DPR dan Pemerintah Setujui RUU TNI Disahkan Paripurna
Protes dari kelompok HAM dan mahasiswa.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menyetujui Revisi Undang-undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) disahkan dalam Rapat Paripurna. Utut menetapkan RUU TNI dalam keputusan tingkat I di Panja dengan persetujuan seluruh fraksi di Komisi I DPR.
Hal ini diungkapkannya dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI bersama Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas. Utut menyebut RUU TNI akan disahkan menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna waktu terdekat oleh Pimpinan DPR. Namun berita terakhir menyebutkan rapat paripuna digelar hari Kamis (20/3)
"Semua menyatakan persetujuannya dengan berbagai catatan yang akan menjadi catatan kita semua. Apakah RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk selanjutnya dibawa ke pembicaraan Tingkat II untuk disetujui menjadi UU, apakah dapat disetujui, setuju ya, terima kasih," kata Utut di Ruang Rapat Komisi I DPR, pada hari Selasa (18/3/2025).
Utut menjelaskan, ada tiga pasal yang dibahas dalam RUU TNI yakni Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53. Pasal 3 mengatur kedudukan TNI, Pasal 53 mengatur usia pensiun TNI, dan Pasal 47 mengatur pos kementerian lembaga.
"Kita sudah mengundang semua stakeholder dan terakhir juga kita telah menyelesaikan rapat Panja dilanjut dengan tim perumus dan tim sinkronisasi dan Timus, Timsin, juga telah melaporkan kepada Panja. Kita juga sudah rapat dengan panglima TNI, para Kepala Staf Angkatan Darat, Laut dan Udara," ucapnya.
Protes Kelompok HAM
Kelompok hak asasi manusia di Indonesia pada hari Rabu (19/3) mendesak parlemen untuk menolak revisi Undang-undang TNI yang kontroversial, dengan mengatakan bahwa hal itu akan membawa negara kembali ke era dominasi militer dan menciptakan ketidakpastian hukum.
Parlemen Indonesia akan mengesahkan undang-undang tersebut pada hari Kamis (20/3) dalam sidang paripurna setelah komite DPR yang mengawasi militer menyetujui perubahan tersebut, yang akan memungkinkan personel angkatan bersenjata untuk menduduki lebih banyak jabatan sipil.
Kelompok hak asasi manusia dan organisasi mahasiswa menyerukan protes digelar di luar parlemen pada hari Kamis.
Kelompok hak asasi manusia, Lembaga Bantuan Hukum, mengatakan revisi tersebut akan membawa Indonesia kembali 30 tahun ke era di mana mendiang pemimpin kuat Suharto menggunakan militer untuk mendominasi urusan sipil dan menghancurkan perbedaan pendapat di negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia itu.
“Revisi tersebut merupakan kejahatan legislatif yang mengancam rakyat Indonesia dan masa depan demokrasi,” kata Arif Maulana, wakil ketua lembaga tersebut.
Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, mantan komandan pasukan khusus dan mantan menantu Soeharto, telah memperluas peran angkatan bersenjata sejak menjabat pada bulan Oktober.
Pemerintah membela RUU tersebut dengan mengatakan bahwa RUU tersebut memuat berbagai kekhawatiran dan mengencerkannya dengan menetapkan bahwa perwira militer harus mengundurkan diri terlebih dahulu sebelum ditempatkan di sebagian besar peran sipil.
Seorang anggota parlemen dari partai oposisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Nico Siahaan, mengatakan pemerintah menambahkan lebih banyak lembaga tempat prajurit aktif dapat diangkat, termasuk sekretariat negara, Kantor Kejaksaan Agung, serta lembaga anti terorisme dan narkotika.
Prajurit aktif di Kantor Kejaksaan Agung akan memengaruhi transparansi proses hukum yang melibatkan personel militer, kata Arif, seraya menambahkan bahwa ada risiko angkatan bersenjata menggunakan kekerasan dalam peran sipil.
Membiarkan militer lebih terlibat dalam urusan sipil juga dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan impunitas, kata Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia.
Budi Djiwandono, wakil ketua panitia yang mengawasi RUU TNI, mengatakan pemerintah akan memastikan bahwa pemerintah menegakkan supremasi sipil.
Djiwandono, yang juga keponakan Prabowo, menambahkan bahwa tidak ada personel militer aktif yang akan ditempatkan di perusahaan milik negara, menepis kekhawatiran bahwa mereka akan terlibat dalam bisnis.
Partai oposisi mendesak semua pihak untuk memantau pelaksanaan undang-undang tersebut untuk memastikan tidak ada perluasan peran militer lebih lanjut, kata Siahaan. (dengan Reuters)
Editor : Sabar Subekti

AS dan Israel Berencana Pindahkan Warga Palestina dari Gaza ...
JALUR GAZA, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat dan Israel telah menghubungi pejabat dari Sudan, Somalia...