DPR Desak Pemerintah Atasi Aksi Mogok di JICT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Komisi V DPR RI, Fahri Djemi Francis mendesak pemerintah mengatasi aksi mogok kerja karyawan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Jakarta International Container Terminar (JICT) Pelabuhan Indonesia II Tanjung Priok.
“Komisi V DPR RI meminta Pemerintah agar permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik agar arus logistik dapat kembali lancar, tidak ada hambatan serta kapasitasnya dapat ditingkatkan,” kata Fahri dalam konferensi pers di Komplek Parlemen, Jakarta, hari Kamis (30/7).
Fahri mengatakan, Komisi V DPR RI mendesak Pemerintah untuk meninjau kembali proses pemberian konsesi kepada pihak-pihak terkait sesuai dengan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
“Komisi V DPR RI mendesak Pemerintah untuk melakukan penguatan kelembagaan dan kewenangan Otoritas Pelabuhan sesuai dengan Undang-undang nomer 17 tahun 2008 tentang Pelayaran,” katanya.
Menurut Fahri, antrean truk kontainer memanjang di simpang Pos sembilan Tanjung Priok, Jakarta Utara. “Kerugian ekonomi akibat mogok ini sekitar Rp 65 miliar per hari,” katanya.
Akibat aksi mogok kerja ini, antrean truk kontainer masih tampak memanjang di sepanjang jalan pelabuhan, terutama di jalan Raya Pelabuhan, jalan Raya Sudarso, jalan Raya Cilincing Marunda, jalan RE Martadinata hingga jalan Lodan.
Kronologi Mogok Kerja
Sebelumnya, karyawan TKBM di JICT Pelabuhan Indonesia II (Tanjung Priok) kembali melakukan aksi mogok kerja yang dimulai sejak hari Senin (27/7).
Direncanakan mereka akan melakukan aksi mogok kerja hingga lima hari ke depan, tanggal 1 Agustus 2015. Selain melakukan mogok kerja, para karyawan juga melarang kendaraan kontainer untuk memasuki area bongkar muat.
Hal itu menyebabkan antrean kendaraan di ruas Jalan Raya Pelabuhan, yang menuju Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara. Hal yang sama juga terjadi dari arah sebaliknya.
Dalam tuntutannya, Serikat Pekerja (SP JICT) meminta pemerintah mencabut pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh Dirut Pelindo II, membatalkan perpanjangan konsesi JICT, dan mencopot Dirut PT. Pelindo II RJ Lino.
SP JICT juga meminta pemerintah memberikan perlindungan di perusahaan terminal pelabuhan tersebut. Pasalnya, pekerja berusaha membongkar dugaan kecurangan dalam perpanjangan kontrak kerja sama pengelolaan pelabuhan.
Menurut keterangan yang diterima satuharapan.com, Ketua SP JICT, Nova Hakim mengatakan pemerintah perlu melindungi pekerja JICT dari aksi sewenang-wenang oknum PT Pelindo II. “Hal ini terkait upaya konstruktif membongkar dugaan pelanggaran undang-undang dan kerugian negara dalam perpanjangan konsesi di pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia oleh Pelindo II kepada Hutchison Port Holdings (HPH),” katanya.
Selain itu, menurut Nova Hakim, ada beberapa preseden besar tindakan arogan dari petinggi Pelindo II. “Tahun 2011, mereka memecat Direktur Keuangan Pelindo II karena menolak pembayaran pembelian alat bongkar muat HDHM dari Tiongkok dengan mekanisme penunjukkan langsung,” katanya.
Ketua SP JICT mengatakan, dua tahun lalu petinggi Pelindo II juga memecat 33 pegawai setingkat senior manager dan manager karena mengkritik soal pembelian crane bermasalah. Kata dia, petinggi Pelindo II juga telah melakukan beberapa aksi intimidasi kepada karyawan JICT.
“Saat ini banyak pihak yang sudah terbuka mengakui proses perpanjangan konsesi JICT janggal,” katanya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bangladesh Minta Interpol Bantu Tangkap Mantan PM Sheikh Has...
DHAKA, SATUHARAPAN.COM-Sebuah pengadilan khusus di Bangladesh pada hari Selasa (12/11) meminta organ...