Elektabilitas Jokowi Sedikit Menurun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Survei terbaru yang dilakukan Indo Barometer menunjukkan sedikit penurunan tingkat elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bila dicalonkan sebagai presiden.
"Ada kencederungan ajeg dan sedikit terjadi penurunan," kata Direktur Ekesekutif Indo Barometer M Qodhari di Jakarta, Selasa (12/3), saat mengumumkan hasil survei terbaru.
Survei bertajuk Indeks Kepemimpinan dan Dinamika Capres - Cawapres 2014 tersebut dilaksanakan pada 14 -25 Februari dengan 1.200 responden yang tersebar di 33 provinsi. Survei tersebut merupakan hasil kerja sama antara Indo Barometer dan Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia.
Survei tersebut menunjukkan, skenario tiga calon, Jokowi berkompetisi dengan Prabowo dan Aburizal Bakrie, maka Jokowi memperoleh elektabilitas tertinggi dengan 41,7 persen jauh di atas Prabowo (22,4 persen) dan Aburizal Bakrie (14 persen). Namun demikian, turun 1,8 persen bila dibandingkan survei pada Desember 2013 lalu yang sebesar 43,5 persen.
Sementara bila skenario 12 calon Presiden dari partai politik yaitu Jokowi (diajukan PDIP), dan bersaing diantaranya dengan Prabowo dan Aburizal Bakrie, suara Jokowi tetap tertinggi dengan 37,5 persen. Namun tingkat elektabilitas tersebut lebih rendah 0,2 persen bila dibandingkan survei pada Desember 2013 yang mampu mencapai 37,7 persen.
Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodhari, elektabilitas Jokowi sebenaranya cenderung ajeg. Adanya sedikit penurunan pada survei Februari ini, karena ketidakpastian pencalonan Jokowi oleh PDIP.
"Masyarakat masih menunggu ketidakpastian ini, sehingga ada sedikit penurunan," kata Qodhari.
Direktur Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan, penurunan tersebut justru dipicu oleh kebosanan masyarakat terhadap sosok Jokowi dan belum adanya kebijakan baru yang mampu mendorong kekaguman masyarakat.
"Sampai saat ini tidak ada lagi gebrakan dari Jokowi ya, malah ada kasus bus (pengadaan busway dari China yang bermasalah), saya kira masyarakat mulai menimbang, awalnya gandrung (suka) tanpa reserve (pandang bulu), kini ya mulai (menilai), ini hukum popularitas ya," kata dia.
Menurut Hamdi, masyarakat mungkin memahami terhadap penanganan masalah banjir yang masih berlangsung. Hal ini mengingat banjir memang tidak bisa serta merta langsung dihilangkan. Namun demikian, kasus busway mulai menunjukan sejauh mana penilaian masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi.
"Kalau banjir saya kira masyarakat sadar, Jokowi juga sudah banyak melakukan kebijakan, tapi busway saya kira dampaknya besar ya, ini terkait kepemimpinan," katanya. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...