DPR Berperan Penting Jaga Kebinekaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Deputi V Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berperan penting menjaga kebinekaan di Indonesia.
“Harus kita sadari, yang harus kita bina adalah kebinekaan. Kawan-kawan dari LSM (lembaga swadaya masyarakat) atau DPR memiliki tanggung jawab menyelamatkan kebinekaan atau pluralisme yang ada di negara kita,” kata perempuan yang biasa disapa Dani tersebut, saat memberi materi di acara "Laporan Tahunan Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia Tahun 2016 Wahid Foundation", di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta, hari Selasa (28/2).
Dani mengatakan anggota DPR saat ini menjadi satu-satunya harapan. Karena setelah mendengar pemaparan dari Wahid Foundation tentang pelanggaran Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) tahun 2016 di Indonesia, dia merasa yakin DPR dapat melakukan upaya membahas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan lebih cepat, karena saat ini terdapat banyak masalah yang berpotensi menganggu stabilitas Indonesia apabila rancangan tersebut tidak diselesaikan.
Selain itu, kata dia, Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama harus segera direvisi ulang oleh DPR.
“Kawan-kawan DPR seharusnya jeli melihat problem-problem kebangsaan yang ada saat ini, karena sangat mencemaskan,” kata dia.
Masalah tentang kebangsaan atau kebinekaan, kata dia, tidak hanya di Jakarta tetapi di seluruh wilayah Indonesia.
Dani mengapresiasi sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap KBB, namun Dani menyarankan kepada aktivis yang berada di LSM berani berdiskusi di tingkat birokrasi.
“Jadi kalau berjejaring dengan berbagai elemen tidak ada salahnya, karena mungkin dulu ada yang menganggap birokrasi lambat dan menghambat. Tetapi, percayalah, bahwa lewat birokrasi, ide dan kebijakan dapat dijalankan,” kata dia.
Dalam kaitan dengan langkah yang dilakukan pemerintah terhadap KBB, Dani mengemukakan, Presiden Joko Widodo sudah pernah mengajak berbicara tentang masalah tersebut.
“Kalau kita bericara intoleransi ada beberapa regulasi yang selama ini menjadi pembicaraan panjang, tetapi regulasi ini sudah lama dikritik menjadi masalah,” kata dia.
“Antara lain UU Penodaan Agama, SKB (Surat Keterangan Bersama) Dua Menteri,” kata dia.
Presiden Joko Widodo, kata dia, pernah melakukan pembicaran dengan beberapa perwakilan dari Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait dengan pencabutan sejumlah peraturan-peraturan daerah (perda) yang tidak menunjang investasi.
“Ada tiga ribuan perda yang sudah dicabut di bidang investasi, tetapi perda yang berkaitan dengan hubungan toleransi masih dalam proses,” kata dia.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...