Earth Hour WWF 2018 bagi Masa Depan Bumi yang Lestari
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Earth Hour tahun ini akan dilaksanakan serentak secara global pada Sabtu, 24 Maret, pukul 20.30 (waktu setempat), dan difokuskan pada menggalang dukungan untuk aksi penyelamatan alam.
“Ini adalah fondasi bagi seluruh kehidupan kita di bumi. Saat kita telah mengeksploitasi bumi dan sistem alaminya sampai ambang batas. Earth Hour adalah kesempatan untuk menggunakan kekuatan kita, sebagai individu atau kolektif, untuk melindungi kehidupan di Bumi dan masa depan kita sendiri," kata Marco Lambertini, Direktur Jenderal, WWF International, seperti dilansir situs www.wwf.or.id.
Diawali sebagai sebuah gerakan simbolis mematikan lampu di Sydney (Australia) tahun 2007, Earth Hour kini diselenggarakan di lebih dari 180 negara dan wilayah, sebagai momen solidaritas global untuk planet Bumi. Dalam jaringan, tagar #EarthHour dan berbagai tagar lain yang relevan, mencatat 3,5 miliar impresi menjelang momen Earth Hour, menjadi topik paling tren di sedikitnya 30 negara.
Gerakan Earth Hour ini telah membantu penciptaan 3,4 juta hektare kawasan lindung laut di Argentina, hutan seluas 2.700 hektare di Uganda, dan membantu undang-undang baru untuk perlindungan laut dan hutan di Rusia.
Tahun 2018, tim WWF dan Earth Hour di seluruh dunia akan menyoroti masalah lingkungan yang paling relevan di negara atau wilayah masing-masing.
Di Kolombia, orang-orang akan menyerukan agar negara tersebut menargetkan zero deforestasi pada tahun 2020. Polinesia Prancis diperkirakan akan bergerak untuk melindungi 5 juta kilometer persegi lautnya untuk melestarikan ekosistem laut.
Di Guatemala, seluruh warga akan mengangkat suara mereka mengenai pentingnya konservasi air tawar. Di India, orang akan berjanji untuk beralih ke gaya hidup yang berkelanjutan. Di Nepal, WWF akan memobilisasi dukungan publik untuk masa depan energi bersih dan terbarukan untuk semua.
Earth Hour di Indonesia
Earth Hour di Indonesia didukung oleh 67 kota, digerakkan oleh 1500 volunteer aktif yang tersebar di 31 kota, dan mencatat 2 juta pendukung melalui aktivasi digital. Sejak tahun 2014 sampai dengan 2017, WWF-Indonesia dan komunitas Earth Hour Indonesia terlibat aktif dalam menginisiasi program konservasi, dan telah melakukan transplantasi terumbu karang sebanyak 1.460 bibit karang pada 5 titik lokasi di Bali, dan pembibitan serta penanaman mangrove sebanyak 13.110 bibit di 6 wilayah, yaitu Bali, Surabaya, Balikpapan, Aceh, Tangerang, dan Serang.
Pada pelaksaan Earth Hour 2018 di Indonesia, WWF dan Komunitas Earth Hour di 31 Kota, akan berfokus pada empat isu utama, yaitu menginisiasi kampanye kawasan bebas sampah di 31 kota, melakukan penanaman mangrove sebanyak 26.000 bibit di lebih dari 15 wilayah seluruh Indonesia, menginisiasi komitmen 9 kampus di 9 kota untuk program pembangunan kesadaran konsumen akan pola konsumsi yang berkelanjutan, serta menggerakkan kampanye pembangunan kesadaran terkait keanekaragaman hayati dan kampanye antiperdagangan satwa liar yang dilindungi pada 310 sekolah di 31 kota seluruh Indonesia.
“Earth Hour di Indonesia dikenal dunia sebagai gerakan komunitas terbesar. Selama 3 tahun ke depan Komunitas Earth Hour bersama WWF-Indonesia, akan mendukung pemerintah Indonesia untuk pencapaian komitmen pengurangan emisi sebanyak 26 persen pada 2020, melalui gerakan reforestasi,” kata Dewi Satriani, Manajer Kampanye WWF-Indonesia.
Selain itu, gerakan ini juga akan mendukung pencapaian target SDG 12, yaitu pola konsumsi dan produksi berkelanjutan. “Kami mengajak seluruh pendukung baik individu, komunitas, organisasi, pelaku bisnis, pemerintah, media untuk terlibat secara langsung dalam seluruh aksi yang dilakukan,” kata Dewi.
Mulai hari ini, para pendukung dapat mengunjungi connect2earth.org untuk berbagi apa arti keanekaragaman hayati dan alam bagi mereka, dan di tempat mereka tinggal serta mencari tahu lebih banyak tentang hal itu. Sebagai bagian dari kerja sama dengan sekretariat United Nation Convention of Biological Diversity, platform ini bertujuan untuk membangun kesadaran massal mengenai nilai-nilai keanekaragaman hayati dan alam dengan memulai percakapan global mengenai isu-isu seperti aksi iklim, lautan yang sehat dan bisnis yang berkelanjutan.
Proyek ini didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Konservasi Alam, Bangunan dan Keselamatan Nuklir Jerman, dengan pendanaan dari Inisiatif Iklim Internasional.
"Earth Hour adalah bukti kekuatan serta gagasan sederhana untuk menginspirasi orang mengambil tindakan untuk melindungi Bumi. Kita dapat merenungkan selama satu jam peran alam dengan keanekaragaman hayatinya dalam kehidupan kita, biarlah ini mengawali sikap hidup yang lebih berkelanjutan," kata Cristiana PaÅca Palmer, Sekretaris Eksekutif Convention on Biological Diversity (CBD)."
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...