Gempa-Tsunami Sulteng: Bank Dunia Sumbang Rp75 M untuk Rekonstruksi
PALU, SATUHARAPAN.COM – Bank Dunia memberikan bantuan sebesar US$5 juta atau sekitar Rp75 miliar kepada pemerintah Indonesia untuk proses pembangunan ulang berbagai daerah terdampak gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.
Seremoni pemberian sumbangan uang dan bantuan teknis digelar di Palu, Jumat (12/10), antara pemimpin Bank Dunia, Kristalina Georgieva, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Bank Dunia memperkirakan kerugian fisik atas bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah mencapai US$531 juta atau sekitar Rp8 triliun.
Mereka menilai potensi kerugian itu tidak termasuk kerugian kesempatan (opportunity lost) atau manfaat ekonomi yang hilang saat kegiatan ekonomi berhenti pascabencana.
Kristalina Georgieva menyebut rencana rekonstruksi yang matang sangat dibutuhkan untuk membangun masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya bangunan fisik semata.
“Yang juga penting adalah bagaimana membangun ketahanan seluruh negara, bukan hanya di Sulawesi Tengah,” kata Kristalina kepada wartawan BBC News Indonesia, Mehulika Sitepu.
Rencana Rekonstruksi Berjalan Dua Tahun ke Depan
Kristalina Georgieva berkunjung ke Palu bersama Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres. Di Palu, mereka disambut Jusuf Kalla dan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Willem Rampangilei.
Guterres secara khusus menyampaikan duka cita dari dunia internasional. “Hati kami hancur dengan apa yang terjadi. Kami bersama rakyat Sulawesi dan Indonesia,” kata Guterres kepada Wapres Kalla.
Guterres juga memuji usaha manajemen bencana yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Ia berkata, “Warga Sulawesi bisa bangga akan usaha yang efektif dari Pemerintah Indonesia.”
Kamis, 11 Oktober di hadapan para pemimpin negara ASEAN di Bali, Presiden Joko Widodo menyebut Pemerintah Indonesia menargetkan tanggap darurat bencana di Sulteng selesai paling lama dua bulan.
Jokowi juga memaparkan rencana rekonstruksi yang disebutnya akan berjalan selama dua tahun ke depan.
“Pemerintah dan rakyat Indonesia bekerja keras untuk membantu para korban dan keluarganya. Saat ini kami masih fokus pada penanganan tanggap darurat,” kata Jokowi di Nusa Dua, Bali.
Adapun, Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, menyebut masa tanggap darurat diperpanjang hingga dua pekan ke depan. Ia beralasan, sejumlah fasilitas publik belum berfungsi penuh.
“Perpanjangan disebabkan masih banyak kedaruratan yang perlu ditangani, pembenahan beberapa infrastruktur, seperti yang menjadi prioritas untuk tersambung, penyediaan air bersih, dan penanganan pengungsi,” ujarnya kepada pers di Palu, Kamis (11/10).
Bencana gempa yang disusul tsunami dan likuifaksi di Sulteng menewaskan 1948 jiwa dan membuat 71.000 orang tanpa tempat tinggal. Lebih dari 60.000 rumah hancur dan diperkirakan terdapat 7.800 rumah terkubur lumpur likuifaksi di sejumlah titik.
Jembatan Ponulele di Palu hancur akibat bencana alam itu. Saat dibangun tahun 2005, biaya pembangunan jembatan itu mencapai sebesar US$5,7 juta atau sekitar Rp57 miliar.
Gempa juga merusak Bandara Palu, Mutiara SIS Al-Jufrie. Pemerintah diperkirakan membutuhkan anggaran Rp80 miliar untuk perbaikan bandara tersebut.
Bank Dunia Pertimbangkan Pendanaan Rehabilitasi
CEO Bank Dunia Kristalina Georgieva mengatakan bahwa pihaknya akan memutuskan apakah akan memberikan pinjaman kepada Pemerintah Indonesia, “setelah mempelajari dengan sangat hati-hati apa yang diperlukan dan seberapa besar pendanaan yang dibutuhkan pemerintah (Indonesia) di luar pendanaan internal mereka.”
“Sangat mungkin kami mendanai sebagian upaya pemulihan, kami juga melakukannya di sini (Indonesia) setelah tsunami 2004,” ia menambahkan.
Selain pendanaan, Bank Dunia juga akan memberikan asistensi teknis pemulihan bencana berdasarkan pengalaman mereka di negara-negara lain.
Asuransi Bencana
Terkait pembiayaan bencana, Indonesia selama ini masih sangat bergantung pada APBN dan APBD, dan masih terfokus pada rekonstruksi dan pemulihan pascabencana.
Untuk itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana untuk meniru beberapa negara rawan bencana lain yang telah menerapkan asuransi bencana sebagai bagian dari pembiayaan bencana.
Targetnya, tahun depan semua gedung pemerintah akan diasuransikan, namun sayangnya, rumah-rumah penduduk menengah dan bawah belum dapat diasuransikan.
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...