Generasi Altruistik yang Egoistis
”Marilah kita ajarkan kemurahan hati dan altruisme karena sesungguhnya kita terlahir egoistis” (Richard Dawkins).
SATUHARAPAN.COM – Apa yang terjadi? WHAT HAPPENED. Itulah judul buku terbitan tahun 2018 karangan Hillary Clinton setelah ia kalah bertarung melawan Donald Trump untuk kursi kepresidenan Amerika Serikat akhir 2016 lalu.
What happened? Itu juga menjadi pertanyaan ratusan juta orang di berbagai penjuru dunia ketika hasil pemilihan presiden itu diumumkan. Sesuatu yang teramat ganjil telah terjadi dan itu sangat mengganggu mereka. Ketika sesuatu yang janggal terjadi dengan penyebab dan alasan yang tak dapat dijelaskan dengan pola pikir yang wajar, maka itu akan membawa kekhawatiran akan apa yang bisa terjadi di masa depan.
Nyonya Clinton menuliskan buku itu karena ia bukan hanya ingin bangsanya mengetahui apa yang menjadi pergumulan dirinya mengatasi pukulan kekalahan yang mengejutkan itu, tetapi juga bahwa ia tidak berhenti di sana, melainkan memutuskan untuk bangkit dari kejatuhannya dan memulai babak baru untuk berbuat bagi bangsanya. Mantra yang dipegangnya setelah bangkit itu adalah: Resist, Insist, Persist, Enlist—menolak, bersikeras, bertahan, mendapatkan.
Ia mengajak sejumlah komponen bangsa, dimulai dari para perempuan pebisnis, untuk onward together ’maju bersama’ mengembalikan harkat bangsa yang dinilainya telah rusak sejak terpilihnya Presiden baru itu. Hillary Clinton tidak patah semangat. Ia terus maju untuk memberi dampak bagi bangsanya.
Bukan isu politik yang ingin diangkat di sini, melainkan sebuah sikap persisten Hillary Clinton yang menolak hasil pilpres yang janggal itu. Ia jatuh, kalah, namunmerenung, dan mendapati bahwa banyak hal perlu dibereskan. Karena itu, ia menyadari harus segera bangkit dari keterpurukannya. Dalam waktu beberapa bulan nyonya Clinton telah berdiri lagi di muka publik untuk menggerakkan masyarakat. Ia tidak terbenam dalam kekecewaannya, melainkan bangkit untuk tetap memberi dampak. Ia ingin memberi kepada bangsanya.
Semangat untuk berdampak bukan milik Hillary Clinton saja.
Semangat yang sama juga ada pada generasi milenial saat ini. Generasi milenial ingin membuktikan bahwa mereka bisa berbuat bagi orang lain. Meskipun mereka sering dipersalahkan karena sikap yang mau instan, kurang sabar, egois, dan berbagai predikat lainnya, sesungguhnya nilai positif yang ada dibalik predikat itu adalah bahwa mereka ingin berbuat.
Berdampak itulah yang membuat mereka merasa berarti. Dengan memberi arti bagi orang lain, mereka pun mendapat kepuasan batin. Dan itulah yang menggerakkan mereka untuk terus maju. Jatuh berkali-kali, tetapi bangkit setiap kali terjatuh.
Itu pula yang membuat mereka tampak tak sabaran karena mereka memang ingin segera menunjukkan bahwa dampak yang didambakan telah menjadi kenyataan. Itu adalah sisi egoistis dalam sikap altruistik mereka. Sikap yang mencerminkan kebutuhan mereka yang ingin segera menunjukkan bahwa mereka berguna bagi orang lain, dan bisa memberi arti bagi kehidupan orang lain, masyarakat, planet.
Bayangkan jika orang seperti Hillary Clinton menyingkir dari kehidupan masyarakat banyak, membenamkan diri dalam kesendirian setelah kekalahannya. Membiarkan dirinya hanya peduli atas kehidupan dirinya sendiri. Betapa besar kehilangan yang akan diderita bangsa itu.
Sama halnya dengan generasi milenial: betapa besar kehilangan umat manusia jika kepedulian generasi milenial untuk berdampak tidak mendapatkan penyaluran, atau mereka undur dari kepeduliannya dengan berbagai alasan.
Karena itu, mari mengajarkan kepedulian dan altruisme kepada generasi millenial karena dengan demikian aspirasi egoisme mereka untuk menemukan kepuasan dalam berbuat justru akan tersalurkan. Dalam perbuatan altruistik niscaya egoisme mereka terpuaskan. Hasilnya: semua senang.
Editor : Yoel M Indrasmoro
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...