Festival Punakawan Budaya Lokal Jadi Khotbah Alternatif
"Gereja-gereja diharapkan dapat makin giat mengangkat budaya lokal sebagai sarana melaksanakan tugas panggilan gereja di dunia."
BEKASI, SATUHARAPAN.COM – Punakawan di beberapa Gereja Kristen Jawa (GKJ) telah menjadi model dan sarana penyampaian khotbah alternatif. Punakawan dinilai dapat menggantikan bentuk khotbah yang monolog.
Untuk itu, Festival Punakawan sebagai produk budaya lokal diangkat dan diselenggarakan oleh Gereja Kristen Jawa (GKJ) Klasis Jakarta bagian barat, timur, dan sekitarnya di GKJ Pondok Gede, Bekasi pada (31/10) untuk mengajak umat merenungkan misi Tuhan di dunia melalui penyampaian yang tidak monoton.
Festival Punakawan bertajuk “Keluarga Sebagai Pelaksana Misi Tuhan di Bumi” diikuti oleh GKJ Nehemia, GKJ Kanaan, GKJ Eben Haezer, GKJ Pangkalan Jati, GKJ Pondok Gede, GKJ Depok, GKJ Bandung, dan GKJ Bekasi dengan tiga tokoh yang dinilai panitia mumpuni di bidangnya.
Pengamat tersebut yakni RB Suwarno, pengajar karawitan dan langen sekar di gereja-gereja di Sala dan sekitarnya; Sigit Astono, S.Kar., M.Hum., dosen dan Ketua Jurusan Etnomusikologi di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta; Pdt. Dr. Yusak Tridarmanto, dosen dan dekan Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana serta Direktur Pusat Pengembangan Musik Religi FT – UKDW.
Pnt. Budhi Santoso, Majelis GKJ Pondok Gede mengatakan Punakawan sebagai bagian dari kebudayaan Jawa telah diterima dalam kehidupan Gereja Kristen Jawa. Untuk itu, Festival Punakawan sebagai rangkaian acara dari Festival Gendhing Gerejawi dihadirkan untuk memperkaya cara penyampaian berita keselamatan di bumi, khususnya di Indonesia. Selain itu, gereja-gereja juga diharapkan dapat semakin giat mengangkat budaya lokal sebagai sarana melaksanakan tugas panggilan gereja di dunia.
Filosofi Punakawan
Istilah Punakawan terdiri atas dua kata, yakni puna dan kawan, yang artinya sahabat yang mengetahui atau mengerti tentang hal-hal yang dirasakan oleh orang yang diikutinya dan mengetahui tentang situasi yang sedang terjadi. Punakawan sering dipahami oleh masyarakat sebagai abdi atau pelayanan. Punakawan hidupnya memang dikenal dengan penuh pelayanan. Dalam konteks gerejawi, mereka diibaratkan seperti umat Tuhan yang hidupnya juga penuh dengan pelayanan. Umat setidaknya bercermin pada kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh tokoh pewayangan Punakawan.
Punakawan ini terdiri atas Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Masing-masing tokoh memiliki karakter yang khas.
Semar memiliki karakter yang disegani oleh kawan maupun lawannya. Semar menjadi rujukan para kesatria untuk meminta nasihat dan menjadi tokoh yang dihormati. Namun, ia tetap rendah hati, tidak sombong, jujur, dan tetap mengasihi sesama. Semar dengan jari telunjuk seolah menuding melambangkan keinginan yang kuat untuk menciptakan sesuatu. Mata yang menyipit juga melambangkan ketelitian dan keseriusan dalam menciptakan hal-hal yang baru.
Gareng merupakan tokoh punakawan yang memiliki ketidaklengkapan bagian tubuh. gareng dengan tangan yang tidak sempurna, kaki yang pincang, mata yg juling melambangkan bahwa ketidaksempurnaan bukan halangan untuk tidak melayani sesama.
Petruk digambarkan dengan bentuk hidung panjang menyimbolkan pemikiran manusia juga harus panjang. Petruk merupakan tokoh yang cerdas.
Bagong diciptakan dari bayangan Semar. Bagong dianggap sebagai manusia yang sesungguhnya, walau Petruk lengkap dengan keindahan dan kesempurnaan, tapi bagonglah yang dianggap sebagai manusia utuh karena dia memiliki kekurangan. Jadi, manusia yang sejati adalah manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan.
Tiap-tiap karakter Punakawan ini digambarkan jelas sebagai perwakilan watak manusia di dunia yang dipanggungkan dalam pagelaran Festival Punakawan di GKJ Pondok Gede.
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...