Dua Orang Indonesia Diabadikan Sebagai Pahlawan Israel
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM - Righteous Among the Nations (RAtN) adalah sebuah istilah kehormatan yang digunakan Israel untuk menggambarkan orang non-Yahudi yang mempertaruhkan nyawa mereka menyelamatkan orang Yahudi selama era Holocaust dari pemusnahan oleh kaum Nazi.
Mereka dipandang sebagai pahlawan bagi Israel.
Cikal bakal penghargaan ini adalah ketika Yad Vashem, otoritas untuk memperingati pahlawan Israel, didirikan pada tahun 1953 dan ditugaskan untuk memperingati RAtN. Sejak tahun 1963, komisi yang dipimpin oleh hakim Mahkamah Agung Israel itu, ditugaskan pula untuk memberikan penghargaan RAtN kepada mereka yang dianggap layak.
Menurut data Wikipedia, per 1 Januari 2016, telah ada 26.120 orang dari seluruh dunia yang didaftarkan sebagai RAtN. Lima negara terbanyak warganya menerima penghargaan ini adalah Polandia, 6.620 orang, disusul oleh Belanda, 5.516, Prancis, 3.925, Ukraina, 2.544 dan Belgia 1.707 orang.
Penyelamat berdarah Indonesia-Belanda, Tolé Madna dan Mima Saina, berpose dengan Alfred Münzer, yang disembunyikan mereka di Den Haag. (Foto: US Holocaust Memorial Museum, courtesy of Alfred Münzer)
Yang menarik, dari Indonesia ternyata ada dua orang yang masuk dalam daftar pahlawan Israel tersebut. Mereka adalah Tole Madna dan Saina Mima. Menurut daftar yang dibuat Yad Vashem, Tole Madna dicatat sebagai pahlawan Israel pada tahun 2003 dengan nomor 9887. Sedangan Mima Saina juga dicatat di tahun yang sama dengan nomor 9887.1. Mereka dijadikan pahlawan atas rekomendasi Congregation Adas Israel di Washington D.C. dan Senator California, Henry A. Waxman.
Bagaimana mereka menjadi pahlawan bagi Israel?
Kisah kepahlawanan mereka berkaitan dengan kisah pasangan Yahudi, Simcha Munzer dan Gisele. Keduanya merupakan sepupu dan bertemu saat berada di Polandia.
Ketika berusia 18 tahun, Simcha hijrah ke Hague, Belanda. Di sana dia membuka sebuah butik pakaian. Sedangkan Gisele tinggal di rumah kakaknya di Berlin sebelum akhirnya menuju Hague di awal Desember 1932. Mereka kemudian menikah pada 16 Desember 1932.
Pernikahan mereka dianugerahi tiga orang anak, yakni Eva, Leah dan juga Alfred Munzer. Ketika Alfred lahir pada tahun 1941, Belanda diinvasi oleh Jerman. Orang-orang Yahudi menjadi target utama Jerman, termasuk yang ada di Belanda. Eva, Leah dan Alfred terancam nyawanya.
Untuk menyelamatkan anak-anaknya, Gisele memilih menjual semua harta yang dia miliki dan menitipkan anaknya kepada para tetangga yang bersedia menyembunyikan mereka. Sedangkan Simcha, sebagaimana dikisahkan oleh Wikipedia, pura-pura mencoba bunuh diri dan dibawa ke rumah sakit jiwa. Gisele pun menyusul setelah menitipkan ketiga anaknya.
Münzer dan Tolé Madna duduk di luar memegang ayam saat kunjungan pasca-perang. (Foto: US Holocaust Memorial Museum, courtesy of Alfred Münzer)
Alfred kala itu dititipkan kepada seorang tetangga yaitu Annie Madna. Tetapi tak berapa lama. Karena merasa kurang aman, Annie menitipkan Alfred kepada adik perempuannya. Saat itu seorang Belanda simpatisan Nazi tinggal di sebelah rumah mereka dan itulah alasannya memindahkan Alfred.
Demi keselamatan Alfred, Annie menghubungi mantan suaminya, Tole Madna, seorang imigran asal Indonesia. Tole Madna lah kemudian yag merawat Alfred hingga Perang Dunia II berakhir.
Di bawah perawatan Tole Madna Alfred mengenal Mima Saina. Mima Saina adalah seorang pembantu rumah tangga di rumah Tole Madna. Namun, sepanjang hidupnya, Alfred mengenalnya sebagai ibu angkat.
Sulung Lahitani Mardinata, yang menulis dalam laman blog citizen6, mengutip informasi dari situs arsip United States Holocaust Memorial Museum, yang menyebutkan Alfred bercerita bahwa lagu "Nina Bobo" yang dinyanyikan Mima pernah menyelamatkan nyawa mereka. Berkat lagu itu, Alfred tidur pulas saat tentara Nazi melakukan penggeledahan sehingga Alfred aman disembunyikan. Bahkan, Mima pernah berjalan bermil-mil demi mendapatkan susu bagi Alfred.
Sementara itu, Gisele dan suaminya sempat beberapa kali pindah dari kamp ke kamp setelah rumah sakit tempat mereka bersembunyi diserbu oleh Nazi. Di awal tahun 1943, orang tua Alfred dideportasi ke Vught dan setahun kemudian ke Auschwitz di mana mereka terpisah.
Pada bulan Januari 1945, Simcha dikirim ke Mauthausen dan sejumlah kamp lain sebelum dibebaskan di Ebensee. Ia meninggal dua bulan kemudian di sebuah biara terdekat di mana ia menerima perawatan medis.
Sementara itu Gisele dikirim dari Auschwitz untuk bekerja di salah satu pabrik Telefunken dekat Reichenbach. Setelah pabrik tersebut dibom pada musim panas tahun 1944, ia dibawa ke serangkaian kamp konsentrasi, yang akhirnya tiba di Ravensbrück. Pada musim semi tahun 1945, ia dievakuasi oleh Palang Merah Swedia dan pada bulan Agustus dipulangkan ke Belanda.
Menurut ushmm.org, Gisele ketika bertemu kembali dengan Alfred, putra bungsunya itu berumur empat tahun. Ia tidak ingat siapa siapa Gisele. Untuk mempermudah peralihan, Gisele mengundang ibu pengganti Alfred, Mima, untuk terus merawatnya. Namun, beberapa bulan kemudian Mima meninggal dunia.
Saat Alfred berusia enam tahun, ibunya membuka toko kosmetik di Belanda. Pada tahun 1952, mereka pindah ke Belgia di mana mereka tinggal sampai berimigrasi ke Amerika Serikat pada tahun 1958. Di kemudian hari Alfred menjadi seorang ahli penyakit dalam dan spesialis paru tinggal di Washington DC, Amerika Serikat.
Akan halnya Tole Madna dan Mima Saina tidak banyak informasi yang diperoleh.Congressional Record, menyebutkan bahwa Tole Madna merupakan orang Indonesia beragama Katolik yang menetap di Belanda, sedangkan Mima Saina adalah pembantu Tole yang beragama Islam.
Editor : Eben E. Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...