Ethiopia: Kelompok Bersenjata Bunuh Lebih dari 100 Orang
ADIS ABABA, SATUHARAPAN.COM-Orang-orang bersenjata membunuh lebih dari 100 orang dalam serangan fajar di wilayah Benishangul-Gumuz di Ethiopia pada hari Rabu (23/12), kata komisi hak asasi manusia. Penduduk yang melarikan diri dari serangan mematikan terbaru itu menyebutkan daerah tersebut diliputi oleh kekerasan etnis.
Serangan itu terjadi di desa Bekoji di distrik Bulen di zona Metekel, kata Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia yang dikelola negara dalam sebuah pernyataan, sebuah daerah di mana banyak kelompok etnis tinggal.
Negara terpadat kedua di Afrika itu sedang bergulat dengan kekerasan mematikan yang rutin terjadi sejak Perdana Menteri Abiy Ahmed menjabat pada 2018 dan mempercepat reformasi demokrasi yang melonggarkan cengkeraman besi negara pada persaingan regional.
Pemilu tahun depan semakin mengobarkan ketegangan atas konflik tanah, kekuasaan, dan sumber daya.
Di bagian terpisah negara itu, militer Ethiopia telah memerangi pemberontak di wilayah Tigray utara selama lebih dari enam pekan dalam konflik yang telah menyebabkan hampir 950.000 orang mengungsi. Pengerahan pasukan federal di sana telah menimbulkan kekhawatiran akan kekosongan keamanan di wilayah bergolak lainnya.
Ethiopia juga memerangi pemberontakan di wilayah Oromiya dan menghadapi ancaman keamanan jangka panjang dari militan Islam Somalia di sepanjang perbatasan timur yang keropos.
Gashu Dugaz, seorang pejabat senior keamanan regional, mengatakan pihak berwenang mengetahui serangan Benishangul-Gumuz dan sedang memverifikasi identitas para penyerang dan korban, tetapi tidak memberikan informasi lebih lanjut.
Etnis Gumuz
Di daerah tinggal orang-orang etnis Gumuz, tetapi dalam beberapa tahun terakhir para petani dan pengusaha dari wilayah tetangga Amhara mulai pindah ke daerah tersebut, dan orang Gumuz mengeluh bahwa tanah subur telah diambil.
Beberapa pemimpin Amhara sekarang mengatakan bahwa beberapa tanah di wilayah itu, terutama di zona Metekel, menjadi milik mereka, klaim yang membuat marah orang Gumuz.
“Dalam serangan sebelumnya, yang terlibat adalah orang-orang yang berasal dari 'hutan', tetapi dalam kasus ini, para korban mengatakan bahwa mereka mengenal orang-orang yang terlibat dalam serangan tersebut,” kata komisi hak asasi dalam pernyataannya.
Serangan itu terjadi sehari setelah Abiy dan kepala staf militer dan pejabat federal senior lainnya mengunjungi wilayah itu untuk meminta ketenangan setelah beberapa insiden mematikan dalam beberapa bulan terakhir, seperti serangan pada 14 November di mana orang-orang bersenjata menargetkan sebuah bus dan menewaskan 34 orang.
“Keinginan musuh untuk memecah belah Ethiopia menurut garis etnis dan agama masih ada. Keinginan ini akan tetap tidak terwujud,” kata Abiy men-tweet pada hari Selasa (22/12) bersama dengan foto pertemuannya hari itu di kota Metekel, dekat tempat serangan 14 November terjadi. Dia mengatakan keinginan penduduk untuk perdamaian "melebihi agenda yang memecah belah." (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...