Gerakan ISIS Menyihir dan Berpotensi Ancam Keamanan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Munculnya gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di akhir bulan Juni lalu, menyihir kelompok di Indonesia dan sekaligus berpotensi menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya tindak kekerasan dan terorisme yang mengancam keamanan nasional. Demikian catatan dalam Dialog Agama dan Masyarakat di KBR dan TV Tempo bersama Juru Bicara Mabes Polri Boy Rafli Amar dan Muchsin Labib dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (16/7).
Bermula dari sebuah aksi solidaritas untuk ISIS pada 16 Maret 2014 di Bundaran HI, Jakarta, dihadiri massa yang melakukan long march sambil mengibar-kibarkan bendera hitam bertuliskan kalimat tahlil. Bendera yang sama yang digunakan oleh pejuang ISIS.
Aksi di sepanjang jalan mengelilingi bundaran HI tersebut dihadiri ratusan massa yang sesekali meneriakkan takbir. Massa yang datang dari berbagai daerah, seperti Jabodetabek, Banten, Sukabumi, Cianjur, dan Lamongan adalah kaum muslim yang tergabung dalam kelompok yang menamakan diri Panitia Bersama Pendukung dan Pembela Daulah. Mereka diduga berasal dari beberapa tandzim atau ormas Islam di beberapa daerah, seperti Jabodetabek, Banten, Sukabumi, Cianjur, dan Lamongan.
"Kami atas nama kaum muslimin dari Lamongan menyatakan dukungan terhadap tegaknya syariat Islam di negeri Syam, dan tegaknya Daulah Islam Irak dan Syam," demikian orasi yang dapat disaksikan di situs video Youtube.
Gerakan aksi mendukung ISIS di Indonesia belum menjadi kekhawatirkan Kepolisian. Boy Rafli Amar Juru Bicara Mabes Polri narasumber acara dialog tersebut, "Mengkhawatirkan itu terkait dengan hal yang mengarah pada kekerasan." Boy juga berpendapat aksi dukungan seperti di Bundaran HI masih dalam koridor hukum yang berlaku.
Boy melanjutkan, aksi dukungan adalah bagian kebebasan berpendapat dan berkespresi yang dilindungi Undang-Undang. Kepolisian memastikan terus memperhatikan aksi-aksi tersebut. "Apabila ada potensi penyalahgunaan, tentu tidak luput dari perhatian aparat dalam hal ini Kepolisian," ujar Boy.
Ketika ditanya apakah aksi-aksi itu akan mengarah pada teorisme dalam negeri, Boy berkata, "Berpikir ke arah yang negatif itu tidak salah juga. Akan kami cermati bersama."
Sementara aksi dukungan terus bermunculan, Kepolisian akan terus melakukan pengawasan. "Kepolisian tidak tinggal diam, akan terus mencermati fenomena, gejala, indikasi yang mengarah pada instabilitas negara kita," tegas Boy.
Ide Khalifah
Sebetulnya ide kekhalifahan buat muslim Indonesia tidaklah baru. Ia sudah muncul lewat gerakan seperti NII, dan belakangan Hizbut Tahrir. Namun kata Muchsin Labib dari UIN Syarif Hidayatullah, gerakan ISIS yang muncul ini berbeda karena hadir "dengan kekuatan militer yang besar, dengan media yang kuat, kemudian ada kaitannya dengan yang kita sebut grand design."
Gagasan pemerintahan khalifah dalam Islam juga tidak lepas dari perdebatan. "Ketika kekhalifahan Ottoman (Ustmaniyah, Red) runtuh, Islam terpecah jadi dua: nasionalis dan khalifah," jelas Muchsin. Kelompok nasionalis percaya pada sistem negara-bangsa, sementara kelompok khalifah pada sistem khalifah.
Bentuk pemerintahan khalifah juga berubah-ubah dari zaman Nabi Muhammad hingga Ottoman. Bentuk yang umum diakui adalah pemerintahan Nabi Muhammad hingga Ali bin Abi Thalib. "Setelah itu kekhalifahan berubah jadi dinasti. Kerajaan temurun," jelas Muchsin lagi.
Kata Muchsin, "Sistem khalifah adalah sistem yang partisipatif, dibangun dengan konsep syura. Khalifah tidak dengan pemaksaan."
Sihir ISIS di Indonesia
Ketika ISIS mengklaim sebagai pemerintahan khalifah Islam, maka langsung mencuri perhatian dunia. Pemimpinnya, yang disebut khalifah Abu Bakr al Baghdadi, meminta umat muslim sedunia tunduk padanya. Gerakan ini menguasai lebih banyak wilayah Irak dan Syria ketimbang wilayah yang dikuasai pemerintahan resmi kedua negara tersebut. Posisi ini didapat lewat teror berkedok agama. Setidaknya 350 orang dilaporkan jadi korban senjata ISIS.
Namun kelompok di Indonesia ibarat terkena sihir ISIS. Kelompok-kelompok lokal yang selama ini percaya pada sistem khalifah satu per satu menyatakan dukungannya pada gerakan tersebut. Sebagian pejuang ISIS di medan perang justru dari Indonesia, tulis Majalah TIME.
Muchsin Labib menjelaskan konflik Suriah adalah urusan politik, namun kemudian dipoles nubuat-nubuat seolah jadi perang agama. Kini kelompok militan datang dari negara lain yang sebetulnya tidak berkepentingan dengan politik Suriah. (portalkbr.com)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...