Effendi: Semoga Tuhan Ampuni yang Menaikkan Harga BBM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon berdoa agar Tuhan mengampuni pemerintah karena telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menyengsarakan rakyat.
"Saya sangat menyesalkan kenaikan harga BBM terjadi, semoga Tuhan mengampuni mereka," kata Effendi, di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/11).
Sementara, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Tjatur Sapto Edy menilai Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah rezim yang agak kejam.
"Kenaikan yang begitu tinggi sedangkan minyak dunia turun, ini belum pernah terjadi. Kenaikan harga BBM ini telak dan kurang manusiawi," kata dia.
Menurut Tjatur, pemerintahan sebelumnya tidak pernah menaikkan harga BBM bila harga minyak dunia di bawah asumsi yang telah ditetapkan dalam APBN, yakni 105 dolar Amerika Serikat per barel.
Selain itu, dengan menaikkan harga BBM jenis premium dan solar, pemerintah berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) APBN. Karena, dalam UU APBN 2014, kenaikan harga BBM bisa dilakukan bila harga minyak dunia melebih asumsi harga minyak dunia dalam APBN lebih dari 105 dolar Amerika Serikat per barel.
“Padahal, harga minyak dunia saat ini di bawah 80 dolar Amerika Serikat per barel,” ujar dia.
"Dengan harga minyak di bawah 80 dolar per Amerika Seriktat per barel, dugaan saya harga keekonomian premium di bawah Rp 8.500, kenaikan selama dua bulan ini, maka ada potensi melanggar UU APBN karena dalam UU itu, dijelaskan premium adalah BBM bersubsidi, maka dia harus di bawah harga keekonomian, maka ada potensi pemerintah langgar UU. Kalau dihitung, bisa jadi harga keekonomian premium dibawah Rp 8.500," Tjatur menambahkan.
Meskipun demikian, dia menghimbau kepada masyarakat untuk tidak berlaku anarkis dalam menolak kenaikan harga BBM.
"Masyarakat boleh marah tapi tidak boleh anarkis. Besok Koalisi Merah Putih (KMP) akan menyampaikan sikap," tutur dia.
Tanggapan berbeda diucapkan Anggota DPR dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding mengatakan Presiden Jokowi tidak memiliki pilihan selain mengalihkan subsidi. Menurut dia, siapapun pemerintahnya akan melakukan hal yang sama, karena defisit transaksi berjalan telah berlangsung selama tiga tahun berturut-turut yang menyebabkan biaya belanja pemerintah sudah dibiayai utang.
“Defisit kita di tahun 2014 ini telah mencapai 106 triliun rupiah, jadi ini merupakan solusi pemerintah agar mampu mengelola minyak mentah sendiri dan menghentikan impor,” ujar dia.
Jokowi Harus Menjelaskan
Sementara, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Hidayatullah Pangi Syarwi Chaniago meminta Presiden Jokowi menjelaskan jumlah subsidi anggaran yang akan dialihkan sejumlah sektor, seperti pendidikan, infrastruktur, atau kesehatan.
“Jokowi harus menjelaskan secara tranparan ditambah untuk pembangunan jalan, berapa anggaran yg dihabiskan membangun rel kreta api dan panjangnya, lalu irigasi, benih berapa,” kata dia di Jakarta, Selasa (18/11).
“Lalu apakah memiliki dampak peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” Pangi menambahkan.
Sebab bila tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat, lanjut dia, kalau nanti ngak membawa dampak kesejahteraan maka Jokowi mempertinggi tempat jatuhnya, rakyat menghukumnya dengan tidak memilihnya pada pilpres 2019, kecuali Jokowi punya strategi lain dengan menurunkan harga BBM menjelang pemilu supaya mendapat empati dari rakyat sehingga bisa terpilih kembali.
Selanjutnya, Pangi berandai bila kenaikan harga BBM harus mendapat persetujuan DPR seperti era Susilo Bambang Yudhoyono. Bila hal tersebut terjadi, ia meyakini pemerintah tidak bisa sewenang-wenang menaikkanya karena harus melangkahi mayat Koalisi Merah Putih lebih dahulu.
“Tapi sekarang tidak dibutuhkan persetujuan DPR dalam menaikkan harga BBM. Inilah jadinya bila pemerintah punya hak veto,” ujar dia.
Kemudian ia menyampaikan pemerintahan Jokowi bisa mendapat sejumlah perlawanan dari rakyat kelas bawah dan menengah karena kenaikan harga BBM menyapu bersih rakyat miskin dan merembes ke kelas menengah yang hidupnya semakin kekurangan karena meningkatnya harga sembilan bahan pokok (sembako), pangan, papan, transportasi, dan sejumlah barang lain.
“Jokowi harus mengingat, kalau nanti ternyata kenaikan harga BBM tak menaikkan jumlah kelas menengah dan tak berdampak kepada kesejahteraan serta kemakmuran rakyat, artinya Jokowi menipu rakyat dengan bahasa kenaikan harga BBM untuk kesejahteraan,” ujar Pangi.
Dia juga mengungkapkan, hal ini bukan sekedar persoalan naik atau turunnya harga BBM, tapi terkait tak konsistennya partai pendukung Jokowi yaitu PDI Perjuangan, yang dahulu menyebut diri sebagai partai wong cilik dengan suara paling keras menolak kenaikan harga BBM, kini malah bermain-main dengan kata-kata.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...