ESDM: Pengelolaan Energi Perlu Diluruskan Perhitungan Ilmiah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, mengatakan sudah saatnya penyimpangan-penyimpangan pengelolaan energi diluruskan dengan perhitungan secara ilmiah.
"Saya sangat berharap praktik-praktik menyimpang di masa lalu di bidang energi bisa diselesaikan satu per satu," kata Sudirman di Jakarta, hari Jumat (6/11).
Dan, menurut dia, penyelesaian penyimpangan-penyimpangan tersebut harus dikembalikan melalui pendekatan ilmiah.
Sebelumnya dihadapan peneliti dan pemangku kepentingan lainnya, ia sempat mengatakan bahwa konsekuensi dari berpikir miopik atau jangka pendek selama ini sedang dirasakan dampaknya.
Kebijakan energi sejak bertahun-tahun disandera oleh tiga sikap, yakni "rabun jauh" karena tidak mau melihat jangka panjang, kebijakan ditransaksikan dengan kepentingan jangka pendek, serta campuran berpikir jangka pendek dan kepentingan berdagang.
Menurut dia, begitu banyak preseden buruk di sektor energi, dari mulai menghasilkan dua kali lipat produksi minyak dari kebutuhan sampai akhirnya hanya mampu memproduksi separuh dari kebutuhan.
Selain itu, tidak adanya infrastruktur energi seperti kilang-kilang baru, sumber-sumber energi baru yang dieksplorasi dengan sungguh-sungguh, tidak ada infrastuktur pipa dan storage baru yang dapat menampung lebih dari 20 hari.
"Infrastruktur tidak dibangun, eksplorasi tidak dijalankan, kemampuan olah bahan bakar sendiri tidak dijalankan. Energi baru terbarukan (EBT) terus dikampanyekan mahal, mahal, dan mahal saat kita ingin menggarap itu," kata dia.
Pandangan EBT, menurut dia, merupakan pandangan visioner yang sudah lama hilang didiskusi secara nasional.
"Dan saya tantang pada para teknisi untuk diskusi sekarang apa yang sudah mereka lakukan. Tapi kemudian pandangan teknik ilmiah dikalahkan pandangan politik juga," katanya.
Hal itu, menurut dia, sekarang sedang terjadi. Karena itu, perlu pemikiran bersama semua pihak termasuk dari ilmuwan dengan memberikan pemikiran terbaik, dan kesadaran bahwa saat ini Indonesia dalam masa krisis energi.
"Di masa lalu Pertamina dilemahkan, setiap kali tender selalu dikalahkan, dan yang dimenangkan orang yang bisa membayar para penentu kebijakan. Sekarang Pertamina didorong, blok Mahakam diserahkan ke Pertamina, ada tantangan harus perkuat perusahaan kita," kata dia.
"Jika dulu kilang terbaik menganggur, dijadikan mainan saudagar besar, penentu kebijakan dilumpuhkan, sekarang kita putuskan diambil alih Pemerintah. Sekarang Pertamina menjalankannya, kita bisa berhemat impor hingga 100.000 barel per hari," katanya.
Sebelumnya selalu ada yang mengatakan minyak mentah Indonesia hanya cocok untuk diekspor, namun menurut dia, kenyataannya tidak. "Sudah dicek kembali ternyata minyak mentah kita bisa diolah sendiri, bisa menghemat 200.000 barel per hari dari devisa dengan tidak perlu mengirimkannya ke Singapura".
Kondisi semacam itu, menurut dia, membuat saudagar dan pemilik kapal yang mengalami keuntungan, sementara negara semakin kurus.
Tantang besar muncul dengan reaksi di mana-mana termasuk reaksi yang tidak masuk akal. Karena itu, para ilmuwan fokus pada kepentingan negara, sehingga seberat apa pun problem bisa diselesaikan. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...