DPR Sahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyetujui Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna yang digelar di Jakarta, Kamis (7/10).
“Saya akan bertanya sekali lagi apa kah RUU HPP dapat disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang?” kata Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar.
Sidang pengambilan keputusan ini dimulai dengan laporan dari Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie OFP mengenai proses pembahasan RUU HPP, pendapat fraksi-fraksi dan hasil pembicaraan dalam tingkat I.
Dolfie mengatakan terdapat delapan fraksi yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan yang menerima hasil kerja Panitia Kerja dan menyetujui RUU HPP dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II di Rapat Paripurna DPR RI.
“Adapun PKS belum menerima hasil kerja Panja dan menolak RUU HPP untuk dilanjutkan pada tahap pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI,” ujarnya.
Pertimbangan penolakan PKS adalah karena tidak sepakat dengan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen yang kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi nasional.
PKS juga menolak kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, pelayanan sosial dan layanan keagamaan kena pajak meski saat ini tarif PPN masih 0 persen namun dengan barang kena pajak berpotensi dikenakan pajak.
“PKS juga menolak pasal-pasal pengampunan suka rela harta wajib pajak tax amnesty. Tahun 2016 PKS resmi menolak UU tax amnesty,” tegas Dolfie.
Sementara Gerindra menilai program tax amnesty akan memfasilitasi wajib pajak untuk patuh dan terintegrasi di sistem perpajakan sehingga program ini dapat meningkatkan kepatuhan dan suka rela yang berdampak signifikan terhadap penerimaan perpajakan.
PDIP meminta pemerintah untuk memperhatikan aspirasi kelompok menengah bawah dan pelaku UMKM dengan tetap berkomitmen kebutuhan pokok, jasa pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dibebaskan dari pengenaan PPN.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi struktural di bidang perpajakan dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia Maju.
Menurutnya, pandemi COVID-19 justru memberikan momentum dan sudut pandang baru dalam menata ulang serta membangun fondasi baru perekonomian termasuk menata ulang sistem perpajakan agar lebih kuat.
Reformasi perpajakan diselaraskan dengan langkah pemerintah dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi dan meningkatkan kualitas kebijakan fiskal sebagai instrumen kebijakan mendukung pembangunan nasional.
“Reformasi perpajakan bertujuan untuk meningkatkan tax ratio dan kepatuhan pajak agar menjadi lebih baik,” katanya.
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...