G-7 Akan Bahas Landasan Hukum untuk Menyita Rp 4.650 Triliun Aset Rusia Yang Dibekukan
LONDON, SATUHARAPAN.COM-Para pemimpin negara-negara maju G-7 akan membahas landasan hukum baru yang memungkinkan penyitaan aset Rusia yang dibekukan senilai US$ 300 miliar (setara Rp 4.650 triliun) ketika mereka bertemu pada bulan Februari, dua sumber yang mengetahui rencana tersebut dan seorang pejabat Inggris mengatakan pada hari Kamis (28/12).
Para pejabat Amerika Serikat dan Inggris telah bekerja dalam beberapa bulan terakhir untuk memulai upaya penyitaan aset-aset Rusia yang diimobilisasi di Belgia dan kota-kota Eropa lainnya, dan berharap para pemimpin Kelompok Tujuh setuju untuk mengeluarkan pernyataan yang lebih kuat ketika mereka bertemu pada akhir Februari, sekitar ulang tahun kedua invasi Moskow ke Ukraina, kata ketiga sumber tersebut.
Diskusi tersebut berlangsung ketika Presiden AS, Joe Biden, menghadapi penolakan dari Partai Republik terhadap permintaannya untuk memberikan bantuan tambahan sebesar US$ 61 miliar ke Ukraina, dan para pejabat AS memperingatkan konsekuensi yang mengerikan bagi upaya perang Ukraina.
Amerika Serikat, yang didukung oleh Inggris, Jepang dan Kanada, telah mengusulkan agar kelompok kerja G-7 mengembangkan opsi bagi para pemimpin G-7, kata sumber tersebut, namun memperingatkan agar tidak mengharapkan “pengumuman sebenarnya” tentang penyitaan aset pada pertemuan akhir bulan Februari.
Landasan hukum baru akan memungkinkan penyitaan aset dalam “keadaan yang sangat spesifik” yang melibatkan negara agresor, kata salah satu sumber.
“AS telah mampu mengembangkan landasan teori hukum tentang bagaimana Rusia dapat dimintai pertanggungjawaban yang menurut kami akan diajukan secara internasional di pengadilan dan akan diakui secara luas sebagai hal yang sah,” kata sumber tersebut.
Belum ada keputusan yang diambil, dan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, akan memerlukan perubahan legislatif untuk menetapkan otoritas yang diperlukan untuk melakukan penyitaan tersebut, kata dua sumber.
Financial Times melaporkan pada hari Kamis (28/12) pagi bahwa Washington telah mengusulkan pembentukan tiga kelompok kerja untuk memeriksa masalah hukum seputar penyitaan; metode penerapan kebijakan tersebut dan mitigasi risiko; dan pilihan cara terbaik menyalurkan dukungan ke Ukraina.
Para pemimpin G-7 telah lama berpendapat bahwa Rusia berkewajiban berdasarkan hukum internasional untuk mengakhiri perangnya dan membayar kerugian yang ditimbulkannya, yang menurut Bank Dunia sudah melebihi US$ 400 miliar dolar.
Dalam pernyataan tanggal 6 Desember, para pemimpin G-7 mengatakan mereka akan “mengeksplorasi semua cara yang mungkin untuk membantu Ukraina mendapatkan kompensasi dari Rusia, sesuai dengan sistem hukum kita masing-masing dan hukum internasional” dan mengarahkan menteri terkait untuk terus menangani masalah ini.
Salah satu sumber mengatakan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, termasuk meyakinkan negara lain untuk bergabung.
“Ini adalah sesuatu yang perlu dilakukan secara kolektif oleh komunitas internasional untuk memastikan hal ini dapat dilakukan secara efektif,” kata sumber tersebut, seraya menambahkan bahwa beberapa negara hanya akan melanjutkan jika semua negara Eropa menandatanganinya.
Financial Times mencatat bahwa beberapa negara Eropa, termasuk Italia, yang akan mengambil alih kepresidenan G-7 pada tahun 2024, merasa waspada, karena takut akan kemungkinan implikasinya terhadap stabilitas keuangan serta tindakan pembalasan dari Rusia.
Moskow telah mengancam akan mengambil tindakan pembalasan terhadap negara-negara yang menyita aset-asetnya. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...