George Saa, Pemuda Papua dengan Prestasi Akademik Prima
SATUHARAPAN.COM – Masih ingat George Saa? Pemuda Papua itu menjadi buah bibir ketika berhasil meraih medali emas dalam ajang First Step to Nobel Prize in Physics pada tahun 2004.
Dalam ajang kompetisi fisika internasional paling bergengsi tingkat SMU yang berlangsung di Polandia itu, Oge, panggilan akrabnya, mempresentasikan karyanya berjudul "Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor".
Ia, yang dilahirkan 22 September 1986, masih berstatus murid SMU Negeri 3 Jayapura, Papua, pada saat itu. Kini, anak bungsu dari lima bersaudara dari pasangan Nelce Waho dan Silas Saa bernama lengkap Septinus George Saa itu, tengah mengambil gelar master di Birmingham, Inggris.
BBC Indonesia pada 8 Februari 2017 menampilkan tulisan “George Saa, Pemuda Papua dengan Prestasi 'Sangat Spesial'”.
George Saa, saat ini menjalani studi S2 teknik material di Inggris. Ia mendapatkan sejumlah tawaran beasiswa setelah menang dalam kompetisi dunia First Step to Nobel Prize dalam Fisika pada tahun 2004 itu. Ia memilih melanjutkan studi dengan gelar sarjana dalam bidang bidang Aerospace Engineering di Florida, Amerika Serikat, setelah lulus SMA.
Profesor Yohanes Surya, pakar fisika dan pelatih tim Olimpiade Fisika Indonesia, menyebut prestasi George Saa sangat spesial, karena memiliki ketekunan dan inteligensi untuk memecahkan masalah.
Kepada BBC Indonesia, Profesor Surya mengatakan, "Ia menemukan cara menghitung hambatan dari suatu rangkaian tak hingga dari bentuk segi enam. Segi enam beraturan menjadi dasar pembuatan sarang lebah. Pasti ada sesuatu yang menarik dari geometri sarang lebah."
"Perumusan Saa, nantinya akan terpakai kalau orang sudah mampu memanfaatkan rangkaian elektronik berbentuk rangkaian sarang lebah ini."
"Prestasi Saa tentu saja sangat spesial. Tidak mudah untuk melakukan penelitian ini. Saya lihat sendiri bagaimana ia kerja keras mengatasi berbagai kesulitan yang timbul. Lomba penelitian the First Step itu menuntut kesabaran, ketelitian, ketekunan dan intelegensi yang baik untuk memecahkan masalah yang ada," Profesor Surya menambahkan.
Pemuda Papua, George Saa, juara lomba fisika dunia, prestasi yang disebut "sangat spesial" oleh seorang akademisi, mengatakan ia tetap ingin kembali ke tempat asalnya dengan ilmu yang didapat di luar negeri.
Lama menjalani pendidikan di negeri orang, BBC Indonesia melaporkan keinginan George Saa untuk kembali ke Tanah Air.
George sendiri mengatakan dalam tiga sampai lima tahun ke depan ingin masuk ke institusi riset di Indonesia untuk "menggabungkan teknik dirgantara dengan teknik mesin" yang ia pelajari.
Mimpinya untuk diterapkan di Papua, termasuk memimpikan menggratiskan sekolah dasar, dengan memberikan fasilitas antar-jemput, dan makan siang. “Dan, program pembimbingan khusus disediakan untuk keterampilan khusus, untuk SMP-SMA," kata George Saa.
"Untuk universitas, saya memimpikan dan ingin menginisiasi penelitian berkolaborasi dan sistem database riset yang lengkap. Untuk Papua, di kampus-kampus, saya ingin menciptakan design center dengan small-scale manufacturing capability. Tujuan saya, yakni 'product creation' yakni penciptaan produk berbasis teknologi yang akan sangat menguntungkan untuk daerah dalam berbagai aspek misalnya ekonomi dan bisnis," ia menambahkan kepada BBC Indonesia.
Prestasi Akademik Cemerlang Sejak SD
Tidak seperti remaja lain, George Saa, mengutip dari Gatra, 16 Agustus 2004, menghabiskan waktu 20 jam untuk belajar semasa menjalani pendidikan di sekolah menengah atas.
Penelitiannya yang berjudul "Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor", menurut pengamatan para ahli saat itu, terbilang berat, karena materinya adalah konsumsi mahasiswa S-2 jurusan fisika.
Sembilan bulan ia menempa diri menghadapi lomba yang mengantarnya jadi pemenang. Penggemar olahraga bola basket itu berhasil menciptakan rumus untuk menghitung hambatan pengganti di dua titik pada jaringan resistor segitiga dan segi enam. Padahal, menurut lulusan SMU Negeri 3 di Jayapura itu, selama ini, dengan cara manual, susah sekali menentukan saat akan dipasang dalam bentuk seri, atau dalam bentuk paralel, menurut hukum Kirchhoff itu. Hukum Kirchhoff, mengutip dari Wikipedia, merupakan salah satu hukum dalam ilmu elektronika yang berfungsi untuk menganalisis arus dan tegangan dalam rangkaian, yang pertama kali diperkenalkan oleh ahli fisika Jerman bernama Gustav Robert Kirchhoff (1824-1887) pada tahun 1845.
Prestasi akademik George Saa memang cemerlang sejak bangku sekolah dasar. Ia selalu meraih predikat I atau II di kelasnya. Ia tak ingin ketinggalan kelas barang sehari pun. Sewaktu SD, ia pernah menangis berjam-jam karena tak punya ongkos dan terpaksa membolos sekolah. Ia juga sering menunggak SPP karena kiriman uang dari orangtuanya yang tinggal di kota di wilayah Sorong selatan yang berjarak satu jam penerbangan dari Sorong, telat.
Tetapi, semua kendala itu tak pernah memadamkan semangat belajarnya. Masalah finansial, tak ada ongkos ke sekolah dan tak bisa membayar uang sekolah, sempat membuatnya tak bisa ke sekolah. Namun, George menyatakan "selalu ada jalan untuk menimba ilmu" dan "uang bukan segalanya".
Editor : Sotyati
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...