Gaslighting , Tindakan Manipulasi Yang Tidak Disadari Dalam Sebuah Relationship
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM, Perdayaan Mental atau lebih popular dan dikenal di kalangan anak muda dengan istilah Gaslighting, adalah sebuah bentuk penyiksaan psikologis yang membuat korban meragukan keadaan dan kewarasannya dan berakhir pada rusaknya gambar diri korban. Pelaku dengan manipulatif membuat korban tidak lagi yakin akan dirinya bahkan meyakini semua yang dikatakan oleh pelaku. Jika kita hanya membaca apa yang saya tuliskan di atas maka pemahaman gaslighting ini menjadi sesuatu yang mengerikan dan mungkin kita merasa gaslighting sebagai sesuatu yang jauh dari hidup kita. Namun, ternyata jika kita mau peka dan membuka mata kita, gaslighting ini dekat dalam kehidupan keseharian di sekitar kita.
Gaslighting seringkali ditemui dalam hubungan yang toxic. Dalam relasi sepasang kekasih atau suami istri, bisa saja salah satu pihak melakukan kekerasan verbal dan ternyata ini tidak hanya sekali namun berulang kali. Yang menyedihkan kekerasan verbal ini dibarengi dengan kekerasan fisik atau bahkan kekerasan seksual. Saat terjadi karena ini dalam sebuah relasi yang toxic, pelaku bisa meyakinkan sang korban dan membenarkan tindakannya. Sang korban ini dalam segala kegamangan dan keadaannya tidak sanggup melepaskan diri dari hubungan toxic tersebut dan akhirnya semakin terpuruk dalam hubungan yang merugikan dan tidak sehat.Yang lebih menyayat hari gaslighting yang diwarnai dengan berbagai macam kekerasan ini bisa juga terjadi dalam relasi orang-orang di sekitar bahkan anak-anak kita, saat mereka ada di masa muda mereka dan sedang menjalin relasi.
Darimana gaslighting ini berawal? Gaslighting sering mudah terjadi saat seseorang merasa kesepian, kesulitan beradaptasi bahkan merasa tidak diterima oleh lingkungan. Saat seperti ini seseorang bisa muncul sebagai sosok baik yang awalnya dianggap mengerti. Namun, ternyata seiring berjalannya waktu, sosok yang mengerti ini menjadi sosok yang manipulatif, yang dengan kata-kata bahkan perlakuan kasar yang dibungkus dengan pembenaran, membuat orang yang sedang kesepian dan gamang ini menjadi semakin rusak gambar dirinya. Di sini menurut saya, pentingnya relasi yang baik seorang anak dengan keluarga atau paling tidak setiap orang butuh punya komunitas yang dapat selalu menjaga dan menghargai diri mereka apa adanya. Jika seseorang merasa dicinta, merasa dikasihi, sekali pun ia tengah berada di sebuah lingkungan yang seolah tidak menerima dan menolaknya, ia tetap bisa merasakan dirinya berharga.
Gaslighting lebih mudah terjadi pada mereka yang dalam hidup tidak mempunyai supporting system atau sedang merasa kesepian. Jika kita adalah orangtua, bukalah mata terhadap pergumulan anak-anak kita. Belajarnya untuk memberi waktu dan peka terhadap keberadaan mereka. Sediakan telinga dan waktu kita untuk mendengar celotehan dan keluh kesah mereka. Jangan hanya terjebak merasa cukup membekali dengan kebutuhan-Kebutuhan material. Anak-anak kita membutuhkan dukungan melalui keberadaan kita.
Dalam lingkungan kita, belajarlah menjadi orang-orang yang menghargai keberadaan orang di sekitar. Menjadi sosok yang mau menerima dan mendengar, menjadi sahabat bagi mereka yang ada di sekitar kita. Setiap orang punya pergumulan, jangan sampai mereka yang punya pergumulan itu ada di sekitar kita dan kita tidak peka sama sekali terhadap pergumulan-pergumulan mereka. Di tengah maraknya toxic relationship bahkan gashlighting, biarlah kita belajar menjadi sahabat bagi sesama kita.
Editor : Eti Artayatini
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...