Ekonom: Stagnasi Harga Barang-Jasa Picu Inflasi
KUPANG, SATUHARAPAN.COM – Ekonom dari Universitas Widya Mandira Kupang Dr Thomas Ola Langoday mengatakan stagnasi harga barang dan jasa di pasaran yang tidak mengimbangi kebijakan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), akan menjadi pemicu terjadinya inflasi.
"Inflasi itu terjadi karena permintaan tinggi serta naiknya kebutuhan pokok masyarakat di pasaran yang tidak terkendali," kata Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandira Kupang itu di Kupang, Senin (19/1).
Menurut dia, pemerintah perlu menempuh sebuah kebijakan baru untuk menekan para pedagang menurunkan harga barang-barangnya, terutama bahan kebutuhan pokok agar tidak terlalu membebani masyarakat ekonomi lemah.
"Kebijakan untuk menaikan atau menurunkan harga BBM, memang sangat berpengaruh terhadap pasar. Jika harga barang sudah naik, untuk menurunkannya memang agak sulit. Di sini, perlu intervensi pemerintah untuk mengendalikan harga barang-barang yang sudah terlanjur naik," kata Langodai.
Dia menambahkan selama harga kebutuhan pokok serta harga barang dan jasa lainnya masih stagnan, tingkat inflasi masih tetap akan tinggi meski pemerintah sudah mengambil langkah untuk menurunkan harga BBM.
"Artinya, penurunan harga BBM tidak serta merta diikuti dengan penurunan harga barang dan jasa, apalagi tingkat kebutuhan masyarakat terus meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan," katanya.
Dia memperkirakan tekanan inflasi dari kelompok pangan diperkirakan masih tetap tinggi, karena para pedagang belum mau menurunkan harga barang-barangnya sejak pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada akhir 2014.
Pada awal Januari 2015, misalnya, komoditas bahan makanan sudah mencatat tingkat inflasi yang cukup tinggi, seperti sayur-sayuran dengan tingkat inflasi rata-rata 5,12 persen (mtm) dan ikan segar rata-rata 3,66 persen (mtm).
Terkait dengan hal itu, Bank Indonesia akan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah dalam upaya mengendalikan inflasi guna meminimalisir dampak lanjutan yang ditimbulkan serta mengelola ekspektasi inflasi masyarakat.
Bank Indonesia mengharapkan pemerintah kota/kabupaten di Nusa Tenggara Timur segera membentuk Tim Penanggulangan Inflasi Daerah (TPDI) agar bersama Bank Indonesia berusaha untuk menekan inflasi.
Tingkat inflasi di NTT dalam tahun ini, diharapkan hanya berada pada kisaran 4,6 persen hingga 5,0 persen (yoy) atau sesuai target Bank Indonesia sebesar 4,0 persen. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...