Gempa Ambon: Mengapa Gempa Susulan Lebih dari Seribu Kali?
AMBON, SATUHARAPAN.COM – Sejak gempa bermagnitudo 6,8 mengguncang Ambon dan sekitarnya di Provinsi Maluku pada Kamis, 26 September 2019, telah terjadi gempa susulan sebanyak lebih dari 1.000 kali.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat hingga Senin (7/10) pukul 07.00 WIB, aktivitas gempa susulan di Kairatu – Ambon, sudah terjadi sebanyak 1.161 kali. Sementara aktivitas gempa susulan yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat mencapai 123 kali.
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa dalam setiap peristiwa gempa kuat terjadi deformasi batuan kerak bumi yang menyebabkan pergeseran blok batuan.
"Karena blok batuan yang bergeser sangat luas, maka terjadilah ketidaksetimbangan gaya tektonik di zona tersebut. Akhirnya muncul gaya-gaya tektonik untuk mencari kesetimbangan menuju kondisi stabil," katanya kepada wartawan BBC News Indonesia, Jerome Wirawan, seperti dilansir bbcIndonesia.com,pada Senin (7/10).
"Dalam proses mencari kesetimbangan gaya tektonik itu, terjadilah deformasi-deformasi kecil pada batuan di sekitar pusat gempa utama yang dimanifestasikan sebagai gempa susulan."
Menurutnya, gempa susulan di kawasan Ambon dan sekitarnya lazim terjadi.
"Lazimnya gempa kuat dengan magnitudo di atas 6,0 maka wajar jika terjadi aktivitas gempa susulan. Semakin besar magnitudo gempa, maka potensi gempa susulannya semakin banyak, apalagi jika ditunjang dengan kondisi batuan di wilayah tersebut yang rapuh,” katanya.
Banyaknya aktivitas gempa bumi susulan di Kairatu Ambon, jelas Daryono, menggambarkan karakteristik batuan di wilayah tersebut yang rapuh.
Akan tetapi, sambungnya, tren frekuensi aktivitas gempa susulan Kairatu Ambon kini semakin mengecil, walaupun Ambon sempat diguncang gempa susulan bermagnitudo 3,0 pada pukul 10.41 WIB.
Beberapa jam sebelumnya, gempa bermagnitudo 4,1 mengguncang sekitar pukul 08.21 WIB
Waspadai Hoaks
Daryono mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah percaya kepada berita bohong alias hoaks terkait prediksi gempa dan tsunami yang disebarkan pihak yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Gempa bumi belum dapat diprediksi dengan akurat kapan, di mana, dan berapa besar kekuatannya,” katanya.
Dia juga menganjurkan agar pengungsi yang tempat tinggalnya masih kuat dan kokoh untuk kembali ke rumah dan beraktivitas seperti biasa.
"Sebaliknya bagi warga yang rumahnya sudah rusak dan membahayakan jika terjadi gempa, maka sebaiknya tidak dihuni dulu,” katanya.
Pekan lalu, dilaporkan setidaknya 108.000 orang memilih mengungsi. Pihak berwenang telah meminta pengungsi kembali ke rumah, tapi mayoritas enggan pulang karena gempa susulan masih berlangsung. (bbc.com)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...