FBI: Tes DNA Tunjukkan Pelaku Bom Bali Terbunuh di Filipina
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Setelah melakukan indentifikasi DNA, FBI yakin bahwa teroris yang paling dicari Amerika, Zulkifli bin Hir yang juga dikenal sebagai Marwan, ada diantara mereka yang terbunuh dalam pertempuran mematikan di Maguindanao, Filipina Selatan, pekan lalu.
David Bowdich, assisted direktur FBI Los Angeles, mengatakan sampel DNA dari peristiwa di Maguindanao menunjukkan hubungan dengan salah satu orang yang diketahui sebagai kerabat Marwan.
Meskipun analis tidak dapat membuktikan dengan pasti sampel yang diberikan oleh Filipina adalah milik Marwan atau bahwa itu berasal dari orang yang sudah meninggal, Bowdich mengatakan hasil ”yang mendukung” bahwa itu berasal dari Marwan.
Sebuah sumber yang dekat dengan proses pengujian mengatakan diyakini terdapat hubungan darah antara sampel DNA dan DNA yang dimiliki saudara Marwan tersebut.
Saudaranya, Rahmat bin Hir, adalah tahanan AS di penjara California yang ditangkap pada 2007 atas konspirasi memberikan “dukungan material kepada teroris”.
Kecocokan 50 persen dari DNA mereka mendekati konfirmasi bahwa itu adalah milik buron yang diinginkan AS, tetapi tidak memberikan “identifikasi mutlak,” kata Bowdich.
FBI telah menawarkan US$5 juta untuk penangkapan Marwan, warga Malaysia dari Jemaah Islamiyah yang berafiliasi dengan al-Qaidah, kelompok militan yang berada di balik sejumlah serangan bom di Filipina, yang juga diduga kuat terlibat dalam peristiwa bom Bali tahun 2002 silam.
Pejabat kontra-terorisme Filipina mengatakan Marwan melarikan diri ke pulau Mindanao tahun 2000, ketika pemerintah Malaysia menindak militan Islam setelah mengungkap sebuah organisasi al-Qaidah di Singapura, Malaysia dan Indonesia.
Tiga tahun lalu, militer melaporkan Marwan tewas dalam serangan udara, tetapi ia muncul lagi tahun lalu di Mindanao di bawah perlindungan kelompok sempalan pemberontak di Filipina Selatan, Pejuang Pembebasan Islam Bangsa Moro atau BIFF.
Bulan lalu, polisi mengkonfirmasi kehadiran Marwan di Desa Pedsandawan dan militer langsung membuat rencana penyerangan untuk memburu Marwan, yang diberi kode operasi ‘Exodus’, melibatkan ratusan anggota polisi.
Noli Talino, bertindak sebagai Komandan Special Action Force, SAF, mengatakan polisi menyelinap ke Pedsandawan di malam hari dan membunuh Marwan.
Dalam pidato pada 30 Januari, Talino mengatakan bahwa pemimpin mereka, Getulio Napenas, berada di pos komando taktis yang berjarak 3 km dari desa ketika ia mendapat pesan teks: “Mike satu, Bingo” yang berarti bahwa Marwan telah tewas.
Serangan polisi untuk memburu Marwan itu, berubah menjadi tragedi dan menjadi berita utama di banyak media, karena kesalahan komunikasi yang menyebabkan sedikitnya 44 polisi tewas.
Saat melakukan penyerangan ke BIFF, polisi tidak melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan MILF yang berada dalam gencatan senjata dengan pemerintah. Pertempuran, akhirnya terjadi antara polisi, BIFF dan MILF.
Banyak yang mengatakan bahwa insiden itu akan mengganggu perjanjian damai antara pemerintah Filipina dengan MILF, namun dalam pertemuan antara kedua belah pihak di Kuala Lumpur pada 29-31 Januari lalu, baik MILF dan pemerintah mengatakan mereka akan terus melaju mendekati perdamaian. (cnn indonesia)
Editor : Eben Ezer Siadari
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...