Festival “Land of Edelweiss” Digelar di Kawasan Bromo 10 November
MALANG, SATUHARAPAN.COM – Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS) menggelar Festival “Land of Edelweiss” di dua desa di kawasan Gunung Bromo. Dua desa tersebut, Desa Wonokitri di Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, dan Desa Ngadisaro di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Dua desa tersebut merupakan lokasi budidaya tanaman edelweiss yang diinisiasi BB TNBTS sejak tahun 2017. Festival Land of Edelweiss yang dijadwalkan digelar Sabtu (10/11/2018), juga menjadi momen untuk meluncurkan “Desa Wisata Edelweiss” sebagai salah satu destinasi wisata baru di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Kepala BB TNBTS, John Kenedie, mengungkapkan festival tersebut merupakan yang pertama kali digelar di Indonesia. Bahkan ia mengklaim desa wisata edelweiss tersebut merupakan satu-satunya di dunia. Peluncuran Desa Wisata Edelweiss tersebut juga dimeriahkan acara Festival Pawon Tengger, Festival Seni Budaya Tengger, dan pameran produk kerajinan edelweiss.
“Dua desa wisata ini merupakan tempat yang paling cocok untuk melakukan budidaya tanaman Edelweiss di luar habitat aslinya. Melalui konsep desa wisata ini, diharapkan juga dapat memberikan peluang pengembangan ekonomi bagi masyarakat di kedua desa tersebut,” ungkap John, Rabu (7/11/2018), seperti dilaporkan Hanum Oktavia dan dilansir di rri.co.id.
Pengembangan ekonomi yang dimaksud John, warga desa mampu mendapatkan penghasilan lebih dari pengunjung desa wisata, sebab pengunjung dapat menikmati wisata petik bunga, wisata swafoto, dan wisata kerajinan tangan edelweiss.
“Karena warga di dua desa wisata ini sudah memiliki izin dari BKSDA Jawa Timur untuk menanam dan menjual bunga edelweiss yang mereka budidayakan,” katanya.
Peluang Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Sebagaimana diketahui, salah satu jenis edelweiss yang memiliki nama ilmiah Anaphalis javanica, dengan nama lokal kembang tanah layu, adalah tanaman langka yang dilindungi. Bunga tersebut tidak mudah layu, sehingga disebut bunga abadi. Namun, pihak yang tidak bertanggung jawab memetik bunga tersebut untuk kepentingan sendiri atau dikomersialkan. Kondisi inilah yang mengancam keberadaan edelweiss dari habitat aslinya.
“Untuk itu, Festival Land of Edelweiss ini merupakan langkah awal dalam upaya melestarikan edelweiss, memberikan peluang peningkatan ekonomi masyarakat, sekaligus melestarikan kearifan lokal budaya Tengger,” tutur John.
Sementara itu, Kepala Desa Wonokitri, Iksan, mengatakan, upaya BB TNBTS membentuk desa wisata mendapat sambutan baik dari masyarakat lokal. Untuk mendukung budidaya edelweiss, perangkat desa telah mewajibkan setiap warga untuk memiliki minimal tiga tanaman edelweiss di halaman rumahnya.
“Kami memberikan apresiasi pada Balai Besar TNBTS yang memiliki inovasi untuk membuat Desa Wisata Edelweiss. Setelah peluncuran desa wisata dalam festival ini, selain membantu pelestarian edelweiss, harapan kami perekonomian warga desa bisa meningkat,” katanya.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...