Film The White Balance Sajikan Reportase Bom Bali 2002
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Film Dokumenter berjudul "The White Balance" karya jurnalis senior Sigit Purwono yang menyajikan sejumlah besar hasil reportase seputar Bom Bali 2002 diluncurkan di Denpasar, Bali, Jumat (16/9) menjelang peringatan 20 tahun tragedi kemanusiaan tersebut.
Acara peluncuran film ini diinisiasi oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar dengan tujuan untuk memperkenalkan hasil liputan wartawan senior Sigit Purwono, yang kala itu masih menjadi wartawan TVRI yang bertugas di Bali.
Ketua IJTI Wilayah Bali, Ananda Bagus mengatakan peluncuran film ini penting bagi anggota IJTI untuk mengerti apa yang harus dilakukan saat sebuah peristiwa besar terjadi.
"Kami mengapresiasi dan mendukung penuh launching film bom Bali ini. Film dokumenter ini menceritakan perjalanan mulai dari awal kejadian hingga akhir atau saat pemakaman teroris. Dari film dokumenter ini teman-teman wartawan televisi juga harus mengetahui pentingnya mengarsipkan file-file berita peliputan, yang nantinya bisa dirangkaikan menjadi sebuah cerita panjang perjalanan," kata Bagus yang juga wartawan Kompastv Bali.
Sigit Purwono saat peluncuran film "The White Balance" mengatakan karya dokumenter yang selesai dibuat tahun 2006 tersebut dikumpulkannya selama 20 tahun dan cara penyajiannya pun berbeda dari film dokumenter lainnya dimana dalam pembuatan film ini tidak menggunakan naskah atau pun rekayasa adegan.
"Sebenarnya saya tidak memiliki keinginan untuk menyakiti atau membangkitkan luka lama terutama warga Bali. Makanya saya simpan selama 20 tahun. Saya tidak ingin menambahkan teks, kata-kata apa, saya tidak mau ada interest dalam film ini. Ya sudah seperti itu. Saya sebagai wartawan menyajikan faktanya seperti itu," kata dia.
Dia menyatakan film yang berdurasi 65 menit tersebut pada proses pembuatan awalnya mengikuti kompetisi film dokumenter. Tetapi, menurut pengakuannya penting bagi dia untuk menjadikan karya jurnalistik tersebut sebagai fakta sejarah yang perlu diabadikan dalam sebuah karya yang dapat dinikmati oleh banyak orang.
"Saya ingin membuat film ini menjadi jejak digital, edukasi, menjadi referensi, akan menjadi literasi, tidak saja bagi warga Bali, tetapi bagi masyarakat internasional bagaimana kasus terorisme bom Bali itu terjadi," kata Sigit.
Bom Bali yang merupakan kejadian kedua terbesar setelah serangan di WTC disajikan secara natural, disajikan secara berurutan dan mengalir dari peristiwa pascaledakan, persidangan terhadap para tersangka dan eksekusi mati.
Dalam penyajiannya, film yang diberi judul "White Balance" ini terinspirasi dari teknik white balance, istilah populer pengambilan gambar dalam dunia fotografi dan pembuatan video.
"Kenapa judulnya "White Balance". Jadi biarkan putih itu putih, yang merah itu merah, yang hitam itu hitam. Terorisme itu perlu white balance biar cara pandang kita itu sama terhadap kemanusiaan," kata dia.
Sigit juga menceritakan pengalaman seputar mengabadikan gambar tragedi 20 tahun yang lalu itu. Selain membuatnya menjadi sebuah film dokumenter, Sigit juga memuat banyak potongan video dalam akun YouTube Bom Bali 2002 yang terdiri atas 90 video.
"Pengalaman saat itu sangat memang mengerikan. Karena Legian itu terlihat rata. Apalagi di kamar jenazah, waktu itu belum ada masker jadi baunya sangat menyengat. Jumlah video yang saya uppload ke YouTube sebanyak 90 video, tapi salah satu video statemen Abubakar Baazir ditakedown oleh Youtube," kata dia.
Dia sendiri menceritakan peristiwa liputan bom Bali tersebut berpengaruh terhadap kondisi psikologisnya, sehingga dia sendiri mengikuti program pemulihan agar tidak berpengaruh buruk terhadap dirinya.
"Saya sebagai wartawan saja sebetulnya nggak tega sebetulnya, tapi kejadian harus kita dokumentasikan. Tidak bisa dihilangkan dari sejarah Bali ini. Saya ingin menghadirkan realitas yang sesungguhnya. Bukan berdiri di balik kepentingan tertentu," kata dia.
Ida Bagus Putu Alit, salah satu dokter forensik yang saat itu bertugas di RSUP Sanglah juga memberikan beberapa potongan cerita ketika menangani ratusan tubuh manusia akibat tragedi bom tersebut.
"Film dokumenter ini membuat saya bernostalgia ketika mengidentifikasi 203 jenazah. Tapi ada 3 jenazah yang tidak berhasil diidentifikasi. Saat itu kami tiga orang dokter forensik Sanglah dan ini kejadian pertama. Sehingga pengalaman baru dan mengidentifikasi ratusan jenazah itu, tetapi berkat bantuan pemberitaan media sehingga data ante-mortem korban dari luar negeri itu membantu kami untuk identifikasi post-mortem," kata Dokter Alit.
Pemutaran perdana film dokumenter Bom Bali 2022 tersebut juga dihadiri oleh sejumlah wartawan senior yang bersama Sigit meliput seluruh peristiwa Bom Bali tersebut.
Sigit Purwono berharap film ini dapat dijadikan pelajaran penting bagi para wartawan untuk memberitakan segala sesuatu dengan objektif dan mengutamakan jurnalisme sejuk.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...