Fahmi: Jangan Ragukan Komitmen Jokowi Terhadap Islam
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Pusat Kajian Trisakti (Pusaka Trisakti) Fahmi Habsee menilai kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Doa Bersama di Monas, Jakarta (2/12) merupakan sikap kenegarawanannya dan tidak perlu diragukan komitmennya terhadap umat Islam
"Presiden melihat Islam di Indonesia tidak hanya sebagai agama tapi merupakan kekuatan sosial politik yang merupakan bagian dari kebhinekaan bangsa," kata Fahmi di Jakarta, hari Senin (5/12).
Fahmi juha tidak terkejut dengan kehadiran Presiden dalam shalat Jumat. Dalam beberapa diskusi, Jokowi memandang Islam di Indonesia dan Ke-Indonesiaan sebagai dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
"Argumen beliau bahwa Islam di Indonesia tidak sekedar sebagai agama mayoritas tetapi juga civilization (peradaban) yang mempengaruhi jalan sejarah dan budaya bangsa," katanya.
Menurut Fahmi, Jokowi memandang Islam telah berakulturasi dalam proses budaya bangsa. Kehamilan, tujuh bulanan, kelahiran, aqiqah, pernikahan, syukuran bahkan hingga kematian telah menempatkan Islam sebagai rujukan dalam proses itu semua sehingga ajaran Islam sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat sejak datangnya Wali Songo di tanah Jawa.
"Tentu konstruksi berpikir beliau memandang kerja keras dalam memajukan bangsa dalam segala bidang saat ini untuk kepentingan bangsa, berhasil atau tidaknya akan dirasakan paling utama oleh umat Islam selaku `pemegang saham mayoritas` republik, yang juga akan dirasakan oleh umat beragama lain yang hidup berdampingan didalamnya," katanya.
Dikatakannya, jika bangsa ini makmur sejahtera, ekonomi menggeliat, daya beli meningkat, jaminan kesehatan dan pendidikan berjalan, maka umat Islam di Indonesia yang merasakan efeknya dan sebaliknya bila bangsa ini hancur dan gagal maka umat Islam yang paling dirugikan.
Fahmi yang biasa disapa Misi mengungkapkan Jokowi melihat sejarah Bung Tomo saat menggelorakan perang dengan pekikan "Allahu akbar" berulang-ulang, bahwa saat itu bukan berarti Bung Tomo ingin mendirikan negara Islam, tapi Bung Tomo melihat bahwa membebaskan bangsa ini dari penjajahan Belanda beratus-ratus tahun pada hakekatnya juga membebaskan dan membela mayoritas umat Islam menuju kesejahteraan yang lebih baik.
"Hal yang sama dalam pikiran beliau ketika Jokowi memekikkan "Allahu Akbar" di depan jutaan jammah sholat Jumat di Monas (2/12) lalu," jelasnya.
Ia menambahkan hakekatnya membela bangsa dan memajukan negara ini juga membela umat Islam yang menjadi bagian terbesar dalam republik. Jokowi mencontoh keteladanan Nabi Muhammad dalam bernegara walaupun Islam mayoritas saat itu, tapi tetap menjamin dan perlindungan untuk agama-agama yang lain, dan tentu sebagai Presiden wajib mengikuti apa yang juga disepakati founding fathers kita ketika menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan menjalankan UUD 1945.
"Bagaimana mungkin Jokowi mengabaikan umat Islam. Ibu beliau dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas tahajud dan puasanya, juga adik-adik beliau berhijab semua. Jangan ragukan komitmen Jokowi terhadap umat Islam," terangnya
Fahmi melihat pemikiran disampaikan Habib Riziq di Monas dan pemikiran Jokowi tentang memajukan bangsa ini adalah tujuan dan hakekat yang sama untuk menjaga dan memajukan NKRI dengan rasa yang berbeda.
"Keindonesiaan dan Islam disini satu sisi mata uang yang tidak perlu didikotomikan dan terus dipertentangkan," ujar Fahmi yang pernah berseteru `perang puisi` Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam pilpres 2014.
Ketika ditanyakan tentang kelanjutan hukum kasus Ahok yang dituntut para peserta aksi Bela Islam terhadap penutasan kasus Ahok, Ia menjelaskan sebagai resiko politik dan hukum Ahok sebagai pribadi yang tidak bisa disangkutpautkan dengan pihak lain.
"Saya pikir kecerobohan Ahok dalam berbagai video dia yang membahas agama baik tentang "Surga-Neraka" dalam konsepsi Kristen didalam rapat di Kantor Gubernur ataupun QS.Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu itu menjadi resiko pribadinya. Tidak ada satupun di bumi pertiwi yang bisa menjaga bicaranya Ahok," kata Fahmi. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...