Garin Nugroho: Keberagaman Jakarta Membentuk Keindonesiaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Garin Nugroho menyebutkan Jakarta atau Batavia dibentuk dengan pelbagai pengaruh dunia. Keberagaman kota itu yang membentuk keindonesiaan saat ini.
“Batavia dibangun untuk mengalahkan Paris… dan (Batavia) merupakan ‘Ratu dari Timur’. Dibangun menjadi kota terindah yang melebihi Amsterdam,” kata produser dan sutradara kondang itu.
Batavia disebutnya dipenuhi puisi sehingga juga dijuluki ‘Juwita Malam’ seperti dalam karya komposer Ismail Marzuki. Batavia yang indah dibangun Belanda dengan mimpi-mimpi mereka, arsitektur, lagu-lagu, dan kehidupan mereka. Hal itu makin memperkaya Batavia ketika kemudian pelbagai suku dan dunia internasional datang ke kota itu. “Sore-sore mereka menikmati kopi, menonton sirkus, menikmati orkestra, bukankah kita terbelakang pada hari ini.”
“Keberagaman tidak datang hari ini. Tengoklah sejarah, terjadi keberagaman yang luar biasa.”
Dia mengupas Jakarta yang merupakan gerbang Indonesia dalam ‘Monolog Jakarta Untuk Indonesia’ di Auditorium Galeri Indonesia Kaya Jakarta pada Sabtu (21/6). Jakarta merupakan salah satu saksi mata sejarah Indonesia dari zaman perbudakan hingga generasi Benyamin Sueb yang menjadi salah satu ikon pop Jakarta dijelaskan dalam acara itu. Tidak lupa juga Stasiun Jatinegara, Pasar Gambir, Hotel Indonesia, sampai nasi goreng, dibahasnya karena juga merupakan unsur-unsur pembentuk Jakarta.
Pertunjukan monolog itu digelar dalam rangka memeriahkan ulang tahun Jakarta ke-487. Monolog ini bertujuan memberi inspirasi tentang terbentuknya kebangsaan melalui ibukotanya dengan ringan sekaligus membuka pemikiran para pendengarnya.
“Siapa yang tak kenal Jakarta dengan ragam kehidupan masyarakat di dalamnya? Namun, belum tentu penduduk Jakarta sendiri mengetahui sejarah dan kisah-kisah unik tentang bagaimana Jakarta bisa menjadi gerbang Indonesia. Hal ini membuat saya tertarik untuk menampilkannya secara monolog di Galeri Indonesia Kaya sehingga para pengunjung bisa mengetahui sisi lain Jakarta dengan cara yang berbeda karena sejarah Jakarta itu tidak pernah dibentuk oleh dirinya sendiri, tapi oleh keberagaman,” ujar Garin Nugroho.
Dalam pertunjukan berdurasi sekitar 60 menit, monolog ini dibuka oleh penampilan Avie Rajanti Putri yang menampilkan Lenggang Nyai yang merupakan tarian khas Betawi. Penampilan ini dilanjutkan dengan Edo Kondologit yang menyanyikan ‘Juwita Malam’ yang disebut Garin Nugroho, merupakan bentuk penghargaan kepada Ismail Marzuki yang selama 25 tahun berkarya, menghasilkan ratusan lagu yang turut menjadi bagian sejarah kota yang menjadi pusat pemerintahan Indonesia ini.
Dalam penampilannya ini, Garin Nugroho diiringi Kelompok Dongeng Kebangsaan yang merupakan projek yang ditekuninya dalam beberapa periode terakhir. Garin Nugroho bareng Kelompok Dongeng Kebangsaan telah melakukan beragam monolog di pelbagai wilayah di Indonesia dan menyajikan beragam kisah budaya Indonesia tentang keberagaman yang jarang dikupas banyak orang.
“Sebagai avantgarde sinema Indonesia pasca 1990 sekaligus arsitek generasi baru perfilman Indonesia, Garin Nugroho sangat beragam, mulai dari film cerita, iklan, dokumenter, video musik, teater, visual art, juga menulis dan menerbitkan beragam buku. Kali ini Galeri Indonesia Kaya menggandeng Garin Nugroho dalam Dongeng Kebangsaan yang merupakan proyek terbarunya dan menampilkan sisi lain Jakarta secara monolog. Penampilan ini akan memberikan edukasi dan kesan tersendiri dalam mempelajari sejarah ibukota negara kita ini,” kata Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...