Film Pembantaian '65 di Indonesia Raih Penghargaan
SATUHARAPAN.COM – Dokumenter tentang pembantaian di Indonesia atas orang yang dituduh sebagai komunis setelah Peristiwa ’65, The Look of Silence, meraih penghargaan Grand Jury dalam festival bergengsi Venice Film Festival, karena dinilai mempunyai dampak sangat kuat.
Para kritikus sebelumnya menjagokan film dokumenter The Look of Silence karya Joshua Oppenheimer itu sebagai kandidat pemenang untuk kategori film terbaik, Golden Lion. Namun, Golden Lion akhirnya diraih film Swedia A Pigeon Sat on a Branch Reflecting on Existence.
Ketua dewan juri Alexandre Desplat, mengatakan, “Look of Silence dan A Pigeon adalah dua sisi dari koin yang sama. Kedua karya itu memiliki dampak yang sangat kuat.”
Oppenheimer, yang mendarat di bandara di Chicago karena cuaca buruk, menerima penghargaan melalui tautan video untuk The Look of Silence. Dokumenter itu mempertemukan Adi, saudara laki-laki yang terbunuh, menghadapi para pembunuhnya.
“Adi bersedia membuat film itu karena ia ingin bertemu dengan para pelaku dan menerima apa yang mereka lakukan, agar ia bisa mengampuni mereka,” kata Oppenheimer.
Namun, satu-satunya orang dalam dokumenter itu yang menerima tanggung jawab, adalah anak perempuan dari seorang pembunuh yang sudah menua.
“Di Barat, kita harus mengukuti contoh anak perempuan yang bermartabat ini, dengan mengakui peran kita sendiri dalam genosida ini dan tanggung jawab kolektif kita atas berbagai kejahatan,” kata Oppenheimer.
Aktor asal Inggris, Tim Roth, salah seorang anggota dewan juri, menggambarkan dokumenter Oppenheimer sebagai “karya masterpiece yang spektakuler, yang membuat saya tercenung, seperti melihat suatu proses kelahiran.”
The Look of Silence merupakan dokumenter lanjutan setelah sukses pertama Oppenheimer dengan The Act of Killing, yang sempat masuk nominasi Oscar sebagai dokumenter terbaik.
Kedua film itu berkisah tentang pembantaian pasca percobaan kudeta yang gagal pada '65, disusul pembantaian sekitar setengah juta aktivis, simpatisan, atau mereka yang dituduh sebagai bagian dari Partai Komunis Indonesia.
Dalam film kedua ini, Oppenheimer berfokus pada Adi Rukun, seorang pembuat kaca mata berusia 40 tahun, yang secara bertahap belajar dari Oppenheimer tentang bagaimana saudara laki-lakinya yang bernama Ramli tewas dalam pembantaian '65, dan akhirnya ia berhadapan dengan keluarga pembunuh saudaranya itu.
“Adi menonton semua potongan film yang kami punya yang kami perlihatkan kepada dia. Ia melahapnya dengan membisu, dengan perasaan dan harga diri yang hancur, putus asa, dan marah,“ kata Oppenheimer.
“Film ini menjelajahi keheningan, semacam puisi kesunyian, dan puisi untuk rasa trauma memecah kebisuan,“ kata Oppenheimer, sambil tak lupa menambahkan sebagai healing process. (AFP/AP/Rtr/DW/hindustantimes.com)
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...