EMU Radar Kototabang Ungkap Anomali Cuaca hingga ke Mesosfer
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bersama Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH) Universitas Kyoto, Jepang, menyiapkan fasilitas Equatorial Middle and Upper Atmosphere (EMU) Radar untuk mengungkap anomali cuaca di lapisan atmosfer khatulistiwa hingga ke lingkup mesosfer.
Ahli dari RISH Universitas Kyoto, Mamoru Yamamoto, mengatakan di Jakarta, Jumat (5/8), data yang diteliti lebih lanjut dari radar atmosfer yang dibangun di khatulistiwa ini, dapat meningkatkan kemampuan ramalan cuaca dan iklim dunia, memprediksi lebih baik El Nino dan La Nina, perubahan musim.
Anomali atmosfer khatulistiwa, menurut dia, sulit dipelajari di bagian bawah atmosfer. Karena itu, dengan sensitivitas radar yang lebih tinggi dari EMU Radar diharapkan dapat mengungkap perubahan atmosfer yang cepat yang terjadi pada lingkup tersebut.
Yamamoto menambahkan, fasilitas EMU Radar proposal pendanaannya sedang diajukan ke Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang. Radar ini 10 kali lebih sensitif dibandingkan Equatorial Atmosphere Radar (EAR) yang sudah terpasang di Kototabang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, sejak 15 tahun lalu.
Dengan radar yang memiliki diameter lebih besar, mencapai 160 meter (m), ia mengatakan akan mampu menangkap data lebih detail dibandingkan EAR hingga ke struktur atmosfer terkecil di lingkup troposfer.
Cakupan observasi dari EMU Radar, menurut Yamamoto, juga akan semakin besar sehingga dapat menjangkau lingkup mesosfer di ketinggian 60 hingga 90 kilometer dari permukaan bumi.
Dengan dilengkapi 1.045 antena yagi (Antena Yagi adalah salah satu jenis antena radio atau televisi yang diciptakan oleh Hidetsugu Yagi), antena yang beroperasi pada frekuensi 47 MHz, dengan power puncak saat transmisi mencapai 500 kW, radar ini akan bisa digunakan untuk pengamatan arah dan kecepatan angin tiga dimensi pada ketinggian hingga 100 km dari permukaan bumi.
Data yang dihasilkan radar-radar atmosfer ini, menurut profesor Universitas Kyoto ini, sangat penting bagi kemajuan ilmiah Jepang dan juga dunia.
Atmosfer Indonesia
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin mengatakan, penelitian atmosfer khatulistiwa dengan menggunakan EAR dan nantinya EMU Radar di Kototabang sangat penting, mengingat atmosfer Indonesia mempengaruhi atmosfer global.
Terdapat tiga atmosfer khatulistiwa aktif di dunia, yakni maritim Indonesia, equator Brasil, dan Afrika Selatan. Namun, Thomas mengatakan atmosfer khatulistiwa maritim Indonesia yang paling aktif, sehingga sangat mempengaruhi atmosfer global.
"Maka sangat menarik untuk meneliti atmosfer global di Indonesia. Ini menarik peneliti seluruh dunia. Beberapa master dan doktor nasional dan internasional telah dihasilkan dari Kototabang ini," kata dia.
Ia mengatakan, visi Lapan adalah menjadikan Kotatabang menjadi Pusat Unggulan Dinamika Atmosfer Equator. Karenanya, keberadaan fasilitas EAR dan nantinya EMU Radar sangat penting bagi tercapainya visi tersebut, karena fasilitas tersebut juga akan menjadi pusat penelitian dunia. (Ant)
Editor : Sotyati
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...