Ditemukan Kasus COVD-19, China Berlakukan Pembatasan di Xinjiang
BEIJING, SATUHARAPAN.COM-Xinjiang yang luas adalah wilayah China terbaru yang terkena pembatasan perjalanan COVID-19, karena China semakin meningkatkan langkah-langkah kontrol menjelang kongres utama Partai Komunis akhir bulan ini.
Kereta dan bus masuk dan keluar dari wilayah berpenduduk 22 juta orang telah ditangguhkan, dan jumlah penumpang dalam penerbangan telah dikurangi menjadi 75% kapasitas, laporan mengatakan pada hari Kamis (6/10).
Pemberitahuan dari pemerintah daerah mengatakan langkah-langkah itu diberlakukan untuk "secara ketat mencegah risiko limpahan" virus tetapi tidak memberikan rincian lainnya.
Seperti yang sering terjadi pada kebijakan “nol-COVID” China yang kejam, langkah-langkah tersebut tampaknya tidak proporsional dengan jumlah kasus yang terdeteksi.
Komisi Kesehatan Nasional mengumumkan hanya 93 kasus ditmukan di Xinjiang pada hari Rabu (4/10) dan 97 pada hari Kamis (6/10), semuanya tanpa gejala. Para pemimpin Xinjiang pada hari Selasa mengakui masalah dengan langkah-langkah deteksi dan pengendalian, tetapi tidak memberikan kabar kapan mereka berencana untuk mencabut pembatasan.
Para pejabat putus asa untuk tidak menyebut wabah baru di wilayah mereka dan Xinjiang telah berada di bawah pengawasan khusus atas pendirian serangkaian pusat pendidikan ulang seperti penjara di mana minoritas Muslim Uyghur telah diajari untuk meninggalkan agama mereka dan diduga terjadi berbagai pelanggaran HAM.
Sistem pengawasan Xinjiang yang luas, mengandalkan pos pemeriksaan di mana-mana, perangkat lunak pengenalan wajah dan bahkan suara, dan pemantauan ponsel universal telah membuat pengendalian perjalanan di antara penduduk menjadi sangat mudah.
Penguncian 40 hari sebelumnya di Xinjiang membuat banyak penduduk mengeluh tentang persediaan makanan yang tidak memadai.
“Zero-COVID” telah diidentifikasi erat dengan pemimpin Partai Komunis, Xi Jinping, yang diperkirakan akan menerima masa jabatan lima tahun ketiga di kongres mulai 16 Oktober. Itu terlepas dari kritik dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan gangguan besar-besaran terhadap ekonomi, pendidikan dan kehidupan normal di China.
Bulan lalu, kecelakaan bus malam hari yang menewaskan 27 orang yang dipindahkan secara paksa ke lokasi karantina massal di barat daya China memicu badai kemarahan online atas kerasnya kebijakan tersebut. Para penyintas mengatakan mereka telah dipaksa untuk meninggalkan apartemen mereka bahkan ketika tidak ada satu pun kasus yang ditemukan.
“Nol-COVID” telah dirayakan oleh para pemimpin negara itu sebagai bukti keunggulan sistem mereka atas Amerika Serikat, yang telah memiliki lebih dari satu juta kematian akibat COVID-19. Xi menyebut pendekatan China sebagai “keberhasilan strategis utama” dan bukti dari “keuntungan signifikan” dari sistem politiknya atas demokrasi liberal Barat.
Namun bahkan ketika negara-negara lain terbuka, biaya kemanusiaan untuk pendekatan pandemi China telah meningkat. Dengan ditutupnya perbatasan nasional dan beberapa provinsi, pariwisata telah mengering dan ekonomi diperkirakan oleh Bank Dunia akan tumbuh sebesar 2,8% tahun ini. Xinjiang telah terpukul sangat keras karena sanksi yang dijatuhkan terhadap beberapa pejabat dan produknya atas masalah hak asasi manusia.
Bahkan tanpa kriteria yang diidentifikasi secara nasional, pengujian dan penguncian telah menjadi norma bagi puluhan juta orang di China dari perbatasan Korea Utara hingga Laut China Selatan, karena pejabat lokal berusaha keras untuk menghindari hukuman dan kritik.
Awal tahun ini di Shanghai, warga yang putus asa mengeluh karena tidak bisa mendapatkan obat-obatan atau bahkan bahan makanan selama penguncian dua bulan, sementara beberapa meninggal di rumah sakit karena kurangnya perawatan medis karena kota membatasi pergerakan.
Semua 26 juta penduduk kota di kota terbesar dan pusat keuangan China itu telah diperintahkan untuk menjalani dua hari pengujian tambahan pekan ini, meskipun pengumuman hanya menemukan 11 kasus baru pada hari Kamis, tidak ada yang menunjukkan gejala. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...