F- PPP Minta Kolom Agama KTP Tidak Dikosongkan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPR meminta kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk tidak dikosongkan karena dikhawatirkan akan memunculkan persoalan seperti perkawinan dan hak asuh anak.
"Pencantuman agama dalam kolom KTP sangat penting untuk kepentingan warga negara itu sendiri. Masalah akan muncul dalam persoalan perkawinan, hak asuh anak, dan lain lain," kata Sekretaris Fraksi PPP di DPR Arwani Thomafi, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (7/11).
Dia mengatakan kolom agama dalam dokumen kependudukan penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara sekuler meskipun juga bukan negara agama.
Namun, menurut dia, hal itu merupakan manifestasi nyata dari sila pertama Pancasila yang menunjukkan perbedaan Indonesia dengan negara-negara lain.
Arwani meminta pemerintah dan DPR segera mengatur dasar hukum adanya identitas agama seseorang pada dokumen kependudukan.
"Pemerintah dan DPR segera mengatur dasar hukum adanya identitas agama seseorang pada dokumen kependudukan, terutama bagi mereka yang faktanya menganut agama di luar agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu," kata dia.
Dia mencontohkan warga yang mengaku berkeyakinan Dayak Kaharingan, perlu disepakati dahulu bagaimana penanganannya. Identitas keagamaan jangan dikosongkan karena bisa ditafsirkan orang tersebut tidak beragama.
"Memeluk agama adalah manifestasi nyata dari sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri akan mengizinkan pengosongan kolom agama pada kartu identitas penduduk, ditujukan bagi warga negara penganut aliran kepercayaan yang belum diakomodasi undang-undang.
"Dalam undang-undang memang hanya tercantum enam agama dan kalau mau menambah keyakinan harus mengubah undang-undang. Jadi, untuk sementara dikosongkan dulu tidak masalah," kata Mendagri Tjahjo Kumolo, Kamis (6/11).
Menurut Tjahjo, sudah ada Peraturan Menteri Dalam Negeri yang menjadi payung hukum pengosongan kolom agama. Selain itu, menurut dia, agama lain di luar Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha dan Konghucu juga perlu diperjuangkan karena keyakinan seseorang itu adalah hak asasi manusia (HAM).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan, agama yang dicantumkan dalam KTP adalah agama resmi yang diakui pemerintah.
Sebelumnya, pemerintah sudah mengakui eksistensi sejumlah aliran kepercayaan, seperti Baha`i, Sunda Wiwitan, dan Kejawen.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Irman mengatakan pihaknya sudah mendiskusikannya dengan kelompok agama mengenai kolom keyakinan tersebut.
"Kami sudah pernah membahasnya dengan MUI dan NU serta diundang oleh Wantimpres. Memang ada perdebatan yang di satu pihak mengatakan semua boleh dicantumkan, tetapi sebagian besar menyatakan Negara berhak melakukan pembatasan agama yang bisa didaftarkan. Sehingga, kesepakatannya adalah dalam kolom agama di KTP hanya untuk agama yang sudah diakui," kata Irman. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...