Para pengemudi ojek daring (ojek online/ojol) mengungkapkan pengalaman be...