Gempa Sulteng: Tim GKI Buka Pelayanan di Donggala
Tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia (Tim GKI) bekerja sama dengan Bala Keselamatan Korps Palu (BK) dan Gereja Protestan Indonesia di Donggala (GPID) bergerak ke wilayah terdampak gempa dan tsunami di Kabupaten Donggala pada tanggal 11 dan 12 Oktober. Tony Muljadinata, Sekretaris Tim GKI Jabar, mengisahkan pengalamannya kepada Satuharapan.com.
SATUHARAPAN.COM – Mendengar daerah pantai barat Donggala dan daerah Kulawi sudah dapat dilalui, pada tanggal 11 dan 12 Oktober, Tim GKI memutuskan untuk melakukan pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pendistribusian bantuan ke dua lokasi itu.
Tim GKI dibagi dua. Tim A, enam orang, menuju pantai barat Donggala bersama tim dari GPID. Tim B, juga enam orang, bersama tim dari Bala Keselamatan menuju daerah pegunungan Kulawi, yang masuk wilayah Kabupaten Sigi. Masing-masing tim menginap satu malam. Tim A bermalam di rumah jemaat GPID di Desa Tambu, sementara Tim B bermalam di gereja Bala Keselamatan.
Jarak dari Kota Palu menuju Sirenja, 91,4 km menurut mesin pencari, melalui Jalan Raya Palu-Toli-toli. Normalnya, ditempuh dalam 2 jam 16 menit.
Namun, masing-masing tim harus menembus perjalanan ekstrahati-hati dari base camp di Kota Palu, mengingat kondisi jalan yang rusak di sana-sini. Masih banyak batu-batu besar dan pohon-pohon tumbang yang menutupi separuh jalan. Dan, masih sering terjadi longsor.
Memerlukan waktu lebih kurang 3,5 jam untuk menempuh masing-masing tujuan saat itu.
Tim Terjebak Tanah Longsor
Di pesisir pantai barat Donggala, Tim A melaksanakan pelayanan medis dan distribusi natura, beras dan minyak, di lima tempat di wilayah Kabupaten Donggala itu.
Pertama, di wilayah Kecamatan Sirenja, yakni di Dusun 4 Sifalenta yang juga disebut Pasir Putih, di Desa Lendetovea.
Kedua, di wilayah Kecamatan Balaesang, yakni di Desa Tambu, di Dusun 1 Desa Lambagu, di Dusun 2 Desa Walandano.
Ketiga, di wilayah Kecamatan Balaesang Tanjung, yakni di Desa Palau. Desa Palau merupakan daerah komunitas suku Pendau, yang mengisolasikan diri dari keramaian dan menetap di kawasan perbukitan, walaupun sebagian sudah berbaur dengan etnis pendatang yang menetap di wilayah warga Pendau. Untuk mencapainya, tim menempuh 40 menit dari jalan aspal, melalui jalan tanah yang sangat bergelombang.
Tim B, melaksanakan pelayanan medis di dua tempat, sebagian masuk Kabupaten Donggala dan sebagian masuk wilayah Kabupaten Sigi.
Pelayanan pertama dilakukan di Desa Boya, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala.
Pelayanan medis kedua dilakukan di Desa Tangkulowi, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi.
Tim B sempat terjebak longsor pada siang hari, dalam perjalanan pulang dari Desa Tangkulowi menuju Palu. Poros Palu – Kulawi sering terjadi tanah longsor, terutama pada saat hujan deras. Jalan provinsi yang menghubungkan Palu dan Kulawi serta Pipikoro itu bahkan sempat terputus, contohnya pascagempa 6,5 skala richter mengguncang Sigi pada 12 Agustus 2012. Perambahan hutan ditengarai sebagai salah satu penyebab seringnya terjadi tanah longsor.
"Saya mendapat kabar salah satu tim kemanusiaan terjebak tiga hari di sana (Kulawi, Red), baru kemudian bisa keluar dari wilayah itu turun pakai sepeda motor dan jalan kaki menyusuri sungai," Tony Muljadinata menceritakan melalui sambungan media sosial.
Sejak mengawali pemeriksaan kesehatan dan pendistribusian bantuan pada tanggal 6 Oktober, hingga 13 Oktober 2018 Tim GKI telah melayani 856 pasien.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...