Francis Surjaseputra Tampilkan Desain sebagai Alat Kritik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Berbaurnya penalaran desain, penanganan craftsmanship, dan ekspresi personal dalam produk-produk seni karya desainer interior Francis Surjaseputra akan dipamerkan dalam ekshibisi bertajuk "Hibrida" selama dua pekan, mulai Selasa (2/12) hingga Senin (15/12) di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Dalam ekshibisi ini, Francis mencoba memoles desain sebagai alat bicara atau alat kritik serta membuka cakrawala dunia seni rupa.
Karya yang akan dipamerkan, di antaranya ialah FurniLove dan Suru. FurniLove merupakan sebuah konsep furniture yang mampu melayani atau merespons kebutuhan manusia secara interaktif dalam membangun hubungan intim, sedangkan Suru adalah alat makan dari daun pisang yang dilipat sedemikian rupa.
Francis mengungkapkan, kedua karya tersebut telah mengawinkan nilai-nilai craft dengan pakem-pakem desain kontemporer.
Menurut pengamat seni rupa, Chandra Johan, perkembangan dunia desain produk dibagi menjadi tiga lapisan yang khas.
Tiga lapisan tersebut adalah desain modern, industri kreatif atau craft, dan perpaduan antara eklektik dan modern. Ketiga generalisasi tersebut, kata dia, dapat disaksikan dalam pameran desain produk di kota-kota besar di Indonesia.
Sementara itu, Irawan Karseno Ketua Umum Dewan Kesenian Jakarta mengatakan, “Praktik seni rupa akhir-akhir ini memperlihatkan semangat para perupa kontemporer untuk mendekatkan jarak apresiasi dengan pendekatan-pendekatan cara pandang yang membebaskan lewat pendekatan fungsional. Desain produk menyelinap untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pentingnya estetika,” kata dia.
Dewasa ini, dunia desain produk memang cukup berkembang di Indonesia. Menjamurnya produk desian di dunia maya dan munculnya perancang-perancang muda juga menjadi indikator perkembangan desain produk.
Sekilas Francis Surjaseputra
Francis lahir di Malang 22 Agustus 1967. Pada usia 15 ia belajar di Brockwood Park School di Inggris kemudian melanjutkan studi Seni dan Desain di Bath College of Higher Education, Inggris.
Dia kemudian menlanjutkan studinya di bidang seni dan desain di Parsons School of Art and Design di Paris Prancis, jurusan Interior dan Desain Lingkungan. Francis menerima beasiswa bakat dari Parsons dan lulus pada 1990.
Kariernya dimulai dengan sebuah proyek di Bali, bernama 'Pusat Seni Kehidupan', yang didirikan dengan konsep yang mendalam berakar dari "Tropical Luxury".
Dia memulai membangun perusahaannya sendiri, yakni PT Axon 90 (akson sembilan puluh) pada 2002.
Francis juga aktif di berbagai organisasi. Ia diberi mandat sebagai Presiden HDII (The Indonesian Society of Interior Designer) 2013-2015, Ketua APEDA (Asia Pacific Ruang Desainer Alliance) 2012-2014, dan anggota kehormatan CIDI (Consejo Iberoamericano de Disenadores de Interiores).
Ia memiliki dua perspektif desain, yakni desain sebagai proses evolusi yang konstan karena dunia berubah setiap hari, yang mencakup 'saya' sebagai makhluk hidup tunggal dalam kehidupan bersama, serta desain harus harus mencerminkan masyarakat di sekitar kita. (dkj.or.id)
Editor : Sotyati
Presiden Setuju Pemberian Amnesti Narapidana demi Kemanusiaa...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri ...