DPR Setuju RUU Perlindungan Data Pribadi Disahkan Jadi Undang-undang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-DPR RI dan Pemerintah menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) untuk disahkan menjadi Undang-undang (UU), dalam rapat paripurna DPR RI hari Selasa (20/9) di Jakarta.
"Proses pembahasan panjang tersebut telah menghasilkan dan menyepakati 16 bab dan 76 pasal dalam RUU dimaksud. Disahkannya RUU PDP menjadi Undang-undang hari ini menandai era baru dalam tata kelola data pribadi di Indonesia, khususnya di ranah digital," kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, di Gedung DPR RI.
Hadirnya UU PDP diharapkan mampu memberi kemajuan di berbagai bidang. Dari sisi kenegaraan dan pemerintahan, UU PDP dapat dimaknai sebagai pengejawantahan kehadiran negara dalam melindungi hak fundamental warga negara untuk perlindungan data pribadi, khususnya di ranah digital.
UU PDP juga akan memperkuat peran dan kewenangan pemerintah dalam menegakkan serta mengawasi kepatuhan dan kewajiban seluruh pihak yang memproses data pribadi baik publik maupun privat atau swasta.
Sementara dari sisi hukum, UU PDP dapat dimaknai sebagai kehadiran sebuah payung hukum perlindungan data pribadi yang lebih komprehensif, memadai, dan berorientasi ke depan.
UU PDP juga akan memberikan kesetaraan dan keseimbangan hak subjek data pribadi dengan kewajiban pengendali data pribadi di mata hukum.
Dalam bidang tata kelola pemrosesan data pribadi, kehadiran UU PDP akan mendorong reformasi praktik pemrosesan data pribadi di seluruh pengendali data pribadi, baik di sektor pemerintahan maupun privat atau swasta untuk menghormati hak subjek data pribadi.
Selain itu, juga untuk mematuhi prinsip perlindungan data pribadi, memenuhi dasar pemrosesan data pribadi, serta melaksanakan keseluruhan kewajiban perlindungan data pribadi, termasuk dalam memberikan perlindungan kepada kelompok rentan, khususnya anak dan penyandang disabilitas.
Dari sisi ekonomi dan bisnis, pemerintah berharap agar kepatuhan terhadap kewajiban-kewajiban perlindungan data pribadi dalam UU PDP tidak dipandang sebagai beban. Melainkan dapat dimaknai sebagai kesempatan untuk meningkatkan standar industri, menjawab kebutuhan dan tuntutan konsumen terhadap perlindungan data pribadi yang memadai, dan pada akhirnya akan meningkatkan nilai serta daya saing dari pelaku ekonomi digital nasional di kancah global.
"Dari aspek pengembangan teknologi, Undang-undang PDP akan mengedepankan penggunaan perspektif perlindungan data pribadi dalam setiap pengembangan teknologi baru sehingga akan mendorong inovasi yang beretika, bertanggung jawab, dan menghormati hak asasi manusia," kata Johnny.
Dari sisi budaya, UU PDP diharapkan akan memicu penyesuaian kesadaran dan kebiasaan masyarakat untuk lebih menyadari dan menjaga data pribadinya serta menghormati hak perlindungan data pribadi orang lain. Pengaturan dalam UU PDP akan menjadikan perlindungan data pribadi yang kuat sebagai kebiasaan baru di masyarakat seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi yang pesat
Dari sisi sumber daya manusia, UU PDP akan mendorong pengembangan ekosistem untuk memperbanyak talenta baru dalam bidang perlindungan data pribadi.
Dari sisi hubungan internasional, UU PDP akan memperkuat kepercayaan dan rekognisi terhadap kepemimpinan Indonesia dalam tata kelola data global.
Johnny mengatakan hal tersebut sejalan dengan upaya-upaya Indonesia dalam G20 yang menginisiasi pengadopsian tiga prinsip dalam data free flow with trust and cross-border data flow. Tiga prinsip tersebut yakni keabsahan (lawfullness), keadilan (fairness), dan transparansi (transparency).
"Penegakan ketentuan perlindungan data pribadi perlu komitmen bersama semua pihak yang terlibat, baik pemerintah sebagai pengawas, aparat penegak hukum, para penyelenggara sistem elektronik publik dan privat, dan masyarakat," kata Johnny.
"Kebocoran data pribadi dapat meningkatkan ketidakpercayaan publik dan dapat berdampak pada pembangunan sektor ekonomi digital yang saat ini bertumbuh dan berkembang dengan cepat," sambung dia.
Dalam kesempatan itu, Johnny juga melaporkan bahwa sejak 2019, pemerintah telah menangani 67 laporan pelanggaran perlindungan data pribadi, dengan rincian 41 laporan dari penyelenggara sistem elektronik lingkup privat serta 26 laporan dari lingkup publik. Dari 67 laporan yang ditelusuri, 19 laporan bukan merupakan pelanggaran perlindungan data pribadi, 15 laporan masih dalam proses penelusuran dan 33 laporan telah selesai dilaksanakan.
"Dari 33 laporan yang telah selesai dan diberikan sanksi dan atau rekomendasi, terdapat sembilan pengendali data pribadi dari sektor publik dan 24 pengendali data pribadi dari sektor privat atau sektor swasta," kata dia.
Ke depan, Johnny mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen menjalankan langkah penguatan strategis di semua hal, baik dalam bidang penyusunan regulasi dan kebijakan perlindungan data pribadi, pengawasan kepatuhan dan penegakan hukum yang efektif.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...