Drone Pintar untuk Tanggulangi Penangkapan Ikan Ilegal
LONDON, SATUHARAPAN.COM – Drone, yang dipandu oleh teknologi kecerdasan buatan untuk menangkap perahu-perahu yang menangkap ikan di daerah terlarang, menjadi salah satu pemenang penghargaan perlindungan kelautan hari Jumat (8/6). Dalam waktu tidak terlalu lama kemungkinan drone itu dapat dioperasikan untuk menanggulangi penangkapan ikan ilegal, kata panitia.
Proyek pemenang penghargaan itu, bertujuan untuk mendukung otoritas memburu kapal-kapal penangkap ikan illegal, dengan memanfaatkan drone yang dilengkapi kamera untuk memantau kawasan lautan yang luas.
Penangkapan ikan secara ilegal dan penangkapan ikan berlebihan, telah membuat persediaan ikan menurun di seluruh dunia, yang menyebabkan kerugian yang mencapai miliaran dolar per tahun, dan mengancam mata pencaharian masyarakat desa pesisir, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
The National Geographic Society menganugerahkan penghargaan kepada proyek itu, yang dikembangkan bersama oleh ATLAN Space yang berpusat di Maroko, dan dua inovasi lain senilai $150.000 (Rp 2 miliar) untuk masing-masing pemenang, guna mengimplementasikan rencana mereka sejalan dengan peringatan Hari Samudra Dunia pada hari Jumat (8/6).
Drone itu dapat mencapai jarak 700 km, dan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI), untuk membantu mereka melacak kapal-kapal penangkap ikan, kata pendiri ATLAN Space, Badr Idrissi.
“Begitu drone mendeteksi sesuatu, drone akan mendekati dan mengidentifikasi apa yang mereka lihat,” kata Idrissi kepada Thomson Reuters Foundation lewat telepon.
Idrissi mengatakan, teknologi yang akan mulai dirintis penggunaannya di Seychelles akhir tahun ini, lebih efektif dibandingkan patroli laut tradisional dan memungkinkan para penjaga pantai untuk menghemat biaya dan waktu.
Mulai dari kapal pukat yang memanfaatkan pelacakan dengan satelit di laut lepas, hingga algoritma komputer untuk mengidentifikasi berbagai perilaku ilegal, berbagai teknologi baru semakin membantu para penjaga pantai di seluruh dunia.
Kecerdasan buatan (AI), memungkinkan drone untuk memeriksa nomor identifikasi perahu, memastikan apakah perahu itu menangkap ikan di dalam kawasan yang dilindungi atau tanpa izin, melakukan verifikasi apakah perahu itu dikenal pihak otoritas dan menghitung orang yang ada di kapal tersebut, kata Idrissi.
Seandainya ada sesuatu yang tidak beres, maka sistem ini dapat mengirimkan peringatan kepada pihak otoritas.
Pemenang lainnya adalah Marine Conservation Cambodia, yang menggunakan bongkahan beton bawah air untuk merintangi penggunaan jaring yang ditarik di sepanjang dasar laut, dan Pelagic Data Systems yang berpusat di AS, yang berencana memerangi penangkapan ikan ilegal di Thailand dengan memanfaatkan teknologi pelacakan.
“Inovasi dari tiga tim pemenang ini berpotensi untuk meningkatkan penangkapan ikan yang berkelanjutan di sistem pesisir,” kata ilmuwan kepala di National Geographic Society, Jonathan Baillie, dalam sebuah pernyataan.
Sebagian besar populasi ikan di dunia telah ditangkap secara berlebihan atau dieksploitasi penuh, menurut lembaga pangan PBB, dan konsumsi ikan meningkat di atas 20 kilogram per orang di sepanjang tahun 2016.
Hasil tangkapan ikan di tingkat global menurun sebesar 1,2 juta ton per tahun sejak 1996, menurut The Sea Around Us, sebuah inisiatif penelitian yang melibatkan University of British Columbia dan University of Western Australia. (voaindonesia.com)
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...