DPR RI Setuju RUU KHUP Disahkan Menjadi Undang-undang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Rapat Paripurna DPR RI pada hari Selasa (6/12) menyetujui Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) untuk disahkan menjadi undang-undang.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, memimpin rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta. Seluruh anggota DPR yang hadir menyetujui RUU KUHP untuk disahkan menjadi undang-undang.
Seluruh fraksi di DPR sudah menyatakan pendapat di tingkat I terkait RUU KUHP untuk dibawa dalam rapat paripurna untuk pengambilan keputusan.
"Ada fraksi yang menyampaikan catatan terkait RUU KUHP. Saya sudah berikan kesempatan pada fraksi untuk sampaikan catatan tersebut ke rapat paripurna namun meminta mencabut pasal dalam RUU KUHP, itu namanya tidak konsisten," kata Dasco Ahmad.
Pernyataan dia itu dikatakan setelah anggota Fraksi PKS DPR RI, Iskan Qolba Lubis, yang sempat memberikan interupsi dalam rapat paripurna untuk menyampaikan dua catatan terhadap RUU KUHP.
Namun Ahmad langsung memotong interupsi tersebut karena Lubis meminta agar pasal penghinaan terhadap presiden dan lembaga dihapus. Padahal menurut dia, Fraksi PKS dalam pengambilan keputusan di tingkat I sudah sepakat RUU KUHP dibawa ke rapat paripurna.
Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto, mengatakan RUU KUHP sangat diperlukan masyarakat Indonesia dalam rangka mereformasi hukum pidana nasional, mereformasi hukum pidana nasional sesuai tujuan pembangunan nasional.
Hal tersebut menurut dia untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur serta mewujudkan kesamaan dan HAM.
Ia menilai muatan dalam RUU KUHP mencerminkan paradigma pemidanaan bukan hanya untuk memberikan efek jera dan pembalasan namun mewujudkan keadilan.
Menurut dia, RUU KUHP memuat penyempurnaan secara holistik dengan mengakomodir semua pendapat masyarakat agar tidak ada kriminalisasi dan kesewenang-wenangan yang dilakukan aparat penegak hukum.
Perwakilan pemerintah yang hadir dalam rapat paripurna DPR itu adalah Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly.
Waktu Transisi Pelaksanaan
Revisi KUHP telah lama ditunggu-tunggu. Setelah dietujui untuk disahkan, KUHP baru harus ditandatangani oleh presiden, sehingga tidak akan segera berlaku.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Hiariej, mengatakan undang-undang baru itu “banyak peraturan pelaksana yang harus diselesaikan, jadi tidak mungkin dalam satu tahun,” tapi butuh waktu maksimal tiga tahun untuk transisi dari undang-undang lama ke undang-undang baru.
Beberapa pasal yang direvisi, termasuk yang membuat seks di luar nikah dapat dihukum satu tahun penjara dan kohabitasi (tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan) selama enam bulan, tetapi tuduhan perzinahan harus didasarkan pada laporan polisi yang diajukan oleh pasangan, orang tua atau anak mereka.
Ia juga mengatakan promosi kontrasepsi dan penodaan agama adalah ilegal, dan mengembalikan larangan menghina terhadap presiden dan wakil presiden yang sedang menjabat, lembaga negara dan ideologi nasional. Penghinaan terhadap presiden yang menjabat harus dilaporkan oleh presiden dan dapat menyebabkan hukuman penjara hingga tiga tahun.
Hiariej dikutip AP mengatakan pemerintah memberikan "penjelasan seketat mungkin yang membedakan antara penghinaan dan kritik."
Aturan tersebut mempertahankan bahwa aborsi adalah kejahatan, tetapi menambahkan pengecualian untuk perempuan dengan kondisi medis yang mengancam jiwa dan pemerkosaan, asalkan janin berusia kurang dari 12 pekan, sesuai dengan apa yang sudah diatur dalam Undang-undang Praktik Kedokteran 2004.
Kritikan Kelompok HAM
Kelompok HAM mengkritik beberapa revisi karena terlalu luas atau tidak jelas dan memperingatkan bahwa memasukkannya ke dalam KUHP baru dapat menghukum aktivitas normal dan mengancam kebebasan berekspresi dan hak privasi.
Namun, beberapa advokat memujinya sebagai kemenangan bagi minoritas LGBTQ di negara itu. Anggota parlemen selama sesi musyawarah yang sengit akhirnya setuju untuk mencabut pasal yang diusulkan oleh kelompok-kelompok Islam yang akan membuat seks gay ilegal.
Aturan tersebut juga akan mempertahankan hukuman mati dalam sistem peradilan pidana meskipun ada seruan dari Komnas HAM dan kelompok lain untuk menghapuskan hukuman mati, seperti yang telah dilakukan puluhan negara lain.
Revisi hukum pidana telah lama diproses untuk diubah dari warisan pemerintahan kolonial Belanda. RUU sebelumnya siap untuk disahkan pada tahun 2019, tetapi Presiden Joko Widodo mendesak anggota parlemen untuk menunda pemungutan suara atas RUU tersebut di tengah meningkatnya kritik publik yang menyebabkan protes nasional ketika puluhan ribu orang turun ke jalan.
Para penentang mengatakan itu kurang transparan dalam proses pembuatan undang-undang dan berisi pasal-pasal yang mendiskriminasi minoritas. Jokowi telah menginstruksikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk mendapatkan masukan dari berbagai komunitas sementara anggota parlemen membahas pasal-pasal tersebut.
Satuan tugas parlemen menyelesaikan RUU itu pada November dan anggota parlemen dengan suara bulat menyetujuinya pada hari Selasa.
Aturan baru mengatakan hukuman mati dijatuhkan sebagai alternatif dengan masa percobaan. Artinya, hakim tidak bisa serta merta menjatuhkan hukuman mati. Jika dalam jangka waktu 10 tahun terpidana berperilaku baik, maka hukuman mati diubah menjadi penjara seumur hidup atau penjara 20 tahun.
Aturan tersebut juga memperluas Undang-undang Penodaan Agama yang ada dan mempertahankan hukuman penjara lima tahun untuk penyimpangan dari prinsip utama enam agama yang diakui di Indonesia: Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Warga negara dapat menghadapi hukuman 10 tahun di bawah RUU karena bergabung dengan organisasi yang mengikuti ideologi Marxis-Leninis dan hukuman empat tahun karena menyebarkan komunisme.
Human Rights Watch, dikutip AP, mengatakan pada hari Selasa bahwa undang-undang yang menghukum kritik terhadap pemimpin publik bertentangan dengan hukum internasional, dan fakta bahwa beberapa bentuk ekspresi dianggap menghina tidak cukup untuk membenarkan pembatasan. (dengan Antara/AP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...