Film Cerita dari Ruang Bersih Mengungkap Kisah Kotor Industri Elektronik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Cerita dari Ruang Bersih, sebuah film dokumenter yang mengungkapkan pelanggaran-pelanggaran HAM dan kesehatan dalam industri elektronik, menyoroti praktik-praktik industri beracun untuk audiens di seluruh dunia.
Film yang disutradarai oleh organisasi untuk kepentingan publik Korea Selatan, SHARPS (Supporters for the Health and Rights of People in the Semiconductor Industry), menampilkan kesaksian 23 orang yang hidupnya telah hancur oleh penyakit dan kematian, akibat dari paparan bahan kimia beracun ketika bekerja membuat layar LCD dan chip yang digunakan pada perangkat elektronik kita.
Film yang berdurasi sekitar 30 menit ini, mengungkap pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kesehatan dalam industri elektronik di Korea Selatan yang melakukan praktik-praktik industri beracun.
Paparan bahan kimia yang berbahaya, seperti solvent atau pelarut, logam berat, polutan organik persisten, dan senyawa-senyawa karsinogenik ini dapat menyebabkan penyakit-penyakit serius seperti kanker dan tumor otak, leukimia, lupus, gagal ginjal, dan infertilitas.
Sampai saat ini, SHARPS telah mendokumentasikan lebih dari 300 kasus penyakit akibat kerja yang parah, dan mematikan karena paparan di tempat kerja dalam industri elektronik di Korea Selatan, dan berniat menuntut perusahaan untuk tidak menggunakan bahan kimia berbahaya.
"Konsumen dan pekerja memiliki hak untuk mengetahui identitas bahan kimia yang digunakan dalam produk yang mereka gunakan, tetapi pihak perusahaan menolak dengan alasan rahasia perusahaan," kata Yuyun Ismawati, Senior Advisor dari BaliFokus, sebuah organisasi non-pemerintah yang memperjuangkan isu-isu terkait kimia dan limbah.
“Film ini mengungkapkan, biaya yang sangat mahal bagi kesehatan dan keselamatan manusia di balik model bisnis elektronik yang mengutamakan keuntungan jangka pendek. Film ini juga, memberi peringatan bagi sektor elektronik bahwa mereka masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk memastikan kesehatan dan keselamatan pekerja, dengan mengidentifikasi, membuka, dan mengeliminasi penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses produksi mereka,” kata Ashov dari Greenpeace, dalam rilisnya pada Jumat (29/6) yang dilansir situs greenpeace.org.
Film Cerita dari Ruang Bersih menceritakan Mr Hwang dan 22 orang yang lain, menderita penyakit-penyakit yang serius, seperti leukemia, limfoma, tumor otak, sklerosis pada banyak bagian, dan infertilitas, dan mereka berbagi kisah tentang paparan kimia yang terjadi dalam proses produksi elektronik.
“Para pekerja dan keluarganya membayar biaya yang menyakitkan untuk penggunaan bahan kimia beracun dalam proses produksi elektronik. Biaya-biaya ini seharusnya dibayar oleh pihak industri,” kata Jongran Lee dari SHARPS. “Produk-produk seharusnya dirancang dan diproduksi dengan cara-cara yang menghilangkan potensi bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.”
Bahan kimia beracun yang digunakan di industri elektronik antara lain solvent/pelarut, logam berat, polutan organik persisten, seperti penghambat nyala (flame retardants), endocrine disruptors, dan senyawa-senyawa karsinogenik, mutagen, dan bahan-bahan beracun yang mengganggu sistem reproduksi dan perkembangan.
Di Korea Selatan, sebuah penelitian ilmiah mengungkapkan tingginya angka aborsi spontan dan gangguan menstruasi di kalangan pekerja mikroelektronik perempuan usia 20 hingga 39 tahun.
“Telepon seluler dan komputer digunakan setiap hari oleh miliaran orang, tapi hanya sedikit orang yang menyadari bahwa bahan kimia berbahaya digunakan atau masalah kesehatan dan keselamatan kerja, terjadi di dalam proses produksi perangkat elektronik,” kata IPEN’s Senior Technical Advisor, Joe DiGangi, PhD.
Film dokumenter Cerita dari Ruang Bersih, membuka tirai untuk menunjukkan wajah manusia yang terluka dan desakan untuk segera bertindak.
Buruh-buruh muda di dalam industri ini, mayoritas perempuan, jatuh sakit dan banyak yang meninggal dikarenakan penyakit akibat kerja yang mereka derita. Beberapa faktor utama yang menjadikan B3 di industri elektronik menjadi norma adalah: lemahnya peran pemerintah dalam meregulasi arus bahan kimia berbahaya dan beracun, kurangnya pengawasan pemerintah terhadap penggunaan bahan kimia di tempat kerja, audit sosial abal-abal dan bisnis sertifikasi yang kacau, dan perusahaan tidak memberikan informasi kepada buruh tentang bahan kimia apa yang dipakai di dalam proses produksi.” kata Dina Septi dari LIPS (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane).
Jaringan organisasi global yang menayangkan film ini berharap, bahwa kesadaran publik akan bahan kimia berbahaya dalam elektronik, akan memacu publik dan pemerintah untuk menuntut industri mengungkapkan daftar bahan kimia beracun, dan mengakhiri praktik penyembunyian liabilitas bahan beracun dibalik rahasia perdagangan.
Editor : Sotyati
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...