Ditjen Pajak Masih Optimis Capai Target Rp 1.294 Triliun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kritik bertubi-tubi dialamatkan kepada Direktorat Jenderal Pajak menyusul realisasi penerimaan pajak yang kurang memuaskan sepanjang kuartal pertama 2015. Kritik juga semakin gencar karena target yang ditetapkan untuk tahun 2015 --Rp 1.294,258 triliun, dianggap tidak realistis. Target itu naik 30 persen dibanding tahun sebelumnya.
"...dengan harapan besar agar (ekonomi nasional ) segera pulih serta komitmen bersama wajib pajak dan seluruh masyarakat Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yakin realisasi penerimaan pajak terus bertambah dan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.296 triliun dapat diraih," demikian siaran pers DJP di laman resminya hari ini (6/5).
DJP memandang realisasi penerimaan pajak kuartal pertama tahun 2015 tidak sepenuhnya buruk. Sebab ada yang mengalami pertumbuhan yang cukup baik di sektor tertentu, namun juga mengalami penurunan pertumbuhan di sektor lainnya. Berikut ini rinciannya.
Pos-pos yang Meningkat
Diantara pos penerimaan pajak yang mengalami peningkatan adalah Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas. Penerimaan dari pos ini mengalami pertumbuhan 10,58% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Berdasarkan data yang tercatat pada dashboard penerimaan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sampai dengan 30 April 2015, penerimaan PPh Non Migas adalah sebesar Rp 180,168 triliun. Angka ini lebih tinggi 10,58% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 dimana PPh Non Migas tercatat sebesar Rp 162,937 triliun.
PPh Non Migas merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui pertumbuhan kesejahteraan dan sisi kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Pertumbuhan tertinggi dicatatkan oleh PPh pasal 26 yakni 30,6 persen atau sebesar Rp 11.984 tiliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
PPh Pasal 26 juga termasuk yang mencatat angka pertumbuhan tertinggi. Penerimaan pajak dari pos ini sebesar sebesar Rp 11,984 triliun dibandingkan periode yang sama di 2014 sebesar Rp 9,176 triliun. Sebagai catatan, PPh Pasal 26 adalah pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak luar negeri.
Pertumbuhan tinggi selanjutnya adalah dari PPh Final yakni 21,23 persen, atau sebesar Rp 30,439 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 25,107 triliun. DJP mengklaim pencapaian ini merupakan buah keberhasilan kebijakan pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Pertumbuhan yang cukup besar juga tercatat dari PPh Pasal 25/29 Badan yakni 10,47%, atau sebesar Rp 74,833 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 67,738 triliun.
Sementara itu penerimaan pajak berdasarkan PPh Pasal 21 mencatat pertumbuhan sebesar 9,6 persen atau sebesar Rp 36,062 triliun, dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 32,904 triliun.
Pertumbuhan yang cukup tinggi juga dicatatkan PPh Pasal 23 yakni 9,1% atau sebesar Rp 8,522 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 7,812 triliun. Sedangkan untuk PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi pertumbuhan tercatat sebesar 8,52% atau sebesar Rp 2,702 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 2,490 triliun.
Pertumbuhan juga dicatatkan PPh Non Migas Lainnya, PPh Pasal 26, PPh Final, PPh Pasal 25/29 Badan, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi. Pertumbuhan ini mencerminkan meningkatnya partisipasi masyarakat, baik wajib pajak Orang Pribadi maupun wajib pajak Badan dalam membayar pajak.
Pos Penerimaan Pajak yang Tidak Capai Target
Namun demikian, DJP juga mencatat adanya penurunan pertumbuhan di beberapa pos penerimaan pajak. Diantaranya adalah PPh Non Migas Lainnya, yang mencatat penurunan penerimaan sebesar 25,66 persen atau sebesar Rp 12,53 triliun dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 16,86 triliun.
Penurunan cukup tinggi juga dicatatkan PPh Pasal 22 Impor yakni 12,35 persen atau sebesar Rp 1,786 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 1,917 triliun. Sedangkan untuk Pasal 22 terjadi penurunan pertumbuhan sebesar 6,87% atau sebesar Rp 13,826 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 15,773 triliun.
DJP mengatakan berdasarkan hasil stress test Bank Indonesia, perlambatan ekonomi di kuartal pertama tahun 2015 yang ditandai dengan kurs melemah dan penurunan impor Indonesia dari awal tahun hingga akhir April 2015 berkontribusi terhadap penurunan pertumbuhan PPh Pasal 22 Impor.
Kondisi tersebut juga berpengaruh pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor yang mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 9,09% atau sebesar Rp 43,527 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 47,880 triliun. Demikian pula halnya dengan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Impor yang juga mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 29,8 persen atau sebesar Rp 1,519 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 2,164 triliun.
Selain itu, penurunan konsumsi dalam negeri berkontribusi pada penurunan penerimaan PPN Dalam Negeri 1,43 persen atau sebesar Rp 63,201 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 64,121 triliun. Penurunan konsumsi atas barang mewah berdampak pada penurunan pertumbuhan PPnBM Dalam Negeri 6,97 persen atau sebesar Rp 3,034 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 3,262 triliun.
Penurunan pertumbuhan terbesar dicatatkan PPN/PPnBM Lainnya yakni 42,71% atau sebesar Rp 37,81 miliar dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 66,00 miliar. Namun penurunan PPN/PPnBM Lainnya ini tidak sebesar akhir Maret 2015 lalu yang mencapai 55,44% atau sebesar Rp 26,13 miliar dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 58,64 miliar.
Belum pulihnya ekonomi di sektor migas yang ditandai masih berlangsungnya penurunan lifting minyak bumi dan anjloknya harga minyak. Ini berkontribusi pada penurunan pertumbuhan PPh Migas 46,18 persen atau sebesar Rp 16,744 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 31,111 triliun. Penurunan pertumbuhan PPh Migas ini sudah diperkirakan sebelumnya mengingat target penerimaan PPh Migas di APBN-P 2015 sebesar Rp 49,534 triliun jauh berkurang dibandingkan target penerimaan PPh Migas di APBN-P 2014 sebesar Rp 87,446 triliun.
Penurunan pertumbuhan yang besar juga dicatatkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yakni 64,70% atau sebesar Rp 308,24 miliar dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar Rp 873,22 miliar. Salah satu penyebab penurunan pertumbuhan PBB adalah belum terealisasinya pemindahbukuan dari rekening Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke rekening penerimaan pajak. Selain itu, diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.011 tahun 2014 tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Pada Tahap Eksplorasi juga turut berkontribusi pada penurunan pertumbuhan PBB.
Terlepas dari berbagai pertumbuhan dan penurunan pajak-pajak di atas, DJP berharap penerimaan pajak di periode berikutnya dapat terus meningkat seiring dengan diberlakukan berbagai terobosan kebijakan perpajakan maupun peningkatan kepatuhan wajib pajak antara lain melalui dicanangkannya Tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak.
Tentunya, dengan harapan besar agar segera pulihnya kembali ekonomi nasional serta komitmen bersama wajib pajak dan seluruh masyarakat Indonesia, DJP yakin realisasi penerimaan pajak terus bertambah dan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.294 triliun dapat diraih, kata pernyataan Ditjen Pajak.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...