Freeport Ragu Target Jokowi Rampungkan Divestasi Bulan April Tercapai
PHOENIX, SATUHARAPAN.COM - Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoran, Richard Adkerson, mengisyaratkan pihaknya tidak yakin perundingan divestasi saham pertambangan emas dan tembaga Grasberg, Timika, dapat rampung sesuai dengan jadwal. Hal itu telah mengecewakan para analis yang menyebabkan harga saham Freeport anjlok 9,6 persen pada hari Selasa (24/04) menjadi US$17 per lembar.
Adkerson dalam pernyataan seusai melaporkan kinerja kuartal pertama perusahaan itu pada hari Selasa (24/04), mengatakan bahwa perusahaan tembaga terbesar di dunia itu terus mengupayakan kesepakatan dengan Indonesia dengan tujuan divestasi 51 persen saham kepada pemerintah RI.
Dikutip dari Financial Times, perusahaan yang bermarkas di Phoenix, AS, itu mengatakan mereka terlibat perundingan dengan Inalum, BUMN yang ditugaskan pemerintah RI untuk bernegosiasi, serta Rio Tinto, perusahaan yang memiliki hak partisipasi 40 persen atas produksi Grasberg. Mereka berupaya untuk mencapai kesepakatan yang akan membuka jalan bagi ekspansi bawah tanah tambang Grasberg yang bernilai miliaran dolar.
Namun, beberapa rincian baru yang diungkapkan Adkerson telah mengecewakan analis, yang mengatakan pembicaraan itu kemungkinan akan berlarut-larut. Freeport berharap akan mencapai kesepakatan pada akhir Juni 2018, saat mana lisensi penambangan sementara mereka akan berakhir.
Target bulan Juni itu pernah diungkapkan oleh Direktur Utama PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin. Namun, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, pada 5 Maret lalu, Presiden Joko Widodo menginginkan penyelesaian divestasi saham Freeport pada bulan April.
"Para pihak terus merundingkan dokumentasi atas perjanjian komprehensif untuk operasi perluasan tambang Grasberg dan untuk mencapai kesepakatan tentang waktu, proses dan masalah tata kelola terkait dengan divestasi", kata Freeport dalam pernyataannya, setelah melaporkan kinerja kuartal pertama perusahaan itu.
"Para pihak memiliki tujuan bersama untuk menyelesaikan negosiasi dan dokumentasi yang diperlukan sesegera mungkin," kata dia dalam pernyataan resmi Freeport, dikutip dari Financial Times.
Dalam negosiasi ini, Freeport telah diminta untuk menjual sebagian sahamnya di tambang Grasberg kepada investor lokal sehingga dapat memenuhi 51 persen kepemilikan pemerintah Indonesia.
Ini adalah bagian dari dorongan yang lebih luas di pihak Jakarta untuk memperoleh kontrol yang lebih besar atas sumber daya alam negara.
Freeport saat ini mengendalikan 91 persen saham tambang Grasberg dan sisanya dimiliki oleh pemerintah Indonesia.
Perundingan telah berlangsung selama beberapa tahun dan menjadi urusan yang pelik bagi tim Freeport yang dipimpin oleh CEO Richard Adkerson.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir garis besar kesepakatan telah muncul. Kesepakatan akan tergantung pada Inalum yang akan membeli hak partisipasi Rio Tinto di Grasberg: perusahaan tambang Anglo-Australia yang berhak atas 40 persen produksi Grasberg bila berada di atas tingkat yang disepakati hingga 2023, dan 40 persen dari seluruh produksi, sesudahnya.
Melalui struktur ini, Jakarta akan meningkatkan pemilikannya atas tambang Grasberghingga 51 persen, sementara Freeport akan mempertahankan kepemilikan saham yang cukup besar untuk menjustifikasi proyek perluasan bawah tanah bernilai miliaran dolar.
Untuk Rio, menjual haknya di Grasberg akan memungkinkan perusahaan itu keluar dari yurisdiksi pertambangan yang menantang dan fokus pada aset intinya. Ini juga akan membuka peluang bagi investor yang selama ini tidak dapat berinvestasi di perusahaan karena masalah lingkungan terkait dengan beberapa proses yang digunakan di Grasberg.
"Kami terus terlibat dalam negosiasi dengan pemerintah Indonesia untuk memulihkan stabilitas jangka panjang untuk operasi Grasberg kami dan berharap untuk mencapai resolusi yang saling menguntungkan," kata Adkerson.
Komentarnya muncul setelah Freeport melaporkan hampir 70 persen peningkatan laba bersih menjadi US$692 juta untuk tiga bulan pertama tahun ini, didorong oleh harga tembaga yang lebih tinggi.
Namun, hasilnya di bawah ekspektasi sehubungan dengan langkah Freeport menurunkan perkiraan produksi dan meningkatkan panduan biaya untuk 2018.
Freeport mengatakan, pihaknya diperkirakan akan menjual 3,8 miliar pon tembaga tahun ini, turun dari panduan sebelumnya 3,9 miliar pon karena kegiatan pemeliharaan di Grasberg. Biaya diperkirakan rata-rata US$1,01 per pon untuk 2018.
Analis juga kecewa dengan kurangnya kemajuan atas Grasberg.
"Rilis hari ini tidak memberikan rincian baru tentang kemajuan divestasi yang diperlukan dari saham mayoritas dalam operasi Indonesia," kata analis di Berenberg.
"Diskusi terus berlanjut antara Freeport dan pemerintah Indonesia, dan kami mengharapkan mereka untuk berupaya (menyelesaikannya) di luar batas waktu yang disebutkan sebelumnya. Kami percaya masih ada banyak hal yang perlu diselesaikan, karena isu-isu kunci tetap tidak terselesaikan, terutama berkaitan dengan penilaian."
Adkerson mengatakan dia tetap optimis tentang kesepakatan itu bisa dicapai, dan mengatakan bahwa ada "penjual yang bersedia" dan "pembeli termotivasi".
Ia menambahkan pemerintah RI mengatakan perlu melakukan uji tuntas sebelum mengakuisisi kepentingan Rio di Grasberg.Untuk itu, Indonesia telah menyewa sejumlah penasihat, termasuk bank investasi, akuntan dan pengacara. Hal itu telah memperlambat negosiasi.
"Prosesnya lebih lama dari yang diperkirakan," kata Adkerson kepada analis.
Dia menambahkan bahwa presiden Indonesia Joko Widodo tampak tertarik untuk merampungkan kesepakatan tentang tambang Grasberg sebelum pemilihan tahun depan.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...