DPR AS Loloskan RUU Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
AMERIKA SERIKAT, SATUHARAPAN.COM – Perjuangan perempuan Amerika memperoleh momentum pekan lalu ketika sejumlah perempuan anggota DPR, meloloskan RUU Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (VAWA-Violence Against Women Act).
DPR AS pada hari Kamis 4 April 2019, melakukan pemungutan suara untuk mempertahankan undang-undang yang berusia 25 tahun, yang telah membantu para korban kekerasan dalam rumah tangga dan seksual, meskipun ada keluhan dari Partai Republik bahwa Partai Demokrat mempolitisasi UU dengan memperluasnya menjadi pengawasan senjata.
Sejumlah anggota Kongres perempuan membantah keluhan tersebut. Menurut Gwen Moore seorang anggota DPR dari Wisconsin, "RUU Anti Kekerasan Terhadap Perempuan kita benar-benar bersandar pada, pentingnya mengambil senjata dari para pelaku dan mengurangi kapasitas para pelaku untuk mengakhiri hidup kita, selain mencabut harga diri dan kepercayaan kita,” katanya, dilansir Voaindonesia.com pada Kamis (11/4).
Disamping kemajuan dalam pemungutan suara tersebut, Moore memperingatkan upaya anti kekerasan terhadap perempuan di AS, masih belum selesai, karena perjuangannya masih berlanjut di senat yang dikuasai Partai Republik. Moore tidak berkecil hati sebaliknya ia mengimbau semua perempuan, pemerhati kekerasan untuk terus mengamatinya dengan cermat.
RUU tersebut, menegakkan kembali UU Anti Kekerasan terhadap perempuan termasuk pasal tambahan yang mempermudah mengambil senjata dari pelaku kekerasan meskipun mereka bulan pasangannya.
Gwen Moore mengatakan,”Saya sampaikan kalau anda menentang perlucutan senjata terhadap para pelaku, kalau anda mencabut ketentuan yang melindungi perempuan yang paling rentan dalam komunitas kita maka anda sudah bergabung dengan kelompok yang ingin membungkam suara para korban, membungkam suara yang mengatakan kita tidak akan menjadi korban, kita akan menjadi pemenang."
Perubahan tersebut akan menutup apa yang disebut "celah pasangan" dengan melarang mereka yang dihukum karena menyalahgunakan, menyerang atau membuntuti pasangan kencan atau mantan teman kencan dengan membawa senjata api.
Deb Haaland anggota DPR perempuan lainnya, dari New Mexico menjelaskan, celah yang memungkinkan kekerasan dengan senjata api ini.
Ia mengatakan, "Versi RUU ini sebelumnya memiliki celah. Saya berasal dari komunitas di mana perempuan 10 kali lebih besar kemungkinannya dibunuh, daripada perempuan pribumi yang hilang dan terbunuh terkait dengan kekerasan. VAWA yang kita loloskan ini lebih inklusif dan ada ketentuan yang secara khusus menyasar perempuan Indian dan suku pribumi di daerah perkotaan."
Para pendukung RUU mengatakan, langkah ini sangat penting untuk melindungi perempuan di Amerika yang meninggal karena kekerasan senjata dengan tingkat yang jauh lebih besar daripada negara-negara berpenghasilan tinggi lainnya.
Tetapi Asosiasi Senapan Nasional dan beberapa anggota Partai Republik menyebut, tindakan itu jebakan politik yang dimaksudkan untuk menggambarkan pendukung hak senjata sebagai anti perempuan.
DPR menyetujui RUU itu dengan suara 263 melawan 158 dan kini nasibnya akan bergantung pada sikap Senat AS.
Editor : Melki Pangaribuan
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...