Dituduh Suap Tuan Rumah PD 2022, Qatar: Inggris Rasis
DOHA, SATUHARAPAN.COM – Negara yang terpilih untuk menyelenggarakan Piala Dunia 2022, Qatar, kini telah menggalang dukungan dari negara Arab dan Muslim untuk mengecap berita yang diterbitkan Sunday Times baru-baru ini sebagai tindakan rasisme. Bahkan, mereka mendesak warganya untuk tidak mengunjungi Inggris sebagai boikot pariwisata.
Dengan melakukan pergerakan dari sosial media, masyarakat Qatar bergerak untuk membangun simpati. Mereka ingin mengatakan bahwa berita yang dikeluarkan oleh salah satu surat kabar Inggris mengenai dugaan suap tuan rumah Piala Dunia 2022, bermakna rasis.
Itu Bukan Rasisme
Dalam wawancara dengan alarabiya.net, Selasa (17/6), juru bicara surat kabar Sunday Times menolak telah mengklaim rasisme pada penyelidikan jutaan dokumen, mulai dari email hingga catatan bank.
Menurutnya, Sunday Times melaporkan dokumen yang diduga mengklaim Qatar telah membeli Piala Dunia 2022 senilai jutaan dolar. Qatar diduga menyuap Wakil Presiden FIFA, Mohamed bin Hammam untuk itu.
"Isi berita itu adalah mengenai dugaan korupsi di tubuh organisasi sepak bola internasional itu, bukan tentang suatu bangsa atau ras tertentu," tutur juru bicara itu.
"Kami percaya peristiwa-peristiwa global seperti piala dunia harus diteliti dengan baik, dan apa yang telah diberitakan itu sesuai investigasi Sunday Times nan melibatkan analisis ratusan juta dokumen, mulai dari email ke catatan bank,” juru bicara itu menambahkan.
Namun, hal ini tidak menghentikan tokoh-tokoh media Qatar untuk mengatakan bahwa ini sebuah tindak rasisme, bahkan mereka mendesak seluruh warga untuk memboikot Inggris sebagai tujuan wisata musim panas ini.
"Menurut pandangan rakyat Qatar, penarikan hak untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 adalah tindakan diskriminatif, bias, bahkan Islamfobia," ucap James Dorsey, seorang kolumnis dan penulis blog, The Turbulent World of Middle East Football.
Awal pekan ini, menurut harian Qatar The Peninsula, seorang tokoh media asal Qatar, Ilham Badr mendesak seluruh pemilik akun Twitter untuk tidak mengunjungi Inggris dan lebih baik mencari kota indah lain yang tidak rasis, serta mencemarkan nama negaranya.
Sosok dari Media di Qatar lainnya, Jabir al-Merri, ikut menyampaikan pendapatnya di Twitter. "Rasisme terhadap orang-orang Arab muncul setelah salah satu negara Arab membuktikan bahwa ia mampu menjadi tuan rumah Piala Dunia."
Salah Strategi Media
"Bermain kartu rasis itu konyol," ucap Michael Stephens, Deputi Direktur Qatar berbasis RIS kepada alarabiya.net, Senin (16/6).
Menurutnya, media Inggris telah melakukan strategi yang salah, dan dapat membuat masalah ini menajdi lebih buruk.
Michael pun menyampaikan hasil survei The Peninsula, yang mengatakan bahwa Qatar adalah negara yang tepat untuk menggelar Piala Dunia 2022.
“The Peninsula telah menyampaikan hasil survei nan dilakukannya pada pemuda Arab. Mereka menemukan bahwa lebih dari 60 persen kaum muda di negara-negara GCC dan 57 persen yang berada di negara-negara Arab non-GCC percaya Qatar adalah pilihan tepat untuk menjadi penyelenggara Piala Dunia 2022,” ucapnya.
Selain itu, dalam upaya menggambarkan Qatar didukung oleh negara-negara tetangganya, pada Senin (16/6), media lokal melaporkan bahwa negara-negara Teluk, dengan Sekretaris Jenderal Abdullatif al-Zayani dari Dewan Kerjasama Teluk menyerang apa yang disebutnya " Kampanye media bias”, ia mengatakan bahwa GCC akan mendukung" Qatar dalam menghadapi semua kelompok yang ragu dan membenci Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022
Dilema lainnya, baru-baru ini Qatar mengikuti kampanye yang mendesak wisatawan dan penduduk asing untuk menghormati aturan berpakaian di negara itu.
Banyak ekspatriat berbicara kepada alarabiya.net, karena mereka bingung pada saat negara itu berencana untuk menyelenggarakan Piala Dunia 2022, terdapat kampanye kampanye "legging bukanlah celana".
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...