Furnitur Olly Dondokambey Dinilai Bukan Hasil Korupsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memutuskan bahwa furnitur milik politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Olly Dondokambey bukanlah hasil korupsi dalam perkara tindak korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang.
"Setelah memeriksa dan menelaah, tidak ditemukan bukti bahwa seperangkat furnitur itu dibeli dengan menggunakan uang kas PT Adhi Karya sehingga tidak ada cukup alasan hukum untuk menyitanya dan barang tersebut harus dikembalikan," kata anggota majelis hakim Ugo dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (8/7).
Putusan tersebut dibacakan dalam pembacaan vonis terhadap mantan Direktur Operasi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor yang divonis 4 tahun dan 6 bulan ditambah denda 150 juta rupiah subsider 3 bulan.
Dalam tuntutan, jaksa meminta agar furnitur yang telah disita dari Olly Dondokambey itu dirampas untuk negara karena dianggap sebagai keuntungan tidak sah dari proyek pembangunan P3SON Hambalang.
"Furnitur meja dan kursi kayu tersebut menurut penuntut umum dibayarkan dari kas Adhi Karya tapi saksi Olly Dondokambey mengatakan bahwa ia tidak tahu sumber pembayaran uang itu," tambah hakim Ugo.
Furnitur milik Olly tersebut adalah satu buah meja makan kayu berukuran 163 x 71 x 14 cm, satu buah meja makan kayu 410 x 100 x 20 cm, dua buah dampar atau kursi kayu ukuran 38 x 157 x 54 cm, dua buah dampar atau kursi kayu ukuran 38 x 157 x 54 cm dan sudah disita KPK.
Namun nama Olly tetap masuk dalam nama-nama orang yang mendapatkan keuntungan dari proyek P3SON Hambalang yaitu mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebesar 2,21 miliar rupiah, mantan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam sebesar 6,55 miliar rupiah, mantan Ketua Komisi X Mahyuddin 500 juta rupiah, Adirusman Dault sebesar 500 juta rupiah, anggota badan anggaran DPR Olly Dondokambey senilai 2,5 miliar rupiah, petugas penelaah pendapat teknis Kementerian Pekerjaan Umum sebsar 135 juta rupiah, mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar senilai 1,1 miliar rupiah, biaya sewa hotel dan uang saku panitia pengadaaan senilai 606 juta rupiah, pengurusan retribusi Izin Mendirikan Bangunan sebesar 100 juta rupiah serta anggota DPR sebesar 500 juta rupiah.
Jumlah itu mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 464,514 miliar rupiah.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa Teuku Bagus memberikan 2 miliar rupiah kepada Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam melalui Paul Nelwan. Selanjutnya pemilik PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso juga memberikan uang kepada Wafid Muharam sebesar 3 miliar rupiah yang berasal dari kas PT Adhi Karya, semuanya adalah untuk mendapatkan proyek P3SON Hambalang senilai 1,17 triliun rupiah.
Sebelum penetapan lelang, Teuku Bagus juga bertemu dengan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, anggota tim asistensi Lisa Lukitawati Isa dan Komisaris PT Methapora Solusi Global Muhammad Arifin, saat itu Deddy meminta agar Adhi Karya sebagai calon pemenang memberikan komisi sebesar 18 persen dan disetujui Teuku Bagus.
Akhirnya ada 25 November 2010, KSO Adhi Wika ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan Wafid Muharam selaku Sesmenpora yang menandatangani surat pemenangan karena Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu Andi Mallarangeng tidak bersedia menanantangani dengan alasan hal itu persoalan teknis, padahal menterilah yang seharusnya menandatangani proyek bernilai di atas 50 miliar rupiah.
Namun Teuku Bagus ternyata mengalihkan (subkontrak) pekerjaan utama pembangunan asrama junior putri, asrama junior putra dan GOR Serbaguna kepada perusahaan yang dibawa Choel Mallarangeng yaitu PT Global Daya Manunggal senilai 142,44 rupiah miliar padahal perusahaan teresbut bukan penyedia barang/jasa spesialis.
Teuku Bagus juga mengalihkan pekerjaan lain ke 38 perusahaan lain sehingga nilai pekerjaan yang dialihkan seluruhnya 530 miliar rupiah. Teuku Bagus meski mengalihkan pekerjaan masih mengajukan permohonan kepada Kemepora tanpa menyerahkan kemajuan pekerjaan yang sesungguhnya tapi hanya berdasar perkiraan sebesar 217,3 miliar rupiah pada akhir 2010 dan 236,17 rupiah miliar pada 2011 sehingga seluruhnya KSO Adhi Wika mendapat uang sebesar 453,454 miliar rupiah.
Uang itu kemudian dibayarkan ke PT Dutasari Citralaras sebesar 170,39 miliar rupiah, Machfud Suroso sebesar 28,8 miliar rupiah, PT Global Daya Manunggal sebesar 58,9 miliar rupiah, PT Aria Lingga Perkasa senilai 3,33 miliar rupiah dan pembayaran kepada 32 subkontraktor lain sejumlah 17,96 miliar rupiah.
"Dari sebagian uang yang diterima oleh Machfud Suroso dan PT Dutasari Citralaras sebesar 45,3 miliar rupiah merupakan realisasi sebagian pembayaran fee sebesar 18 persen. Uang yang diterima oleh Machfud Suroso diberikan kepada M Nazaruddin sebesar 10 miliar rupiah yang sebelumnya sudah mengeluarkan uang untuk proyek Hambalang dan pinjaman terdakwa di kas PT Adhi karya untuk pergantian direksi dan karyawan yang bekerja di KSP Adhi-Wika," ungkap hakim.
Hakim juga mengabulkan permintaan Teuku Bagus untuk mengembalikan sertifikat tanah yang diatasnamakan namanya, istri dan anaknya, pengembalian sejumlah surat kendaraan bermotor yang disita di Yogyakarta, Jawa Tengah dan KPK serta pembukaan blokir rekening tabungan dan rekening.
Atas putusan tersebut, Teuku Bagus menerimanya.
"Saya menerima dan tidak banding," kata Teuku Bagus.
Sedangkan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...